Jakarta, -- Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan pilar utama perekonbomian Indonesia, berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) serta menyediakan lapangan pekerjaan yang sangat penting. Namun, memasuki tahun 2025, sektor ini dihadapkan pada sejumlah tantangan berat yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan pemangku kepentingan terkait.
Yoyok Pitoyo, Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), mengungkapkan pandangannya mengenai outlook UMKM pada tahun 2025. Dalam pandangannya, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan, yaitu pembenahan sistem database UMKM melalui platform OSS khusus UMKM dan perlindungan terhadap produk lokal dari serbuan produk impor.
Selain itu, Yoyok juga menyoroti dampak kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang diprediksi akan membebani UMKM, serta perlunya kebijakan jaminan sosial yang melibatkan pelaku UMKM dengan pendapatan di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
Pertumbuhan Ekonomi dan Perubahan Perilaku Konsumen
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan stabil dengan angka PDB yang tumbuh sebesar 5,1% pada tahun 2024 dan 5,2% pada tahun 2025. Meskipun demikian, Yoyok Pitoyo mengingatkan bahwa stabilitas ekonomi tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan UMKM, karena mereka masih menghadapi berbagai tantangan struktural yang belum sepenuhnya terselesaikan.
Yoyok menjelaskan bahwa meskipun konsumen Indonesia tetap membeli produk dan jasa yang dibutuhkan, mereka cenderung semakin selektif dalam memilih merek dan produk. Oleh karena itu, UMKM di Indonesia harus terus berinovasi dan meningkatkan kualitas produk mereka untuk dapat bersaing.
Perkembangan sektor teknologi dan komunikasi juga menjadi peluang besar bagi UMKM untuk mengembangkan bisnis mereka. Yoyok berharap bahwa pelaku UMKM dapat memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produk dan mengakses pasar yang lebih luas.
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah: Kebutuhan akan OSS Khusus UMKM
Salah satu kritik utama yang disampaikan oleh Yoyok adalah pengelolaan data UMKM yang masih belum terintegrasi dengan baik antara kementerian terkait. Saat ini, data UMKM tersebar di berbagai kementerian, seperti Kementerian Koperasi dan UMKM serta Kementerian Perindustrian. Akibatnya, kebijakan yang diambil sering kali tidak tepat sasaran dan tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh pelaku UMKM di lapangan.
Untuk itu, Yoyok mengusulkan agar sistem Online Single Submission (OSS) yang sebelumnya dikelola oleh Kementerian Investasi dan BKPM, dialihkan dan dikelola secara khusus oleh Kementerian UMKM. "Dengan adanya OSS khusus UMKM yang dikelola oleh Kementerian UMKM, pemerintah dapat lebih memahami kesulitan yang dihadapi pelaku UMKM dan memiliki data yang lebih akurat terkait potensi dan tantangan yang mereka hadapi," ujarnya.
Menurut Yoyok, dengan data yang lebih terintegrasi, kebijakan yang diambil akan lebih efektif dan dapat langsung menyasar permasalahan yang ada di lapangan. Salah satu contoh konkret yang sering dihadapi adalah penghapusan kredit macet yang tidak terdata dengan baik, sehingga kebijakan tersebut menjadi tidak efektif.
Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap UMKM
Salah satu kebijakan yang mendapat sorotan tajam adalah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Yoyok menilai bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak negatif bagi UMKM, terutama yang masih dalam tahap pemulihan setelah dampak pandemi COVID-19.
Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap UMKM
"Jika PPN naik, harga jual produk akan meningkat, yang tentunya akan mengurangi daya beli konsumen. Sebagai contoh yang paling sederhana, jangan terkejut jika suatu saat kita makan di warteg, ukuran tempe gorengnya akan semakin tipis, setipis KTP," ungkap Yoyok dengan nada serius. Menurutnya, hal ini mencerminkan betapa besarnya dampak kebijakan tersebut terhadap sektor yang rentan seperti UMKM.
Kenaikan PPN, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, seharusnya tidak memberatkan pelaku usaha kecil. Oleh karena itu, Yoyok mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif khusus bagi UMKM, misalnya dengan menetapkan tarif PPN yang lebih rendah atau pengecualian bagi produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM dengan omzet tertentu.
Proteksi Produk Lokal dan Serbuan Produk Impor
Proteksi Produk Lokal dan Serbuan Produk Impor
Selain tantangan internal, UMKM juga dihadapkan pada persaingan ketat dengan produk impor yang semakin membanjiri pasar domestik. Produk-produk dari luar negeri, terutama dari China, sering kali memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal, membuat konsumen lebih tertarik untuk membeli barang impor.
"Jika tidak ada kebijakan proteksi yang tegas, produk lokal akan semakin terpuruk dan kalah bersaing. Pemerintah harus segera memberlakukan regulasi seperti tarif impor yang lebih tinggi atau memberikan subsidi bagi produk lokal agar pelaku UMKM bisa bersaing secara sehat," kata Yoyok.
Selain itu, ia juga mendesak pemerintah untuk segera meluncurkan kampanye besar-besaran untuk mendukung produk lokal melalui berbagai saluran, seperti media sosial dan e-commerce, guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap produk buatan Indonesia. Kampanye ini tidak hanya akan meningkatkan kesadaran, tetapi juga membangun rasa kebanggaan terhadap produk lokal.
Rekomendasi Strategis untuk UMKM 2025
Untuk memastikan keberlangsungan UMKM di masa depan, Yoyok memberikan beberapa rekomendasi strategis yang perlu diterapkan:
1.Implementasi OSS Khusus UMKM:
Pemerintah harus mempercepat penerapan dan pengelolaan sistem OSS yang terintegrasi khusus untuk UMKM, agar kebijakan yang diambil lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha.
2.Pengecualian PPN untuk UMKM:
Kebijakan kenaikan PPN harus disertai dengan pengecualian atau pengurangan tarif bagi UMKM, terutama yang memiliki omzet di bawah batas tertentu, untuk meringankan beban pelaku usaha.
3.Proteksi untuk Produk Lokal:
Pemerintah harus segera menerapkan kebijakan proteksi terhadap produk lokal, seperti tarif impor yang lebih tinggi untuk produk impor yang bersaing langsung dengan produk UMKM Indonesia.
4.Digitalisasi UMKM:
Pelaku UMKM perlu didorong untuk memanfaatkan teknologi digital dalam berbagai aspek usaha mereka, mulai dari pemasaran hingga manajemen keuangan, untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar domestik dan internasional.
5.Jaminan Sosial untuk Pelaku UMKM:
Dengan pendapatan yang sebagian besar masih berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR), pelaku UMKM perlu mendapatkan jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah harus memastikan bahwa iuran jaminan sosial bagi UMKM yang berisiko tinggi dapat ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah untuk meringankan beban mereka.
Membangun Harapan Baru di Tengah Tantangan
Tahun 2025 akan menjadi tahun yang penuh tantangan sekaligus peluang bagi UMKM di Indonesia. Dengan langkah-langkah konkret yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan UMKM, baik melalui kebijakan yang berpihak, digitalisasi, dan proteksi produk lokal, sektor UMKM di Indonesia dapat terus berperan sebagai pendorong utama ekonomi nasional.
"UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Untuk membangun ekonomi yang kuat, kita harus mulai dengan memberdayakan UMKM. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi UMKM agar mereka bisa tumbuh dan berkembang," tutup Yoyok dengan penuh optimisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H