Mohon tunggu...
Alaek Mukhyiddin
Alaek Mukhyiddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Aktivis Ahlusunnah Wal Jamaah

adalah penggagas Jam'iyah sastra di pondok pesantren Sidogiri, sekaligus menjadi ketua perdananya. saat ini menjabat sebagai pemimpin Redaksi Majalah Nasyith. ia juga aktif sebagai aktivis ahlusunah wal jamaah dan menjabat sebagai anggota tim fatwa Annajah Center Sidogiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Kecil di Tengah Makam

20 September 2019   07:05 Diperbarui: 20 September 2019   07:29 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja telah luntur berganti malam. Di sebuah desa yang tak mengenal agama dan penganut ideology jawa tulen yang banyak menaruh sesajen dan percaya pada hal mistik, nampak Raisya, seorang anak berusia sepuluh tahun berlari tergesah-gesah menuju arah makam. 

Sebuah makam tak terawat yang terletak sekitar lima ratus meter sebelah kanan dari jalan raya. Entah sejak kapan Raisya mulai menempati makam sepi nan sunyi itu sebagai tempat tinggal, padahal jalan menujunya harus dilalui dengan tanpa rumah atau hiruk-pikuk masyarakat setempat. 

Berarti dia tinggal seorang diri! Entahlah, tiada orang yang tahu mengenai itu. Toh,Tidak ada yang istimewa dari makam itu. Hanya makam sebagai mestinya yang berjejer rapi dengan ditumbuhi beraneka ragam pepohonan di sana sini. Menurut pengakuan warga, tempat makam tersebut angker. 

Sering tertangkap mata seorang sepuh berpakaian serba putih serta berjenggot panjang. Sehingga tidak seorangpun yang berani mendekati area makam tersebut kecuali Raisya yang menjadi penghuni tetapnya. Sudah banyak warga yang mengingatkan pada Raisya akan keangkeran makam itu, tapi Raisya tetap menepisnya. 

Makam tersebut seakan menjadi aura magnet magis bagi Raisya sehingga setiap senja meleleh Raisya akan menuju makam itu sampai larut malam hingga pagi datang. Baru setelah pagi Raisya akan membaur bersama teman sebayanya. Karena dia hanya hidup sebatang kara, maka Raisya menjadikan makam itu sebagai tempat pulang saat malam. Orang-orang yang melihatnya dibuat geleng-geleng tak percaya. 

Pun, sebenarnya masyarakat tidak tahu kalau Raisya adalah Namanya, yang mereka tahu tentangnya hanyalah seorang gadis kecil aneh yang tinggal di area pemakaman. Hanya saja di depan teman bermainnya Raisya mengenalkan namanya.

"Mungkin ada kelainan jiwa dalam diri Raisya atau terkena guna-guna atau kemasukan jin makam atau ah, sudahlah."

Begitulah anggapan masyarakat padanya. Banyak spekulasi yang beterbangan tentang kepribadiannya. Padahal Raisya adalah seorang anak kecil yang cacat (Calon Cantik) kulitnya putih seputih hati kecilnya. Matanya bening sebening tutur katanya. 

Terdapat lesung di kedua pipinya saat tersenyum bahagia, membuat orang yang melihat ingin mencubit dengan gemasnya. Detik berlalu menjadi menit, menit menjadi jam dan jam menjadi hari, namun tetap saja teka teki mengenai Raisya tak juga terpecahkan.

***

Saat Malam dihiasi bulan purnama tampak Raisya membaca lafal perlafal dari kitab yang dipegangnya. Kitab al-quran yang hanya Raisya yang punya dari sekian kepala warga desa. Tunggu! Ternyata Raisya tak membacanya sendirian. Terdapat kakek bergamis putih, bersurban putih serta surban yang diikat ke kepala berwarna putih. 

Persis seperti penampakan yang dilihat para warga. kakek itu mengajari Raisya bagaimana cara membaca yang benar serta menjelaskan arti kandungan dari lafal-perlafalnya. Setelahnya kakek itu mengajari Raisya bagaimana cara menyembah tuhan yang benar serta cara meminta sesuatu pada tuhan agar terkabulkan. 

Tentunya bukan dengan menaruh beraneka ragam makanan di bawah pohon besar, tapi dengan cara sembahyang dengan khusuk dan memusatkan pikiran pada tuhan itu sendiri. Barulah setelah tengah malam, Raisya akan tidur di pangkuan kakek itu. 

Raisya akan tidur di bawah elusan tangan kasih sayang kakek itu. Kasih sayang di dunia yang akan mengantarnya menuju surga. Entah siapa kakek itu sebenarnya, penjaga makamkah, atau keluarga Raisya yang masih tersisa atau jangan-jangan!

***

Pagi itu, seperti biasa Raisya keluar dari area pemakaman untuk bermain bersama teman-teman seusianya. Biasanya mereka bermain petak umpet, tapi karena sudah bosan, mereka hanya duduk-duduk di pepatang sawah. 

Raisyapun berdiri dan memunguti rumput yang tumbuh di sana. Satu persatu ia sambung hingga tampak seperti tali yang berwarna hijau. Raisya berkata pada teman-temannya:

" aku akan memberi kalian hadiah yang menarik." Lantangnya sambil terus menyambung satu rumput pada rumput lain. Satu ikat, dua ikat, tiga ikat hingga temannya mendapat satu persatu di tangannya. 

Lantas Raisya mulai mengais buah bundar mungil disekelilingnya dan melubangi bagian tengahnya setelah kemudian memasukkan buah kecil itu pada rumput atau lebih miripnya tali. Setelah jadi, Raisya memperlihatkannya pada teman-temannya.

"Gelang yang besar." Seru teman Raisya

"namanya bukan gelang tapi ini tasbih." Raisyapun menjelaskan nama benda itu pada temannya. Setelah itu Raisya menjelaskan Panjang lebar kegunaanya, tapi yang membuat Raisya kesulitan adalah mengajari wirid untuk menjadi pijakan tasbih diputar. Setiap hari satu lafal yang Raisya ajarkan. Setiap hari pula raisya memeras keringat agar mereka lancar melafalkannya.

"Satu lafal yang kalian baca harus sama dengan satu buah tasbih yang kalian putar. Semakin banyak kalian melafalkannya, maka akan semakin besar hadiah yang akan kalian dapatkan." Ujar Raisya sekaligus mengakhiri pertemuan mereka. Teman-teman Raisyapun pulang dengan tasbih yang melekat di tangan mereka. 

Mereka tertarik dengan hadiah yang akan didapatkan kalau membaca banyak-banyak lafal yang Raisya ajarkan. Maklum anak kecil yang tergiur kalau ada hadiahnya.

Tanpa disadari hal itu berimbas pada kebingungan kedua orang tua mereka. Satu-persatu dari mereka ditanyakan banyak hal. Seperti, benda apa itu? Apa kegunaannya? Dapat dari mana? . tetap saja final akhirnya Raisyalah yang dicari dan diminta klarifikasi atas adopsi yang ia tanamkan di hati anak mereka. 

Para orang tua tidak terima kalau anaknya menjadi tidak waras dengan mengerjakan hal yang tak berguna. Para orang tuapun bersepakat untuk menangkap Raisya untuk diintrogasi dengan banyak pertanyaan.

Besoknya, saat Raisya bermain Bersama teman-temannya, para warga mengerumuni Raisya dan hendak menangkapnya, namun gerakannya sangat lincah sehingga ia dapat lolos dari tangan jalang para warga. Raisya berlari dengan cepatnya menuju area makam. 

Mulanya para warga ragu-ragu untuk memasukinya, tapi karena rasa penasaran pada gadis kecil itu, mereka nekat juga mengejarnya masuk lebih dalam ke area pemakaman.

Nampak Raisya mungil yang berlindung di kaki kakek tua serba putih itu. Para warga berhenti dengan hati yang penuh tanda tanya. Siapa sebenarnya Raisya? Dan siapa kakek tua yang bersamanya?

***

Dua belas tahun yang lalu

Saat itu Raja Mataram hendak mengundang seluruh ulama di nusantara untuk menghadiri jamuan yang akan diadakan di istana utama. Hal itu membuat berbondongnya para ulama memenuhi seruan sang Raja, tak terkecuali Sayid Abdurrahman yang berangkat bersama istri tercinta, padahal saat itu sang istri sedang hamil tua. 

Tepat di suatu daerah yang sepi akan warga dan penuh dengan kuburan, sang istri jatuh sakit dan mengeluh tak bisa melanjutkan perjalanan lagi. Sayid Abdurrahman sengaja membuat gubuk di pinggir area pemakaman sebagai tempat tinggal, mengingat status mereka adalah perantau, yang tak memiliki apapun tuk dijadikan teduhan hidup, akibatnya tak lama setelah itu, penyakit yang diidam sang istri semakin membabi buta sehingga membuatnya meninggal dunia. 

Sayid Abdurrahman menangis, hatinya menjerit teriris-iris, tapi beliau mencoba tegakkan tiang penyangga agar jiwanya tak patah akibat sedih yang mencerca.  Jenazah istri beliaupun dikebumikan di area makam tersebut.

 Istri Sayid yang sudah meninggal itu, ternyata rohnya masih dapat mengeluarkan anak dalam Rahimnya dengan selamat. Aneh dan mustahil diterima akal memang, tapi melihat kedekatannya dengan sang tuhan, hal itu mudah saja dilakukan. Tinggal minta, pasti dikabulkan. 

Ingat! Kalau Para nabi punya mukjizat, maka para waliyullah punya karamah. Setelah itu anak perempuan itu dititipkan pada sahabatnya yang bernama Balyan bin Malkan (Nabi Khidir) untuk dibesarkan dan disusupi berbagai ilmu agama agar nanti dapat mengajarkannya pada warga setempat. Kelak anak itu akan dikenal dengan nama Raisya.

***

Andai para warga itu Beragama islam, mungkin mereka akan mafhum dengan cerita realita di atas. Andai masyarakat yang mengejar Raisya tahu, siapa dirinya sebenarnya, mungkin mereka akan menghormatinya. Andai para warga tahu siapa kakek yang berada di hadapan Raisya, mungkin mereka akan minta doa barakah dan kemulyaan dengan surga. 

Andai mereka tahu bahwa di sana ada makam salah satu auliyaillah, mungkin makam itu akan direnovasi ulang dengan batu-batu muliya pilihan. Ah, andai saja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun