Mohon tunggu...
AL ARUDI
AL ARUDI Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Lebih baik menghasilkan tulisan yang buruk, daripada tidak menulis apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Yatim yang Diadopsi

25 Juli 2024   01:30 Diperbarui: 2 Agustus 2024   14:39 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang anak yatim (Input sumber gambarGambar oleh Piyapong Saydaung dari Pixabay)

"Aku tidak punya rumah. Kedua orang tuaku sudah meninggal dua tahun yang lalu," jelas Adit.

Hati Pak Budiman terasa lumer. Pak Budiman membayangkan betapa sulitnya kehidupan anak ini. Masih kecil sudah Luntang lantung cari makan sendiri tanpa memiliki rumah dan orang tua.

"Selama ini Adit makan dari mana? Kalau malam Adit tidur di mana?" tanya Pak Budiman lagi disertai perasaan sedih.

Mata Adit yang cekung berkaca-kaca mendengar pertanyaan Pak Budiman. "Selama ini aku makan dari mengumpulkan botol-botol bekas, Om. Kalau tidur di mana saja, yang penting terlindung dari hujan!" ujar Adit.

Pak Budiman geleng-geleng kepala. Dia benar- benar tidak tega melihat Adit. 

"Adit sudah makan belum?" tanya Pak Budiman. Dia menatap wajah Adit. Pak Budiman yakin Adit pasti lapar. Dia bisa melihat dari raut wajah Adit.

"Belum,Om. Saya baru bisa beli makanan setelah menjual botol-botol bekas. Saat ini saya belum punya uang. Oleh sebab itu dari pagi saya  sudah nunggu di taman ini. Saya berharap ada pengunjung taman yang membuang botol-botol minuman bekas, agar saya bisa memungutnya."

"Ya sudah, Adit ikut Om cari makanan ya. Nanti kita makan," ajak Pak Budiman 

Adit merasa malu untuk ikut ajakan Pak Budiman." Tidak usah, Om. Saya sudah biasa kok belum  makan hingga jam segini."

"Kamu harus makan Adit! Nanti kalau kamu sakit bagaimana?"

Akhirnya Adit menuruti ajakan Pak Budiman. Dia memang lapar, tapi dia masih merasa malu dengan Pak Budiman yang baru dia kenal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun