Semua orangtua pasti berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik yang dapat dilakukan oleh mereka untuk anak-anaknya, dan "pemberian yang terbaik" itu bisa berbeda arti antara orangtua si A dengan orangtua si B, atau si C. Contohnya begini: orangtua si A, pada saat si A berumur 5 tahun, sudah membelikan si A Handphone terbaru dan tercanggih, dengan pertimbangan temen-temennya si A di sekolah TK nya juga sudah ada beberapa yang memiliki Handphone dan orangtua si A tidak mau terlihat "kalah" dari orangtua murid yang lain. Sedangkan orangtua si B mungkin akan memberikan batasan umur bagi si B jika sudah berumur 10 tahun, baru boleh mempunyai Handphone, karena pertimbangan masih belum perlu, karena masih anak-anak, walaupun teman-teman sekolah si B sudah banyak yang memiliki Handphone di umur 5 tahun ke-atas. Lain lagi dengan orangtua si C, orangtua si C tidak akan membolehkan si C memiliki gadget sampai si C masuk Sekolah Menengah Atas - itulah pemberian yang terbaik bagi orangtua, dengan pertimbangan "terbaik" nya dari masing-masing pandangan dan pengertian si orangtua.
Saya dan Istri - termasuk dengan golongan orangtua si C, walaupun sih di Sabtu dan Minggu, semua anak-anak kami diperbolehkan untuk memegang, mengoperasikan, mendownload game di gadget saya ataupun Bunda nya - namun fungsi Internet amat kami limitasi, begitu juga dengan game game apa saja yang boleh untuk di download.
Kami (saya dan Istri) amat sangat "takut" dengan pengaruh internet bebas yang (walaupun sudah ada pembatasan yang dilakukan pemerintah untuk situs pornografi tidak bisa di akses) dapat anak-anak saya baca, terutama masalah kejahatan-kejahatan seksual, dan lain sebagainya yang belum pas buat anak-anak (saya) konsumsi.
Bagaimana dengan orangtua saya saat saya dan saudara-saudara saya semasa kecil dulu?
Saya terlahir diawal tahun 70-an, belom ada itu internet-internetan, belum banyak itu berita-berita yang tidak (kurang) pas buat anak-anak yang berseliweran "dimana-mana" yang mudah kami konsumsi - bayangkan saja, berita seorang petani yang mati karena ter"kecup" ular berbisa dari desa yang jauh dari tempat tinggal kami saja, saat itu sudah sangat heboh "seantero jagad" dan membuat orangtua saya trauma dan untuk beberapa saat, saya dan sodara-sodara saya dilarang untuk mencari ikan di sungai-sungai atau sawah di sekeliling desa tempat kami tinggal. Bayangkan, kalau berita kematian petani yang ter"kecup" ular berbisa itu ada di zaman sekarang? Nggak ada yang ngeributin dan pusing dengan hal itu - termasuk orangtua-orangtua sekarang - saya juga? Hmmm coba saya pikir-pikir lagi ya ........ Hmmm nggak lah, lain kalau berita BBM naik, selebriti anu dibunuh atau ditangkep polisi, selebriti itu kawin, lalu cerai, lalu kawin lagi, lalu cerai lagi ....... baruuu deh heboohhh ...
Tapi orangtua saya dulu selalu berusaha memberikan anak-anak nya dengan hal-hal yang terbaik (pada saat itu) dengan membelikan Buku Serial Cergam (Cerita Bergambar), Majalah atau Komik:
- Serial Tintin
- Serial Pewayangan
- Serial Perang Barata Yudha
- Komik Gundala Putra Petir
- Komik Batman
- Komik Superman
- Komik Wayang Arjuna, Bima, Kresna
- Majalah Bobo
Lengkaaappppp, ditambah lagi dengan mainan-mainan mobil-mobilan dan lain sebagainya (seandainya semua itu masih ada sekarang - waaahhhhh bisa jadi koleksi yang "mahal" ya).
Semua komik, cergam dan majalah-majalah itu menjadi santapan saya dan sodara-sodara saya - bahkan temen-temen komplek perumahan dimana kami tinggal pada saat itu, sore hari menjelang magrib selalu berkumpul di rumah dinas orangtua kami untuk bersama-sama membaca - apalagi jika saya baru dibelikan buku-buku atau majalah atau komik baru, wah bakalan seru "dengan diam" (karena asyik mencari tempat yang paling pas buat membaca) kami jabanin bacaan-bacaan itu - semua sampai titik darah penghabisan .... tiada sisa.
Salah satu bacaan saya yang paling saya suka adalah (tadinya saya mau tulis "gemari" - tapi kata "gemari" ini sudah menjadi kosakata langka zaman sekarang), adalah Serial Deni Manusia Ikan di Majalah Bobo, sehabis membaca satu seri, maka rasa penasaran saya untuk kelanjutan cerita serial Deni Manusia Ikan ini akan tertanggung selama 2 (dua) minggu lamanya untuk dapat meneruskan membaca kelanjutan ceritanya .... kalau anak-anak kebanyakan sekarang rasa penasarannya ada di kelanjutan Sinetron Ganteng Ganteng Serigala atau Tukang Bubur Naik Haji atau lagak si Soni Wakwaw Bapak di Jonggol itu ... bahkan orangtua-orangtua nya juga begitu - pada penasaran dengan sinetron ... "bapak dimana bapak dimana? Jonggooooooooolllll..."
Serial Deni Manusia ikan ini pada zaman / saat itu ada juga film seri TVRI yang hampir mirip dengan Serial Deni Manusia Ikan ini, tapi (tentunya) produksi Hollywood sana, saya pun tidak pernah melewatkan menonton film seri "manusia ikan" yang satu itu - ada satu adegan yang sampai saat ini saya masih ingat, dimana si manusia ikan ini terjun ke laut dari Jembatan tertinggi di Amerika sana, karena ditembak oleh penjahat - dan tidak mati ... wuueeee hebaatttt kan????
Nah kalau serial Deni Manusia Ikan yang sampai saat ini saya masih ingat, adalah dimana si Deni sedang berbicara dengan ikan-ikan di laut - meminta mereka datang dan membantu Deni mengeluarkan manusia yang terjebak di pesawat Heli yang jatuh ke laut, nah kata-kata apa yang disebut oleh si Deni? "S T U U U R R R G L A A A P P P P P ... S T U U R G L A A A P P P P P ..." dan ikan-ikan dan belut laut datang membantu Deni ... ya dengan stuurrglaappp itu ...
Sesegera mungkin saya bergegas bersama semua teman-teman komplek saya itu berebutan keluar rumah --- berlari dengan kekuatan penuh saling dahulu mendahului, saling sikut, saling terjang, saling bunuh (hehe ...) untuk dapat "idnam ilak" -- mandi kali ........... kecepatan kilat manapun kalah dengan kecepatan lari kami - Ben Johnson? Waahhh cemeeennnnnn ... atau siapa itu pelari tercepat zaman ini dari Afrika? aaahhhhhhh ... kami lebih cepat, 8 detik per-100 meter ..... 50 meter menjelang tempat biasa kami mandi di kali, sudah satu persatu pakaian kami - kami copot, berserakan dimana-mana ... (kalau saat itu ada manusia yang mengambil pakaian kami untuk dijadikan calon suami ... yaaa seperti Jaka Tarub gitu ... tapi ini Gadis Tarub lah, maka kami bakalan ter-sandera diminta masak nasi bertahun-tahun) .......................... begitu diujung sungai / kali itu, semua pakaian sudah tidak ada - kami polosss semua - wudo blejed, langsung mencebur ke dalam sungai dan langsung menyelammmmm .... maka seluruh sungai dengan kedalaman 2 meter dengan luas 10 meter persegi itupun penuh dengan kata-kata "S T R U U U U R R R G L A A A A P P P P P ... S T U U U R R R G L A A A A P P P" semua ikan-ikan kaburrrrrrrr ...... yang sisa hanya "ikan-ikan kecil" berbentuk ulat menempel di tubuh-tubuh mungil kami - anak-anak desa yang bahagia .....
[caption id="attachment_355044" align="aligncenter" width="700" caption="deni si manungsa iwak"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H