Sebagai analyst sebenarnya merupakan dosa besar ketika kita terburu-buru menyimpulkan, bahkan berprasangka pun sebenarnya tidak dibolehkan. Semua data harus dikumpulkan untuk menunjang faktor, semua indikator harus dimengerti dan difahami searah sebelum menentukan right or wrong. Namun harus diakui semua itu pernah saya lakukan.
Buat pembaca yang budiman, sebenarnya tidak penting kalian adalah pendukung Jokowi atau bukan. Pembenci Pepih atau bukan. Semua ini hanya soal penjelasan dsn logika pertimbangan bahwa tidak semua perlu diungkapkan. Kadang beberapa rahasia tetap harus menjadi rahasia agar tidak tambah menimbulkan tanda tanya. Kadang sebagai pemimpin, kita harus diam dan menerima cacian sebagai konsekuensi paling tidak beresiko.
Jadi setelah ini, jika ada kebijakan yang dibom oleh media atau kita rasakan di Kompasiana, jauh sebelum mengkritik atay protes, sebaiknya perhatikan dulu dan coba mengerti.
Mbak Niken pemimpin rombongan ini untuk masuk ke istana. Kang Pepih pemimpin Kompasiana dengan segala kebijakannya. Dan Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia yang pasti menghadapi lebih banyak tantangan. Daripada kita sibuk mengkritik, sebaiknya coba mengerti. Daripada kita sibuk mencaci, sebaiknya mulai mendoakan agar semuanya berjalan lebih baik lagi. Jangan sampai cacian kita melebihi doa untuk pemimpin seperti Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, Bos perusahaan dan pemimpin lainnya. Atau malah jangan-jangan sebagian kita sedang berdoa semoga digagalkan saja? Naudzubillahi mindalik.
Kini pilihannya hanya dua dan itupun sama-sama benar, seperti dua sisi mata uang. Berusaha mengerti dan mendoakan atau terus mencaci dan menebar kebencian. Lalu bagaimana dengan kritik? Ya menurut saya kritik adalah jalan tengah yang pada akhirnya mengarah pada sok tau dan menebar kebencian. Persis seperti saya yang sok tau soal 'sesuatu' di Kompasiana ini padahal tidak tau sama sekali. Tapi kalaupun tetap mau mengkritik saya rasa bagus sekali. Hanya saja pastikan diri kita benar-benar tau dan mengerti, jangan sampai terulang kasus kancing jas yang penulisnya sok tau padahal salah, sudah ditegurpun tetap tak merasa salah.
Tulisan ini murni sebagai teguran pada diri penulis sendiri sebagai orang yang berkali-kali berprasangka buruk. Jika sebagian pembaca pernah merasakan hal yang sama atau merasa tersindir, ya itu bukan urusan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H