Mohon tunggu...
Alamsyah Nur
Alamsyah Nur Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Alex Noerdin Tak Mampu Urus Angkutan Batu Bara

2 November 2017   21:33 Diperbarui: 2 November 2017   22:20 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi jalanan di Sumatra Selatan masih memprihatinkan. Hampir semua titik jalan, terutama di Kota Prabumulih, khususnya Jalan Lingkar Kota Prabumulih hancur lebur dan rusak parah. Pertanyaannya, siapa yang bertanggungjawab dalam hal ini?

Kota Prabumulih

Kota Prabumulih merupakan kota perlintasan. Tidak kurang dari sembilan Kabupaten/Kota di Sumsel bila ingin ke Palembang maka harus melewati jalanan Prabumulih. Sebagai kota perlintasan, Prabumulih dilewati ribuan kendaraan setiap harinya. Sekilas tidak ada yang salah dalam hal ini, karena sudah menjadi konsekuensi bagi kota yang menempati perlintasan.

Bukan banyaknya kendaraan melintas itu yang menyebabkan jalanan di Kota Prabumulih rusak parah. Tapi kendaraan pengangkut Batubara dan Log Kayu yang menjadi "biang keroknya". Memang bukan dari daerah jauh, batubara itu diambil, tapi dari Prabumulih sendiri. Disini persoalannya, padahal Prabumulih yang berada di bagian Selatan dari Sumatra Selatan ini sudah dicatat sebagai daerah yang secara tegas menolak eksplorasi dan eksploitasi batubara.

Pemerintah setempat juga telah menerbitkan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) yaitu Perda Nomor 1 tahun 2014 yang melarang ekplorasi dan eksploitasi batubara. Perda ini dibuat cukup beralasan karena hampir separuh wilayah Prabumulih yang memiliki luas tidak seberapa (+ 434 km2), perut buminya kaya dengan mineral batubara. Bila dieksploitasi itu terus-menerus dibiarkan, maka bisa dibayangkan akan terjadi beribu kerusakan yang dialami oleh Prabumulih seperti yang terjadi di kebanyakan daerah tambang batubara di Sumsel.

Mineral hitam ini memang menjadi idola. Saat ini dibanyak daerah tidak sedikit masyarakatnya secara ilegal dan membabibuta menambang batubara seperti yang banyak ditemukan di Kabupaten lain Sumsel. Bahkan disepanjang jalan Lintas Tengah Kabupaten Muara Enim dengan mudah dapat ditemukan batubara yang sudah ada didalam karung yang dijual kiloan ke para tengkulak dan diangkut dengan angkutan berat melintas dengan gagah perkasa dijalanan yang ada di Sumsel.

Angkutan batubara yang berat dan selayaknya hanya diperuntukkan menjadi angkutan di lokasi tambang saat ini serta sudah berlangsung sejak kurang lebih 8 tahun terakhir melintasi jalanan yang menjadi urat nadi pergerakan perekonomian di Sumsel. Akibatnya, jalanan yang memang dibangun dan disiapkan untuk dilintasi kendaraan dengan tenaga tidak berlebih itu menjadi hancur lebur. Parahnya lagi perusahaan angkutan tambang seperti tidak peduli dan tidak bertanggung jawab untuk segera melakukan perbaikan jalan.

Yang paling miris adalah jalan lingkar Kota Prabumulih. Jalan yang memiliki panjang 21,5 km, dibangun dengan APBD Murni Kota Prabumulih yang menghabiskan biaya tidak kurang dari Rp 150 milyard, kondisinya sangat memperihatinkan. Jalanan yang sebelumnya sangat mulus itu dan menjadi salah satu ikon keberhasilan pembangunan Prabumulih menjadi rusak parah dan hancur lebur.  Saat ini jalanan itu seperti menjadi kubangan lumpur yang sangat tidak layak untuk dilewati lagi.

kondisi-sebelum-dan-setelah-terbaru-58d12420337a61f518982156-59fb37a774bbb027a9181b62.jpg
kondisi-sebelum-dan-setelah-terbaru-58d12420337a61f518982156-59fb37a774bbb027a9181b62.jpg
Saat hujan tiba maka jalan tersebut persis seperti kolam retensi kalau tidak mau disebut kubangan kerbau, dan saat musim kemarau maka partikel-partikel debu pun beterbangan kesana kemari menghiasi dan mewarnai langit Prabumulih.

Sulusi Walikota Prabumulih

Walikota Prabumulih Bpk Ir. H. Ridho Yahya, MM sudah berbuat dan berupaya maksimal dan seperti berjuang sendirian. Dibeberapa kesempatan bahkan beliau harus mengusir sendiri truk batubara yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman. Tentu upaya ini tidak akan menjadi besar bila tidak didukung oleh semua pihak yang berkepentingan, terutama Pemprov Sumsel. Karena "mata dan telinganya" pasti lumpuh, "Tangan dan Kakinya" juga tidak mungkin menjangkau 24 jam Kota Prabumulih.

Peraturan Walikota yang meminta seluruh angkutan berat seperti angkutan batubara dan log kayu melintas dijalan lingkar Prabumulih dan tidak melewati Jalan Jenderal Sudirman kecuali untuk angkutan sayur mayur dan sembako. Kenyataannya, pagi, siang dan malam angkutan batubara itu dengan bebas melintas bahkan dijalan-jalan kecil di permukiman penduduk Kota Prabumulih.

Walikota Prabumulih pun sudah membentuk tim terpadu untuk mengamankan jalur angkutan batubara dan log kayu. Tim ini berisikan berbagai stakeholder seperti Dishub, Pol PP, Kesbangpol, Yon zipur, Polres Prabumulih, dan lain-lain. Sejatinya tim ini bertugas agar kondisi jalanan di Prabumulih ini tetap terjaga dengan baik dan jalur distribusi pangan tidak terganggu.

Dampak Kerusakan

Rusaknya Jalan Lingkar Kota Prabumulih itu jelas membuat masyarakat Kota Prabumulih resah. Jalan lingkar yang sejatinya dibangun untuk menghidupkan perekenomian kota malah menjadi titik masalah yang seperti tidak punya solusi. Ditambah dengan kemacetan dan kesemerawutan menjadi pemandangan harian yang menghiasi jalan lingkar Prabumulih. Patah as, mesin mobil rusak, mobil terperosok dan terbenam dijalan lingkar yang rusak merupakan makanan harian penduduk sekitar.

Kemudian, dampak dari kerusakan jalan itupun membuat pungli dan preman jalanan merajalela. Sudah jamak didengar bahwa jalanan Lingkar Kota Prabumulih seperti arena menyabung nyawa. Para sopir angkutan batubara dan juga sopir-sopir angkutan lainnya diperas dijalan lingkar. 

Bahkan dikalangan sopir angkutan dan masyarakat awam tidak sedikit yang menyebut bahwa jalan lingkar Prabumulih seperti melewati Jalur Gazza. Jalan lingkar tersebut menjadi sangat tidak aman untuk dilewati terutama dimalam hari. Hampir setiap hari diharian lokal Prabumulih baik cetak maupun online seperti tidak berhenti memberitakan ditangkapnya para masyarakat yang melakukan praktik pungli terkait angkutan batubara.

Investor mikir seribu kali bila ingin menanamkan modalnya di Prabumulih. Sulitnya menggaet para investor mengindikasiakan bahwa para investor menganggap ada yang aneh dengan kondisi Kota Prabumulih dan salah satunya adalah praktik pungli berkepanjangan (kronis) di Kota Prabumulih. Padahal sudah jelas bahwa pungli yanga ada di Prabumulih itu secara umum adalah pungli jalanan karena banyak jalan yang rusak akibat melintasnya angkutan batubara dan log kayu.

Prabumulih hanya ke bagian debu dan jalan yang rusak saja. Hadirnya angkutan batubara tidak memberikan dampak apa-apa untuk Kota Prabumulih. Tidak ada perbaikan penghasilan dari lahirnya angkutan batubara di Prabumulih. Tidak bisa juga tercermin dalam instrumentasi PDRB Kota Prabumulih bahwa angkutan batubara memberikan dampak yang positif terhadap pendapatan warga kota Prabumulih.

Generasi terbaik Kota Prabumulih tidak sedikit yang telah menjadi tumbal dan korban serta beberapa harus meninggal dengan cara mengenaskan dijalanan akibat dari truk angkutan batubara. Pada tanggal 20 Maret 2016 sebagaimana diberitakan oleh Harian Prabumulih Pos, seorang Ibu Rumah Tangga tewas ditempat karena disenggol  mobil batubara. Ibu Sumiata (35) menjadi korban "kesekian" (tidak terhitung lagi) yang menjadi keganasan dari angkutan batubara. Ibu Sumiata melengkapi cerita miris korban ugal-ugalan dari adanya angkutan batubara.

kondisi-jalan-lingkar-timur-prabumulih-dari-kiri-nampak-mobil-angkutan-kayu-dan-dari-sisi-kanan-mobil-batubara-58d123c1337a610819982156-59fb37bdc252fa14684f6622.jpg
kondisi-jalan-lingkar-timur-prabumulih-dari-kiri-nampak-mobil-angkutan-kayu-dan-dari-sisi-kanan-mobil-batubara-58d123c1337a610819982156-59fb37bdc252fa14684f6622.jpg
korban-batubara-58d126723dafbd5d37538b50-59fb37c45169950fb7788bb2.jpg
korban-batubara-58d126723dafbd5d37538b50-59fb37c45169950fb7788bb2.jpg
Diagram kartesius dibawah ini yang bersumber dari Bappeda Provinsi Sumatera Selatan juga mengindikasikan bahwa daerah yang selama ini memiliki sumber daya alam dan mengeksplorasi serta memgekploitasi mineral batubara secara besar-besaran ternyata tidak linier dengan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari gambar diagram kartesius berikut ini:

diagram-kartesius-58d125d4f77e61ae12dc49ff-59fb37d91774da6e5a421d52.jpg
diagram-kartesius-58d125d4f77e61ae12dc49ff-59fb37d91774da6e5a421d52.jpg
Ke empat Diagram Kartesius diatas menunjukkan bahwa daerah pengeksplorasi dan pengeksploitasi tambang terutama batubara ternyata berada dikuadran (zona) merah atau kuning, sementara daerah yang tidak mengeksplorasi tambang batubara (contohnya: Kota Prabumulih) selalu berada dizona hijau dan biru. Hal ini sekaligus menunjukkan daerah yang berada dizona merah dan kuning membutuhkan perhatian (prioritas) lebih untuk di intervensi.  Sementara daerah yang berada dizona hijau dan biru dengan sedikit sentuhan saja mereka bisa meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri dan tidak perlu menjadi "pengemis program" kesana kemari.

Dimana Peran Pemprov?

Walikota Prabumulih sudah memberikan solusi. Lalu bagaimana dengan Pemprov Sumsel? Sejatinya, pengangkut batubara sudah memiliki jalur sendiri, yakni Jalan Servo Lintas Raya (SLR). Jalan Khusus angkutan batubara tersebut sudah diresmikan oleh Gubernur Alex Noerdin pada hari Rabu tanggal 28 Nopember 2012 di Desa Talang Bulan, Kecamatan Teluk Lubuk Kabupaten Muara Enim.

Pada saat itu pula Alex Noerdin menyatakakan bahwa "mulai tahun 2013, tidak akan ada lagi angkutan batubara yang melintas di jalan umum" sebagaimana juga dikutip dilaman republika.co.id. Namun kenyataannya, setelah hampir 4 tahun berlalu, angkutan batubara tetap saja melintasi jalan tersebut. Alex Noerdin lagi-lagi hanya berjanji, tidak memberikan pengawasan atas janjinya tersebut. Sehingga, selama dua periode kepemimpinannya tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap persoalan yang dihadapi Kota Prabumulih.

Menghadapi Pilkada 2018, anak kandung Alex Noerdin yakni Dodi Reza Alex akan ikut berkompetisi pada Pilgub nanti. Jika terpilih, mungkinkah Dodi mampu mengatasi persoalan yang tidak bisa dilakukan oleh ayahnya tersebut? Buah tak akan jatuh dari pohonnya, intinya sulit untuk dipercaya Dodi bisa melakukan itu. Apalagi, menjabat sebagai kepala daerah, Dodi terbilang masih anak bawang, sangat minim pengalaman.

Tulisan ini disadur dari Fikri Jamil Lubay (Penduduk Asli Prabumulih)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun