Rasanya, tak perlu malu untuk belajar dari kesuksesan Orde Baru (ORBA) dalam program pembangunan keluarga sejahteranya. Terbukti program tersebut sukses mendapat penghargaan UN Population Award dari PBB sebagai negara dengan program kependudukan terbaik sedunia. Lebih membanggakan lagi karena pada akhirnya program kependudukan Indonesia menjadi acuan dunia sejak Konferensi Kependudukan Dunia 1994 di Kairo, Mesir.
[caption caption="Ayo Ikut KB, 2 anak lebih baik (Sumber BKKBN)"]
Sayangnya di era reformasi program kependudukan Indonesia yang menjadi acuan program kependudukan dunia tersebut mulai diabaikan. Program Keluarga Berencana (KB) dengan slogannya “Dua Anak Cukup” seperti dibiarkan mati suri. Akibatnya, laju pertumbuhan penduduk yang terus mengalami tren menurun sejak era ORBA akhirnya kembali naik di era reformasi. Jumlah penduduk pun meningkat drastis, implikasinya keluarga, masyarakat dan negara harus menanggung beban yang semakin berat untuk memenuhi kebutuhan dasar. Selain laju pertumbuhan penduduk yang meningkat, angka kematian ibu (AKI) juga meningkat drastis. Padahal angka kematian ibu merupakan salah satu indikator penting derajat kesehatan ibu, kualitas pelayanan kesehatan serta kesejahteraan sebuah bangsa.
[caption caption="Membangun keluarga membangun bangsa (Sumber Kompasiana.com)"]
Karena menjadi indikator penting terkait kesejahteraan bangsa, maka penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam Program Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs). Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, rata-rata angka kematian ibu tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI tahun 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Rata-rata angka kematian ibu yang tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2012 menunjukkan masih jauh dari target MDGs yaitu angka kematian ibu 102 per 100 ribu kelahiran hidup. Masih tingginya angka kematian ibu harus dibaca sebagai potret atas kegagalan pemerintah dalam pemenuhan hak dasar keluarga seperti kesehatan dan pendidikan. Maka sangat wajar ketika dalam pidato sambutannya di Harganas, Jokowi memberi pesan khusus kepada Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan untuk serius menangani masalah pendidikan dan kesehatan dengan mengembalikan peran keluarga dalam membangun karakter bangsa.
Kita sangat menyadari bahwa keluarga yang berkarakter sangat ditunggu untuk Indonesia yang berkarakter di masa depan. Keluarga yang berkarakter akan membawa pada kejayaan Indonesia. Dan Harganas adalah momentum tepat untuk menggaungkan gerakan nasional pembangunan kependudukan dan keluarga di Indonesia. Momentum tepat kebangkitan revolusi mental untuk membangun keluarga sebagai pondasi membangun bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H