Mohon tunggu...
Alamsyah M. Djafar
Alamsyah M. Djafar Mohon Tunggu... -

Menulislah hingga masa dimana kita tak bisa lagi menulis. http://alamsyahdjafar.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Reformasi Keguguran!

19 Juli 2012   10:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:47 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Isu ini penting bagi masa depan reformasi bukan?”

“Ya itu sudah saya katakan juga!” suara Hasbullah lebih tinggi lagi. Berhenti sebentar, ia melanjutkan. “Aku kira beliau tidak ngerti jalan pikiran kita. Kalau RUU betul-betul lolos, bangsa ini dalam keadaan bahaya. Gerakan mahasiswa di negeri ini bakal selesai!” tangannya menggaris di leher. “Tidak habis pikir!”

Hasbullah dan Abror benar. Persiapan turun aksi esok itu sungguh sudah kami persiapkan benar. Mulai dari isu, poin-poin tuntutan, struktur aksi, rute jalan dan lokasi aksi, taktik kontra intelejen agar aksi tak disusupi dan skenario penyelamatan jika aksi kisruh. Hasbullah pula yang meyakinkan kami jika RUU Pengendalian Keadaan Genting  yang sedang digodok penting dan harus ditolak. Diskusi soal tema ini kami lakukan beberapa kali. Saya suka sekali tema perdana diskusi yang dibuat Hasbullah.  Kedengarannya hebat sekali. Bergidik saya membacanya: “Menakar RUU PKG : Reformasi Keguguran!”

Tak cukup di forum diskusi, obrolan dilanjutkan di warung kopi dan kos-kosan.

“RUU ini mirip Supersemar. Jika benar-benar disetujui, jenderal ini yang akan mengambil alih kekuasaan,” ujar Hasbullah suatu pagi di kosnya yang dijejali buku-buku. Lelaki yang lebih mirip pecandu narkoba itu menuding gambar seorang jenderal bertampang dingin pada muka koran yang baru dibelinya. Dilemparkannya ke arah saya, Abror, dan Farisi seperti ingin meminta jawaban.

“Aturan itu alat melanggengkan kekuasaan penguasa tiran-militeristik. Kalau lolos, atasannya akan bebas dari hukum. Juga kroni-kroni yang sudah menyengsarakan rakyat. Penguasanya tetap militer. Reformasi jelas keguguran! Kalau sudah begitu, kita tidak bisa menyeret mereka ke meja pengadilan. Bisa-bisa orang macam kita banyak ngekos di penjara. Dalihnya jelas: demi mengatasi keadaan genting negara mahasiswa dan aktivis kritis dibungkam. Apa ini bukan bahaya? Kita harus melawan! Tolak RUU itu!” Hasbullah seperti tengah berada di jalanan sambil memegang corong mikrofon.

Diam-diam saya mengagumi keyakinan dan analisis sahabat saya itu. Ia seperti Tan Malaka muda. Pembaca, aktivis tulen, kritis, pemberani. Seperti Tan yang berpindah-pindah negara, ia juga sering berpindah-pindah tempat tinggal karena sering telat bayar kos.

Saya kira apa yang dipikirkan Hasbullah itulah yang membuat ratusan mahasiswa dan para aktivis jalanan bersemangat menolak RUU dengan membanjiri jalanan selama beberapa minggu. Pikiran semacam itu pernah saya baca juga di beberapa kolom harian nasional.

Dua hari lalu aksi penolakan RUU di depan kampus kami kisruh. Aksi dijaga tentara dan polisi bersenjata. Mereka ada di seberang jalan dan belakang gedung kampus. Di langit kampus, helikopter polisi menderu-deru. Suaranya menindas-nindas keberanian para demonstran yang berteriak di tengah jalan menghadap ban-ban yang mereka bakar sebelumnya. Ratusan lainnya berkerumun di bibir jalan, bergerombol di balik pagar kampus.

Kericuhan meledak setelah puluhan tentara dan polisi memaksa mematikan api dari ban yang dibakar. Demonstran melawan. Menyerang mereka dengan bambu bendera dan botol air mineral. Tiba-tiba dari seberang jalan, gas air mata ditembakan. Jatuh di tengah-tengah lingkaran para demonstran. Mahasiswa yang menonton berteriak dan sebagian malah merangsek ke jalan. Dari atas langit, helikopter yang meraung-meraung menjatuhkan beberapa gas air mata. Suasana jadi putih dan centang perenang. Ratusan mahasiswa menghambur ke mana-mana. Untuk beberapa saat senjata menyalak-nyalak. Saya tak tahu adakah korban tewas hari itu.

“Teman-teman, kita harus datang ke Ragunan sekarang!” Perintah Hasbullah malam itu. Ragunan daerah tempat si tokoh tinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun