Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rakyat Malaysia Puji Pemilu di Indonesia

11 April 2014   01:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat Malaysia Puji Pemilu di Indonesia

Beberapa jam saat quick count berlangsung ada banyak pujian yang ditujukan pada proses Pileg di Indonesia. Ucapan selamat dan menjadikan Indonesia sebagai contoh sistem demokrasi muncul dari kalangan akademisi yang kebanyakan adalah para dosen di Malaysia.

Bukan rahasia lagi kalau rakyat Malaysia begitu mengidamkam proses dan sistem pemilu mereka bisa sebagus di Indonesia. Kalau ada yang belum tau, ini dia beberapa kondisi PRU/pemilu di Malaysia yang membuat mereka geram.

Media ga berimbang
Sebenarnya yang ini juga terjadi di Indonesia. Partai dengan dana melimpah dan partai yang memiliki media sendiri bisa leluasa beriklan di televisi. Katakanlah Gerindra, Hanura dan Golkar yang memulai kampanye jauh sebelum partai lain ikut masuk meramaikan.

Tapi di Malaysia lebih parah, partai pemerintahan menguasai semua media dari mulai TV, Radio, pamflet bahkan di transportasi umum. Jika menjelang pemilu, kereta/KTM akan berulang kali memutar iklan partai pemerintahan dengan sountrack yang saya fikir sangat mencuci otak. Saya sampai hafal lagu, lirik dan semuanya. Ya gimana ga mau hafal, lihat TV iklanya itu, dengerin radio di mobil juga lagu itu, naik kereta atau bus? Juga iklan itu.

Sedikitpun ga ada porsi iklan partai oposisi. Jadi bayangkan saja kalau kita muak sama iklan partai di Indonesia yang durasinya sangat lama, nyaris seratus kali dalam sehari sehingga membuat kita pasti melihatnya jika menyalakan televisi, maka bayangkan gimana pusingnya saya mendengar iklan yang sama setiap hari. Memang sih ada 3 variasi, tapi kalau setiap hari? Apa ga muntah?

Pemberitaan pun menjadi ga seimbang, sehingga kesimpulan untuk 100% berita yang ada adalah "partai oposisi salah dan partai pemerintahan benar". Pasti.

Satu-satunya media yang dimiliki oposisi adalah internet dan koran sendiri yang jangkauanya terbatas di kota-kota wilayah kekuasaan partai oposisi. Ga nasional.

Sistem
Di Malaysia, partai pemenang otomatis menghantarkan ketua umumnya menjadi Perdana Mentri tanpa proses pemilihan lagi. Penentuan menang tidaknya ditentukan oleh jumlah kursi legislatif yang didapat. Jadi kalau di Indonesia ada istilah kursi mahal dan kursi murah, itu juga berlaku di Malaysia.

Padahal kalau mau disandingkan antara ketua umum partai oposisi dan partai koalisi pemerintahan, berdasarkan jumlah rakyat pemilih maka calon perdana mentri dari partai oposisi dipastikan menang. Hal inilah yang membuat gregetan banyak warga Malaysia.

Dari dua point inilah yang membuat seorang dosen dari universitas UKM menyempatkan diri untuk berada di Indonesia selama masa kampanye sampai pemilihan, bisa dilihat beberapa catatan perjalanan yang ditulisnya si FB, Mohammad Agus Yusoff, selama berada di Indonesia. Dia benar-benar total sampai datang dan ke beberapa TPS di Indonesia, dari Padang hingga Papua. Luar biasa. Lengkap dengan foto-foto perjalananya.

Dari banyaknya teman sekelas dan dosen yang pernah mengajar membuat saya otomatis tau tulisan beliau. Melihat jumlah like dan komentarnya, bisa saya simpulkan beliau lumayan dikenal oleh banyak masyarakat.

Yang paling membuat saya tertegun adalah capture TVONE saat menghadirkan semua perwakilan peserta pemilu yang bisa duduk dalam satu ruangan, hal yang sangat mustahil bisa terjadi di Malaysia. Tentunya keakraban di tengah panasnya persaingan antar caleg cukup menentramkan semua kita.

Maka sudah seharusnya kita bersyukur berada di negara dengan sistem demokrasi yang sangat baik, sehingga perasaan tertekan dan ga puas dengan pemerintah bisa lebih sedikit dibanding rakyat Malaysia. Kita juga harus berterima kasih kepada Presiden Habibie, Gusdur, dan Megawati yang bersedia membuka kran demokrasi, melupakan arogansi kekuasaan yang sepertinya bisa mereka lakukan.

Mari kita terus tumbuh menjadi warga yang dewasa menghadapi dinamika politik, kalau menang bahagialah sewajarnya, kalau kalah segera ucapkan selamat pada pemenang. Saya sendiri cukup bosan dengan kata konspirasi, zionis, yahudi dan sebagainya.

Semoga di pilpres mendatang tak ada lagi tuduhan emosional berikut fitnah dari cerita-cerita bohong yang ga akan pernah bisa dibuktikan. Terutama kader partai islam, jika kalian mengaku sebagai muslim, maka tak ada satu alasanpun yang membolehkan kalian berbohong dan memfitnah. Jangankan memfitnah sesama muslim, memfitnah yahudi saja hukumnya tetap dosa.

Di tulisan ini akan saya akhiri dengan counter attack terhadap anggapan yang mengharamkan pemimpin non muslim.

Walaupun non muslim, kalau dia mampu, maka agamanya untuknya dan keadilannya untuk rakyat. Seperti kata imam hambal "orang fasik yang bisa memimpin, lebih baik dari pada orang sholih dan tak bisa memimpin" Karena menurut imam hambal, kefasikannya untuknya, sedang kemampuan memimpinnya adalah untuk orang banyak (rakyat). Sebaliknya orang sholih, kesalehannya hanya untuk dirinya. Tapi, kelemahan dalam memimpin akan menyengsarakan orang banyal (rakyat).

Cukup sudah hujatan Jokowi tak bisa shalat, bacaan shalatnya ga karuan, cukup. Jikapun Jokowi terbukti tidak lancar melafadzkan ayat suci, apakah kita yakin beliau lebih buruk dari kita di sisi Allah? Kalau kalian menganggap diri kalian lebih baik, maka kalian adalah seburuk-buruknya manusia.

#JKW4P MERDEKAAAA!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun