Mataku membulat melihat sebuah cincin melingkar di jari manis tangan kiriku. Cincin itu sungguh nyata. Bentuk dan ukurannya sama persis seperti yang aku lihat dalam mimpiku. Aku sorot cincin itu dengan senter di gawaiku. Aku melihat ada garis-garis halus warna kuning bergelombang di sekitar cincin itu, seperti merepresentasikan makna kehidupan.
***
Pagi ini aku menuju toilet kantor. Suasana kantor tempat aku bekerja sebagai pengawas pabrik belum terlalu ramai. Tanpa aku ketahui, ternyata di toilet juga ada Danu.
"Hai pecundang...!" Danu menyapaku dengan tatapan sinis.
Aku tidak meladeni ucapan Danu. Aku terus melangkah menuju toilet. Namun tindakan aku itu sepertinya semakin membuat Danu penasaran dan merasa diremehkan.
"Hai pecundang, tunggu dulu!" Danu menarik pintu toilet yang belum sempat aku tutup. Kemudian dia langsung menyelinap ke dalam toilet. Setelah itu, Danu menutup pintu. Di toilet hanya ada aku dan dia.
"Kok, kamu begitu dendamnya kepadaku? Emangnya apa kelebihanku! Toh, walaupun aku diangkat jadi pengawas pabrik, gaji kita tidak terlalu jauh berbeda!" balasku dengan tenang.
"Alah.. jangan banyak bacot! Sekali pecundang tetap pecundang!" Tiba-tiba Danu menarik kerah bajuku. Bersamaan dengan itu tubuhnya terpental menghantam dinding toilet, tubuhnya jatuh di atas closed duduk. Wajahnya meringis kesakitan.
Mataku melotot karena kaget melihat apa yang dialami Danu. Cincin ghaib yang melingkar di tanganku terasa mengalirkan energi hangat ke sekujur tubuhku. Tubuhku gemetar.***
Penulis bernama Al Arudi.
Tinggal di Pangkalpinang, Bangka Belitung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H