Malam menitiskan rinai hujan, garis garisnya pecah diujung tanah..
Sementara sang kunang kunang terdiam di ujung daun yang bergoyang di mainkan angin..
Cahayanya redup redam dijarah kesunyian..
Matanya sayu menatap sepi malam..
Ah, malam yang memanggul resah, malam yang letih mendengar jiwa yang acap merintih..
Jiwa kelam yang gelisah disamun segunung dosa tak terhingga..
Yang jatuh itu bukan tetes hujan, itu air mata..
Serupa keluh kesah juga segumpal sesal yang mengganjal..
Aku bukanlah manusia suci, aku acap ingkar dan lupa pada perintah_Nya
Dosa ini milik siapa, yang tumbuh kala guyuran nafsu membutakan mata hati, juga menulikan nurani..
Aku sang pendosa, yang mencari patahan cahaya, agar tak lagi terjatuh dikubangan nista..
Hai kunang kunang petiklah cahayamu, lantas sematkan di mata hatiku, agar aku tau jalan pulang..
Jalan menuju terang cahaya, jalan yang kan tuntunku kembali kesurau lapuk dimana kitab kitab tua menunggu tangan ini menyapa..
Agar kembali suci, agar sombong tak lagi menaungi, agar tak lagi ingkar pada perintah yang mahasuci..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H