"Bila ada yang kasih uang terima saja uangnya ,tapi jangan dipilih "
 Jargon diatas sering di dengung-dengungkan oleh  para politikus yang tidak berpengalaman dan kurang informasi atau wawasan.
Karena kalau seseorang sudah menerima uang ,maka berarti  dia sudah masuk dalam perangkap.Jadi jargon tersebut di atas hanya merupakan pepesan kosong.
Lho,kenapa?Tentu pertanyaan seperti ini muncul dari kita ,yang lagi- lagi belum berpengalaman dalam dunia perpolitikan ,kurang wawasan dan informasi.
Maka untuk lebih memahami arti kalimat "masuk dalam perangkap" Â Saya akan menceritakan yang dialami oleh Calon Anggota legislatif (DPRD 2 Kabupaten)pada 2 periode terakhir Pemilu Legislatif,kita sebut saja namanya Diah.
Diah ini memiliki keluarga .Ada sepupu,ada keponakan dan ada pula keluarga dekat.Seluruh keluarganya ini
 ada pada TPS yang sama,katakan TPS 10.
Namanya pada keluarga tentu Diah berusaha untuk mengunjungi kerabatnya  dan menginformasikan bahwa dia akan ikut  mencaleg.Yang biasanya tidak lupa  menyampaikan pesan,"pilih saya, ya ,nanti dengan nomor urut..."
Setelah berkunjung dan menginformasikan bahwa dia akan mengikuti Pemilu legislatif,Diah tentu optimis akan mendulang suara di TPS 10,setidak ada kisaran 20 suaralah di situ.
Yah,yang namanya keluarga tentu saja selalu berprasangka baik,tidak mungkinlah mereka akan mengecewakan kerabatnya sendiri.
Memang bisa terpantau di TPS 10 itu,keluarganya ada sekitar 20 orang yang memiliki hak pilih.
Tapi betapa kecewanya Diah, begitu selesai kegiatan pencoblosan  hingga perhitungan suara pemilu legislatif, pada TPS 10 suara Diah nihil alias kosong.
Barangkali kekecewaan Diah sampai ke telinga keluarganya yang domisilinya di sekitar TPS 10 dan terdaftar sebagai pemilih di situ.Barangkali Diah mengungkap kekecewaannya kepada banyak orang atau bahkan ke keluarganya  sendiri.
Salah seorang dari keluarganya ,sebut saja namanya Sefty. Nah Sefty inilah yang banyak bercerita tentang hasil perhitungan suara dan nolnya suara Diah.
"Masalahnya kami dikasih uang sebesar Rp. 350.000 persuara.Jadi kami pilih yang ngasih uang.Kalau Diah ngasih uang tentu kami akan memilih dia "Kata Sefty menjawab pertanyaannya  orang-orang yang penasaran mengapa harus terjadi seperti itu.
Padahal saat itu berdasarkan kabar burung yang beredar harga satu suara hanya senilai Rp. 250.000.Â
Jadi besarnya uang yang digunakan untuk money politik perbedaannya sangat signifikan dengan pasaran yang diberikan oleh calon legislatif lainnya.
Bisakah  keluarga Diah menghindari dari perangkap Calon Anggota legislatif, sebut saja namanya Atak yang merupakan Bos sebuah perusahaan itu?Ternyata tidak.
Tapi saya tidak tahu bagaimanakah strategi yang dilakukannya Atak. Tapi menurut perkiraan saya,Atak begitu  menyerahkan uang langsung  berkata kepada keluarga Diah seperti ini.
"Kalian semuanya  ada 20  suara ,maka saya bayar Rp. 7.000.000 juta.Per satu suara  mendapatkan Rp 350.000. Jadi pada TPS 10 ,suara saya harus paling sedikit berjumlah 20 suara,bila kurang,maka saya minta dikembalikan uang yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah suara yang kurang,"
Barangkali seperti  di atas itulah  skenario pertama yang dilakukan oleh Atak kepada keluarga Diah.Â
Sedangkan  skenario kedua,barangkali Atak akan berkata  seperti ini kepada keluarga Diah:
" Saya bayar dulu Rp. 200.000 per satu suara,Karena ada 2o suara,maka saya bayar totalnya sebesar Rp. 4 .000.000.Sisanya dibayar setelah perhitungan suara selesai."
Skenario ketiga kemungkinannya  Atak berkata seperti ini kepada keluarga Diah:
"Kalian ada 20 suara maka akan bayar Rp.350.000 per suara.Berarti totalnya 20 suara dengan nilai uang Rp. 7.000.000.Tapi pembayarannya setelah perhitungan  suara ."
Tentu saja skenario pertama yang dilakukan Atak yang lebih kuat daya perangkapnya.Â
Kalau sudah begitu,bisakah orang-orang yang setelah menerima uang,kemudian tidak memilih calon Anggota legislatif yang memberi uang kepada mereka?
Tentu saja  sulit lepas dari perangkap tersebut.Apalagi yang menerima uang tersebut memang sangat membutuhkannya. Sefty dan keluarga memang keluarga  nyaris berada di bawah garis kemiskinan .
Tapi haruskah Sefty dan keluarganya demi uang Rp. 350.000 per suara harus mengecewakan keluarga mereka yang bernama Diah ,karena tidak memilihnya. Bukankah Rp. 350.00 itu hanya sekali mendapatkannya,sedangkan hubungan keluarga itu untuk seterusnya dan selamanya.
Haruskah mengorbankan hubungan keluarga hanya untuk mendapatkan kesenangan sesaat.
Keluarga itu lebih penting dari pada uang yang tidak seberapa itu,bahkan keluarga itu lebih penting dari tetangga sekalipun..
Karena keluarga itu juga yang suatu saat dapat kita butuhkan bantuannya atau yang tanpa kita minta akan membantu kita .
Tanpa uang kita harus tetap support keluarga,apalagi keluarga kita itu sangat potensial.
Jadi yang harus kita lakukan ketika pemilu legislatif, jangan coba-coba untuk menerima uang dari calon Anggota legislatif,walau dimaksudkan  tetap untuk tidak memilihnya. Kerena nantinya kita akan terperangkap oleh perangkapnya.
Terkait dengan  keputusan pemerintah baru-baru ini,yaitu  tetap pada Sistem pemilu berdasarkan proporsional terbuka itu merupakan pilihan yang sudah tepat. Yang kita butuhkan sekarang adalah bagaimana membumi hanguskan perilaku Money Politik ini di bumi Indonesia kita ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H