Mohon tunggu...
Alan Giovanni
Alan Giovanni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pedagang Kaki Lima

Hobi minum kopi, nonton film Sejarah Islam dan membaca buku puisi dan buku buku agama.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Nyawa Setipis Organza

8 Mei 2023   22:14 Diperbarui: 8 Mei 2023   22:18 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sabtu 29 November 2003 pukul 06.30 wib, aku di sapa malaikat maut.

Pagi setengah buta motorku berbenturan dengan bibir bus.

Perut motorku bocor, sementara bibir bus setengah sumbing.

Aku terbanting ke badan jalan.

Di larikanlah jasad ini ke tempat serupa sanatorium.

Dalam ruangan berbentuk persegi panjang, aku terbaring.

Bagaikan Robocop yang di tangani Sang Professor, hampir seluruh jasadku di tanam selang medis.

Pernafasanku pun di bantu ventilator.

Aku di ruangan itu, di temani perawat yang cantik penuh sigap.

Sementara aku tak bersama jasadku,

Yang sedang bertualang di alam yang entah.

Ahli bedah pertama memasang sekrup di tulang kakiku.

6 jam lamanya sendi-sendi kakiku di bor hingga ku terjaga.

Tetap telaten memperbaiki tulang kakiku, meski menyelipkan canda untuk menenangkanku. 

Selepas itu, jasadku menggigil.

72 jam setelahnya, bedah kedua segera di eksekusi.

Selang selang medis di copotnya satu per satu.

Aku di tinggal sendiri di ruang bedah.

Sementara, di luar sana keluargaku harus mengisi surat perjanjian kematianku.

Di tengah kepolosanku, disana keluargaku di selimuti awan yang mencekam.

Sebab, yang di bedah adalah organ dalam; yang sudah di penuhi luka darah.

bila ada kesalahan sedikit pun aku pindah alam.

Dengan keringat dingin ahli bedah mulai bertugas.

Anestesi di suntikkan.

Hipnoterapi di mainkan.

Aku pun bermain di alam lain.

Antara menetap disana atau kembali ke dunia fana.

Akhirnya, setelah 3 jam lamanya.

Jantungku berdetak kembali.

Malaikat Izroil belum hendak menjemputku.

Ia hanya mengajakku bertualang dan bermain.

================================

Ini adalah pengalaman nyata saya, saat arus balik lebaran tahun 2003.

Saat itu saya di bonceng oleh almarhum bapak saya dari Magelang ke Bandung dengan menggunakan motor bebek.

Kecelakaan terjadi di Jalan Raya Purworejo - Magelang, kami tertabrak bus pariwisata yang hendak ke Borobudur.

Saya terpental ke tengah Jalan Raya, sementara almarhum bapak saya mendarat ke gundukan pasir yang empuk.

Almarhum bapak saya tidak mengalami luka sedikitpun, sementara saya patah tulang kaki kanan, dan pendarahan hampir seluruh organ dalam.

Puisi ini untuk para dokter ahli bedah tulang, ahli bedah organ dan para perawat di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah berdedikasi dengan segenap tenaga menyelamatkan saya dari maut.

Selain, memberikan perawatan, obat, dan suplemen mereka pun melakukan pendekatan humanis ke setiap pasiennya termasuk saya.

Saya ucapkan terimakasih kepada bapak dokter dan para perawat. Jika kalian masih hidup, semoga sehat selalu, berkah dan sejahtera. Aamiin.

Sindangkerta, 08-05-23

Alan Reis (AR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun