Pak Budiman membonceng Adit pakai motor menuju ke sebuah rumah makan yang sudah buka dari pagi. Dia ingin menyenangkan hati Adit. Pak Budiman tidak tega jika di jaman seperti ini masih ada anak-anak kecil yang hidup terlantar.Â
Pak Budiman merasa berdosa membiarkan Adit kelaparan, sedangkan dia bisa makan dengan lauk apa saja yang disukainya.Â
Pak Budiman ingat dengan salah satu ayat Al-Quran yang mengatakan celakalah orang-orang yang tak memberi makan anak yatim dan parkir miskin, walaupun mereka rajin sholat.
Pikir Pak  Budiman, ternyata masih banyak orang yang mendapat cobaan lebih berat daripada cobaan yang dialaminya. Cobaan yang diberi Allah kepadanya belum apa- apa dibandingkan dengan cobaan yang diterima oleh Adit.
Hingga kini Pak Budiman belum dikaruniai seorang  anak, walaupun dia sudah nikah selama sepuluh tahun.
Selama itu juga dia dan istrinya sudah berikhtiar kemana-mana. Dari mulai pengobatan dengan cara medis hingga alternatif, sudah dilakukan semua. Namun istrinya tidak kunjung hamil hingga sekarang. Pak Budiman dan istrinya masih tetap bersabar dan berdoa mengharap keajaiban dari Allah.
Ketika mereka tiba di rumah makan, Adit tampak canggung. Baru sekali ini Adit masuk rumah makan. Air liurnya hampir menetes melihat makanan yang leza-lezat yang terpajang di etalase rumah makan.
Alih-alih merasa lucu, justru Pak Budiman sedih melihat Adit tampak canggung.
Pak Budiman menyuruh Adit memilih sendiri menu makanan yang dia mau.Â
Setelah makanan dihidangkan oleh pelayan rumah makan, Adit makan dengan lahap. Tangannya tampak agak gemetar mengambil makanan yang tersedia di atas mejaÂ
"Kamu tinggal sama 0m saja ya, Dit?" ajak Pak Budiman
"Tidak usah Om. Adit tidak mau merepotkan Om dan keluarga Om." ujar Adit.
"Tidak ngerepotin kok, Adit. Om hanya tinggal berdua dengan istri di rumah. Om belum punya anak."