Mohon tunggu...
Alandra Camellia
Alandra Camellia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Airlangga, Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris

Penulis cerita, Freelancer Artikel Bahasa Inggris, dan Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Woke Culture di Balik Pedasnya Kritikan Netizen

4 Juni 2022   15:18 Diperbarui: 6 Juni 2022   18:32 15454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi woke culture. (sumber: pixabay.com/GIPretoriu)

Woke --- atau sadar. Apakah kalian pernah mendengar istilah tersebut? Mulai dari artis kelas A hingga influencer di media sosial yang meminta kalian untuk membuka mata, untuk sadar tentang apa yang terjadi di masyarakat sekitar.

Maka setidaknya, kita pernah mendengar istilah ini. Berawal dari Bahasa Inggris Afrika-Amerika, rupanya istilah Woke yang sekarang berbeda dengan yang dicetuskan pertama kali.

Itulah mengapa, ditemukan beberapa pihak yang setuju dan menjunjung tinggi Woke atau Woke Culture, namun di posisi lain, ada yang mulai lelah mendengar istilah ini. 

Sebelum kalian memilih untuk ikut andil di kebudayaan ini atau tidak, mari kita cari tahu terlebih dahulu tentang Woke Culture, dari awal permulaan hingga perkembangan istilah tersebut di era digital ini. 

Woke Culture, istilah dari mana?

Pada awalnya, istilah woke berasal dari AAVE (African-American Vernacular English) yang diambil dari kata awake. Istilah ini dipergunakan untuk menyadarkan komunitas kulit hitam bahwa mereka harus berjuang untuk masa depan yang lebih baik. 

Itulah mengapa istilah woke menjadi populer pada awalnya, untuk mengemukakan bahwa mereka yang berkulit hitam juga manusia, atau menjadi sebuah pergerakan aktivis mancanegara yang dinamakan BLM atau black lives matters.

Di masa yang sekarang ini, woke menjadi sebuah istilah yang jauh lebih kompleks dan seringkali digunakan bagi mereka yang memiliki kekhawatiran terhadap permasalahan sosial. Contohnya adalah aktivis keadilan ras, isu - isu kultural, dan masih banyak lagi. 

Diterjemahkan dari Oxford Dictionary, woke merupakan sebuah peringatan adanya ketidakadilan di masyarakat, terlebih lagi secara rasial. 

Dari sini dapat dilihat bahwa yang awalnya hanya merupakan sebuah kata, woke menjadi tanda pengenal akan apa yang seseorang perjuangkan.

Mengapa banyak orang tidak suka dengan Woke Culture?

Banyak dari kita mungkin bertanya, mengapa beberapa orang di internet merasa muak dengan culture ini? Menjadi pemimpin dalam protes, atau pemimpin kelompok untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik tentunya terdengar luar biasa bukan? 

Jika manfaat menjadi orang yang sadar dan ikut bagian di budaya yang begitu menarik, mengapa orang mulai lelah mendengarnya?

Hal itu dikarenakan istilah woke atau sadar mulai kehilangan maknanya. Istilah ini sekarang sering dituturkan oleh mereka yang berusaha mencari kesalahan orang lain. 

Alih-alih menggunakan forum perdebatan yang baik dan diskusi sehat, beberapa oknum memiliki tujuan lain untuk mengintimidasi dan mencela aksi yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, agar orang - orang tersebut diam. 

Hal ini, ditambah dengan banyaknya pidato kebencian yang memaksakan suatu ideologi pada orang lain, merangkum sudah bagaimana woke dilihat oleh masyarakat pada hari ini.

Pendapat Barack Obama, mantan Presiden Amerika Serikat tentang Woke Culture.

Seperti yang telah dituliskan diatas, Woke Culture dapat digambarkan sebagai kesadaran masyarakat tentang apa yang terjadi di lingkungan sosial. 

Contohnya secara diskriminasi ras ataupun ketidakadilan sosial. Namun, Barack Obama sempat menyatakan kekhawatirannya bahwa beliau menemukan hal lain di media. 

Golongan anak - anak muda tertentu berusaha membuat perubahan dengan cara menghakimi orang lain. Mereka membuat tagar berupa bagaimana sistem kerja di suatu perusahaan itu salah, menyerang orang secara langsung bahwa tatanan bahasa yang diketik tidak sesuai, dan rupanya, golongan tersebut merasa bahwa mereka yakin hal yang mereka lakukan itu benar.

Sebenarnya, maksud dari Woke Culture itu baik, namun penerapan yang ada di era ini sekarang sudah sangat jauh berbeda dengan generasi terdahulu. 

Dari sinilah masyarakat mulai merasa bahwa budaya ini sudah tidak efisien lagi, karena banyaknya golongan yang menyalahgunakan istilah tersebut. 

Tidak cukup sampai disitu, ada budaya lain yang muncul di media sosial, dimana budaya ini dapat dikatakan sama berbahayanya atau bahkan lebih dari Woke Culture. Budaya baru ini dinamakan Cancel Culture. 

Kemunculan Cancel Culture di media sosial.

Berbeda dengan woke, cancel culture bukanlah kegiatan dimana seseorang menyatakan pendapat mereka dan meminta keadilan. Budaya ini merupakan suatu hal yang dapat dikatakan jauh lebih jahat jika dibandingkan dengan woke culture. 

Cancel Culture adalah saat dimana seseorang memutuskan untuk "menyerang" orang lain, entah publik figur atau masyarakat, hanya karena mereka memiliki kepercayaan yang berbeda. 

Dapat disimpulkan bahwa mereka yang mengikuti budaya ini adalah mereka yang cepat menghakimi orang lain dan membenci mereka yang tidak setuju dengan cara pandang mereka. 

Para analisis sosial bahkan mengatakan bahwa mereka yang mengikuti cancel culture tidak memberikan kesempatan dalam diskusi yang konstruktif.

Budaya cancel culture dapat dikatakan keterlaluan, jika diteliti lebih dalam. Benar adanya budaya ini membantu masyarakat menurunkan publik figur problematic dari ranah sosial. 

Namun kenyataannya, banyak kasus dimana seseorang meng-cancel orang lain untuk kesalahan yang baru dilakukan, membuat orang tersebut tidak dapat tumbuh dan belajar dari kesalahan. 

Woke dan Cancel, apakah mereka menjadi budaya baru di masyarakat?

Beberapa masyarakat telah menormalisasikan kedua budaya ini, dan apakah akan menjadi sesuatu yang berkelanjutan atau tidak, kita mungkin tidak akan pernah tahu. 

Intinya, akan lebih baik jika kita mampu mendekati dan berdiskusi dengan mereka yang melakukan kesalahan atau berbeda pendapat dengan kita, karena kebanyakan orang, tidak menyadari bahwa opini mereka itu salah maupun tidak sesuai

Sebelum mengakhiri opini ini, coba resapi skenario selanjutnya. Ketika Anda melihat pernyataan atau diskusi di media sosial yang tidak sesuai dengan kepercayaan Anda, daripada mencoba membantah atau bahkan mencaci orang tersebut.

Coba pikirkan apakah pernyataan yang diberikan mungkin menyakitkan suatu pihak, maka Anda boleh mencoba untuk mengingatkan. Namun jika pernyataan itu hanyalah pernyataan pribadi yang bersifat netral, maka akan lebih baik jika Anda mundur.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun