Bahkan nasi goreng kini telah menjamur ke mana-mana, berkat Talban sendiri yang memulai usaha hingga ke Jakarta.Â
Desa yang sudah ia tinggalkan, Jrakah lebih memilih untuk tetap tinggal. Dia telah membuktikan sebuah ucapan yang sempat dikuatirkan oleh Talban.
"Jika terus di Desa, usaha Nasi Gorengmu tidak akan pernah ada kemajuan." Katanya.
Perkataan Talban menjadi bumerang sendiri. Ia jatuh dalam sebuah persaingan. Juga hidup di Jakarta membuat mata gelap. Mempunyai anak istri yang boros, seringkali menghamburkan uangnya. Modal yang harus diputar, niat ingin membesarkan warung menjadi tempat yang lebih besar nyatanya tidak dapat diwujudkan. Talban kecewa.
Jrakah mengajaknya berkeliling, berusaha menghibur. Ada pejalan lain yang menyapa mereka.Â
"Pak Jrakah," dengan menunduk hormat.
Jrakah mengangkat tangan kanannya sebagai bentuk kepekaan sosial. Rendah diri. Meskipun nama Jrakah telah terkenal di Desa ini. Ia masih seperti Jrakah yang dulu. Ramah.Â
Pijakan kaki mereka berhenti di sebuah pemandangan Tugu yang di atasnya ada gerobak nasi goreng. Talban terkesima dengan perubahan baru di desanya.
Gerobak nasi goreng itu dibuat sedemikian rupa, mirip dengan aslinya. Hanya saja, bila gerobak yang asli berbahan kayu, tugu gerobak ini terbuat dari besi.
"Itu bahannya besi. Rodanya asli, botol juga. ini agar awet bila terkena panas atau hujan tidak keropos. Wajannya juga asli wajan," jelas Jrakah.
Kedua mata Talban tak kuasa menahan kagum.Â