Mereka tertarik dengan hadiah yang akan didapatkan kalau membaca banyak-banyak lafal yang Raisya ajarkan. Maklum anak kecil yang tergiur kalau ada hadiahnya.
Tanpa disadari hal itu berimbas pada kebingungan kedua orang tua mereka. Satu-persatu dari mereka ditanyakan banyak hal. Seperti, benda apa itu? Apa kegunaannya? Dapat dari mana? . tetap saja final akhirnya Raisyalah yang dicari dan diminta klarifikasi atas adopsi yang ia tanamkan di hati anak mereka.Â
Para orang tua tidak terima kalau anaknya menjadi tidak waras dengan mengerjakan hal yang tak berguna. Para orang tuapun bersepakat untuk menangkap Raisya untuk diintrogasi dengan banyak pertanyaan.
Besoknya, saat Raisya bermain Bersama teman-temannya, para warga mengerumuni Raisya dan hendak menangkapnya, namun gerakannya sangat lincah sehingga ia dapat lolos dari tangan jalang para warga. Raisya berlari dengan cepatnya menuju area makam.Â
Mulanya para warga ragu-ragu untuk memasukinya, tapi karena rasa penasaran pada gadis kecil itu, mereka nekat juga mengejarnya masuk lebih dalam ke area pemakaman.
Nampak Raisya mungil yang berlindung di kaki kakek tua serba putih itu. Para warga berhenti dengan hati yang penuh tanda tanya. Siapa sebenarnya Raisya? Dan siapa kakek tua yang bersamanya?
***
Dua belas tahun yang lalu
Saat itu Raja Mataram hendak mengundang seluruh ulama di nusantara untuk menghadiri jamuan yang akan diadakan di istana utama. Hal itu membuat berbondongnya para ulama memenuhi seruan sang Raja, tak terkecuali Sayid Abdurrahman yang berangkat bersama istri tercinta, padahal saat itu sang istri sedang hamil tua.Â
Tepat di suatu daerah yang sepi akan warga dan penuh dengan kuburan, sang istri jatuh sakit dan mengeluh tak bisa melanjutkan perjalanan lagi. Sayid Abdurrahman sengaja membuat gubuk di pinggir area pemakaman sebagai tempat tinggal, mengingat status mereka adalah perantau, yang tak memiliki apapun tuk dijadikan teduhan hidup, akibatnya tak lama setelah itu, penyakit yang diidam sang istri semakin membabi buta sehingga membuatnya meninggal dunia.Â
Sayid Abdurrahman menangis, hatinya menjerit teriris-iris, tapi beliau mencoba tegakkan tiang penyangga agar jiwanya tak patah akibat sedih yang mencerca. Â Jenazah istri beliaupun dikebumikan di area makam tersebut.