Instant gratification atau pemenuhan kepuasan instan adalah fenomena psikologi yang mengacu pada keinginan manusia untuk mendapatkan kepuasan secara segera tanpa menunggu. Fenomena ini menjadi semakin signifikan di era modern ketika teknologi banyak membantu aspek kehidupan seperti komunikasi, informasi, hiburan, dan layanan lainnya menjadi lebih cepat dan mudah diakses.
Keinginan untuk mendapatkan sesuatu secara instan untuk memenuhi kepuasan disebut dengan instant gratification, kepuasan yang didapatkan tidak berlangsung lama atau hanya sesaat, instant gratification adalah keinginan seseorang akan kepuasan sesaat tanpa memikirkan efek jangka panjangnya.
Fenomena ini pernah diteliti oleh Walter Mischel, seorang professor dari Stanford University pada tahun 1960-an. Dalam penelitian ini, Mischel mengajak ratusan anak-anak berumur empat sampai lima tahun ke dalam sebuah ruangan secara bergantian dan memberikan marshmallow di atas meja untuk melihat kemampuan pengendalian diri (self-control) mereka. Jika mereka berhasil tidak memakan marshmallow hingga dia kembali, mereka akan diberi satu buah marshmallow lagi sebagai hadiah. Penelitian lanjutan yang dilakukan beberapa puluh tahun kemudian menyatakan bahwa anak-anak yang mampu menahan diri untuk tidak memakan marshmallow lebih sukses daripada anak-anak yang tidak mampu menahan diri tidak memakan marshmallow pada saat penelitian.
Melakukan pemenuhan kepuasan instan tidak selalu berdampak buruk. Hanya saja jika dilakukan berulang kali perilaku quick-fix tersebut dapat mengurangi kesehatan dan kualitas hidup kita. Otak kita terus berubah sebagai respons terhadap apa yang kita lakukan dan hal-hal yang kita perhatikan. Misalnya, setiap kali kita memakan makanan yang tidak sehat atau menghabiskan banyak waktu dalam media sosial, jalur otak kita untuk melakukan tindakan tersebut diperkuat seiring berjalannya waktu. Akibatnya, kita akan lebih mudah untuk jatuh ke dalam pola yang sama di lain waktu dan lebih sulit untuk memutus siklus tersebut.
Selain itu, dalam upaya kita untuk mendapatkan hasil yang instan, kita mulai mengalami lonjakan dopamin di otak kita jauh sebelum kita mendapatkan balasan yang sepadan (Malikha, 2021 ). Instant gratification juga membuat kita cepat puas akan kebahagiaan sesaat dan memperbesar kemungkinan kita teralihkan dari tujuan-tujuan jangka panjang yang lebih bermakna. Dengan demikian, mulai melakukan delayed gratification atau menunda kepuasan sesaat adalah solusi yang perlu generasi muda pelajari untuk kembali menyeimbangkan diri mereka. Melalui delayed gratification kita diajarkan untuk bersabar, berkemauan keras, dan mengendalikan diri untuk mendapat hasil yang sepadan di kemudian hari (Gao & Wang, 2021).
Ketergantungan yang berlebihan pada pemenuhan kepuasan instan dapat mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang lebih bermakna. Hal tersebut juga dapat menyebabkan dampak buruk pada aspek ekonomi, sosial, dan kesehatan masing masing individu. Itulah mengapa sangat penting bagi kita untuk sadar akan pentingnya hidup seimbang dan berhati-hati dalam mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan yang kita tentukan setiap harinya. Merasa puas akan suatu pencapaian bukanlah hal yang salah. Namun, mampu menahan diri  demi pencapaian yang lebih besar di kemudian hari ternyata bisa memberi dampak lebih  besar, loh! Konsep ini disebut sebagai delayed gratification yang bertujuan untuk membentuk  mental agar lebih bersabar ketika menginginkan sesuatu. Delayed gratification bisa  diterapkan untuk melatih anak supaya ngga terbiasa mendapat kepuasan secara instan.
Konsep Dlayed GratificationÂ
Delayed gratification adalah cikal bakal regulasi diri. Konsepnya bermula dari eksperimen seorang psikolog, Walter Mischel, pada tahun 1970-an. Ia membuat eksperimen berjudul "The Marshmallow Test" yang melibatkan anak-anak sebagai peserta. Dalam tes tersebut, setiap anak diberikan dua pilihan. Pilihan pertama adalah diberikan satu marshmallow dan bisa langsung memakannya, sementara pilihan kedua adalah diberikan dua marshmallow, namun harus menunggu 15 menit untuk memakannya.
Manfaat Delayed Gratification Seperti yang dijelaskan sebelumnya, delayed gratification adalah kemampuan menahan diri untuk menunda mendapatkan kesenangan saat ini demi meraih sesuatu lebih berharga di masa depan. Kemampuan ini berpengaruh pada masa depan anak yang lebih baik. Secara spesifik, anak yang dapat menunda kepuasannya dinilai mempunyai kemampuan sosial dan akademis lebih baik, lebih fasih secara verbal, berpikir lebih rasional, mempunyai perhatian yang terencana, serta mampu menghadapi stres. Anak yang terbiasa menahan diri atas kepuasaan akan berdaya juang lebih tinggi, mampu menentukan tujuan, dan lebih optimis.Â
Melatih sikap mengendalikan diri Mengendalikan diri erat kaitannya dengan kesabaran. Pembiasaannya adalah memintanya menunggu sebelum permintaannya dikabulkan. Sebagai contoh, berikan waktu 15 atau 20 menit untuk mewujudkan keinginannya. Hal ini mengajarkan anak mengontrol diri karena semuanya butuh proses. Dengan demikian, amarahnya terkendali dan memahami kondisi. Mengalihkan perhatian dengan kegiatan positif Saat anak menginginkan sesuatu dan harus segera dituruti, alihkan perhatiannya dengan kegiatan positif. Ajaklah melakukan aktivitas menyenangkan agar sejenak melupakan permintaannya. Latihan ini membentuk kemampuan menghibur diri sendiri agar tidak terpaku pada keinginan sesaat atau yang belum mampu diwujudkan.
Memberikan Tantangan