Mohon tunggu...
Aksi Berontak
Aksi Berontak Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Heboh Khayalan CCTV KPK, Inilah Fakta Sebenarnya!

10 Oktober 2018   20:32 Diperbarui: 11 Oktober 2018   15:39 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik lagi - lagi dibikin heboh, bak kisah dalam film - film detektif, muncul cerita tentang adanya rekaman CCTV (yang sampai saat ini belum JELAS isi videonya) yang "katanya" memuat adegan dua orang penyidik KPK berlatar belakang anggota Polri sedang merobek alat bukti KPK berupa buku catatan bersampul merah yang "katanya lagi" berisi informasi keterlibatan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam kasus Korupsi Basuki Hariman.

Aneh bin ajaibnya, dengan alat bukti yang bisa dikatakan prematur tersebut, sebuah media lantas melemparkan isu tentang "kisah perobekan buku merah" tersebut ke publik. Dengan dalih ingin mendapatkan informasi lebih dalam, media tersebut juga turut menginterogasi beberapa nama yang ikut diseret dalam video tersebut layaknya seorang aparat hukum.

Padahal, kasus itu sendiri sebenarnya sudah dibahas dan diselidiki oleh KPK pada tahun 2017 lalu, dan tidak ada indikasi apapun yang membenarkan adanya tuduhan tersebut.

"Itu peristiwanya sudah lebih satu tahun, pengawas internal sudah memeriksa kamera, kamera memang terekam, namun gambar CCTV tidak ada penyobekan tidak terlihat dikamera itu," Kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, seperti dilansir di Tribunnews.com, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (10/10/2018).

Terkait dikembalikannya 2 penyidik tersebut ke instansi kepolisian, menurut Agus juga bukan merupakan bentuk sanksi, seperti yang dituduhkan. Karena pada dasarnya, bukti - bukti yang mengindikasikan adanya perusakan buku merah tersebut juga tidak ada sampai saat ini.

"Karena terjadi perdebatan waktu itu, kami belum memberikan sanksi yang semestinya karena memang belum ketemu, kemudian sebaiknya dipulangkan. Waktu itu kalau tidak salah ada pemanggilan oleh polisi supaya yang bersangkutan ditarik kembali," kata Agus.

"Itu kan pembuktiannya susah begitu orangnya ngomong saya tidak nerima, tidak ada alat bukti yang lain, apa yang mau kita pakai?" lanjutnya.

Tuduhan - tuduhan berdasarkan asumsi dan asal klaim seperti ini sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, dalam kasus Nazaruddin dan Yulianis yang memiliki catatan dugaan aliran dana ke sejumlah pihak pun juga akhirnya terbantahkan ketika dikonfrontasi di hadapan pengadilan.

Dalam konteks hukum, tuduhan - tuduhan serius seperti itu tidaklah layak dilemparkan ke publik sebelum adanya pembuktian yang sah di pengadilan. Secara etik, media yang menyebarkan isu tersebut seharusnya lebih bijak dan berhati - hati dalam menyebarkan infomasi ke publik, karena dikhawatirkan bisa menyebabkan kegaduhan di tengah - tengah masyarakat.

Dalam persidangan yang menyeret Basuki Hariman, soal aliran dana ke Tito pun tak pernah muncul, sampai hukuman kepada Hariman berkekuatan hukum tetap.

Lantas bagaimana media bisa membawa-bawa dokumen rahasia penyidik yang belum diungkapkan terbuka di pengadilan. Apakah begitu mudahnya BAP KPK bisa 'keluyuran' bocor ke publik. Betapa berbahayanya jika itu terjadi, informasi yang belum terklarifikasi di tangan orang yang tak bertanggung jawab bisa jadi bahan kepentingan pihak tertentu.

Inilah yang sedang terjadi, seorang Kapolri saja bisa dipaksa-paksa mundur. Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, "tuntutan Amien Rais agar Presiden mencopot Kapolri tidak memiliki alasan dan landasan", seperti yang di kutip dari Surya.co.id

 Lagipula, darimana media yang menuduh itu bisa tahu tentang adanya informasi mengenai keterlibatan Tito Karnavian dalam buku merah tersebut, sementara menurutnya barang bukti tersebut sedang menjadi barang bukti KPK? Masa iya, isi dokumen barang bukti KPK bisa semudah itu diketahui? Lagi - lagi, itu semua adalah tentang asumsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun