Penting dalam alat sistem persenjataan (alutsista) di Indonesia untuk terus melakukan peremajaan dan penggunaan alutsista dalam negeri. Ini pulalah yang selalu digemakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terkait adanya alutsista di TNI yang sudah usang dan diganti.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan alutsista Indonesia harus diremajakan. Peremajaan alutsista, kata Ryamizard, adalah mengganti yang sudah usang.
“Yang sudah tua diganti,” kata Ryamizard di sela-sela menghadiri KTT IORA di JCC, Senayan, beberapa waktu lalu.
Proses peremajaan alutsista tentunya dilakukan secara bertahap, sehingga dapat melanjutkan dari yang sebelumnya.
Bukan hanya kemandirian dalam membeli dan menggunakan alutsista, namun kemandirian dalam merawatnya juga merupakan bentuk kemandirian yang penting.
Dalam kasus-kasus di mana berbagai peralatan dan produk pertahanan dibeli dari negera luar dan alih teknologi tidak dilakukan secara penuh, dan tentunya perawatan terhadap berbagai peralatan pertahanan membutuhkan bantuan dari negara produsen.
Dalam hal ini, pembelian produk pertahanan selalu diikuti bantuan peralatan dan penyediaan suku cadang. Di sinilah letak pentingnya kemandirian dalam merawat.
Kita harus mengetahui. Pengalaman Indonesia saat terkena embargo militer dari Amerika Serikat pada 1999-2005 menunjukkan bahwa tidak setiap pembelian berbagai alat pertahanan, terutama alutsista, bisa membuat kita mandiri dalam merawat alutsista buatan negara lain.
Pada saat itu, kesulitan dalam merawat berbagai alutsista yang ada sangat dirasakan Indonesia. Berbagai pesawat militer milik Indonesia tidak bisa digunakan (grounded).
Peralatan pertahanan strategis Indonesia yang tidak bisa digunakan antara lain pesawat F-16, F-5, Hercules C-130, dan Hawrk-109/2019. Pesawat-pesawat ini tidak bisa terbang karena Amerika Serikat dan Inggris tidak memberikan suku cadang untuk perawatan rutin.
Karena itulah, penting kemandirian dalam perawatan alutsista yang merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan.