Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Agama Itu Masalah Atau Solusi?

12 November 2014   23:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:57 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pada sebuah kesempatan seorang teman tiba-tiba bertanya, "menurutmu agama itu masalah apa solusi?". Pertanyaan berani dan sempat membuat saya kaget. Namun setelah beberapa detik, saya berhasil menangkap kegundahanya.

Akhir-akhir ini setidaknya ada beberapa konflik yang berkaitan dengan agama. FPI yang menyatakan bahwa Ahok musuh islam dan kemudian membuat gubernur tandingan, lalu Ahok yang juga tidak terima dengan aksi anarkis dan merusak fasilitas umum sampai masyarakat secara personal juga berseloroh akan membuat FPI tandingan. Ahok lantas melanjutkan protesnya lewat jalur hukum dengan merekomendasi pembubaran FPI. Selain itu ada juga isu penghapusan kolom agama yang dipelintir oleh beberapa media.

Jujur saja untuk menjawab apakah agama adalah masalah atau solusi bagi kehidupan kita, tentu selama kita memiliki agama, apapun agamanya akan sepakat bahwa agama adalah solusi. Dan yang menganggap agama adalah masalah, tentulah mereka yang memilih tidak beragama.

Berhubung FPI mengatasnamakan Islam dan saya kebetulan terlahir di keluarga muslim, mungkin selanjutnya saya akan membahas dari sisi agama islam terkait apakah agama itu masalah atau solusi?
Sudah jelas Tuhan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lilalamien, atau rahmat bagi seluruh alam. Sehingga mereka yang mengaku beragama islam wajib bersikap baik kepada tumbuhan, hewan apalagi kepada sesama manusia. Tidak boleh membunuh atau menebang sembarangan dan tanpa alasan, juga harus bersikap baik serta sopan kepada sesama manusia.

Hal ini menjadi lucu karena kemudian FPI berbuat onar, dengan demo provokatif serta merusak, juga kotoran-kotoran hewan yang digunakan sebagai 'senjata' manual mereka sama sekali tidak mencerminkan sebagai islam yang rahmatan lil'alamien. Kekonyolan berlanjut ketika mereka menyatakan akan membuat gubernur DKI versi mereka sendiri. Jelas ini sudah di luar batas kewajaran.

Yang membuat saya heran adalah, mengapa mereka yang mengaku mewakili islam yang seharusnya lebih tau dan arif kemudian bersikap lebih buruk dari yang diwakili? Apakah kecenderungan yang mewakili selalu lebih arogan dan bodoh selayaknya Dewan Perwakilan Rakyat yang katanya terhormat itu?

Sungguh miris sekali karena ini tidak hanya terjadi pada FPI, tapi beberapa ormas serta media yang sudah menjadi rahasia umum adalah jaringan dari salah satu partai politik yang katanya juga mengatasnamakan partai islam.

Banyak hal yang sudah mereka sampaikan kepada publik dengan berita-berita propaganda, menebar kebencian dan bahkan tidak segan memfitnah. Yang teraktual adalah isu akan dihapusnya kolom agama pada KTP kita.
Berhubung media-media ini memiliki politisi yang cukup bisa menggaet banyak pengikut, isu bergulir sangat cepat sehingga sebagian masyarakat menangkap memang betul akan ada penghapusan kolom agama pada KTP kita. Ketakutan, respon negatif terus menyebar, saya menyebutnya ini pembodohan massal.

Politisi yang katanya ustad, partai yang katanya partai islam dan media yang juga berembel embel islam berhasil membuat saya muak. Entah apa maksud dan tujuan mereka, yang jelas saya mulai memaklumi jika ada orang yang bertanya apakah agama ini masalah atau solusi bagi kehidupan manusia? Karena jika agama adalah masalah, maka sebaiknya kita tidak beragama lagi dan membuat aturan-aturan sendiri. Berhenti menyembah pada Tuhan dan segala ritual keagamaan.

Namun setelah merenungi hingga saya menuliskan ini, mungkin ini adalah dampak atau ego kaum mayoritas. Yang bersikap seolah memiliki negeri ini dan agama minoritas hanya menumpang di sini.

Berkaca pada Malaysia dengan persentase muslim non muslim nyaris 50-50, serta perbedaan etnis yang sangat kental dari segi kehidupan sosial dan budaya membuat mereka lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan. Meski tidak bisa dipungkiri masih ada semacam ego vertikal, dimana warga Melayu merasa adalah tuan rumah di Malaysia.
Hari-hari besar warga India, China dan Melayu berlangsung secara nasional dan merata di seluruh tempat. Tidak ada superioritas seperti perayaan ummat islam di Indonesia. Semuanya berjalan setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun