Motor matic yang aku tumpangi berhenti di sebuah warung makan. Aku mengedarkan pandangan pada jalan raya yang mulai ramai anak sekolah.Â
Aku tidak ingin adekku Rangga menunggu lama. Langkah ini menginjak keramik bermotif bunga-bunga lalu berhenti.
"Nasinya tiga ribuan empat, Bu."Â
Pedagang nasi itu mulai melipat kertas minyak dengan tumpuan selembar koran yang di atasnya berisi nasi bumbu. Aku sengaja membelikan empat bungkus nasi, untuk Rangga, Mas Fajar, Ibu dan Bapak. Untukku nanti saja. Lalu, keluar dari warung makan dengan menjinjing tas plastik.
Saat hendak menyelipkan tas plastik ke dalam ganggang besi. Dalam sebuah rak motorku aku menemukan korek api. Dengan pikiran kalut, aku sengaja membuka jok motor dan menemukan ada sebungkus rokok dengan wadah berwarna putih.
"Loh, ini rokok siapa?"Â
Jangan-jangan, aku berpikir yang tidak-tidak. Aku mengingat-ingat semalam, tepatnya di malam Minggu adikku meminjam motorku untuk menemui kawannya. Jangan sampai adikku yang duduk di bangku SMP kelas satu mencoba barang seperti ini.Â
Gegas menancap gas. Setelah sampai di depan rumah.
"Rangga!"Â
Berkali-kali memanggil namanya. Adikku sedang bersiap-siap memakai seragam putih birunya.
Aku menunjukkan bungkus rokok itu padanya. Sekejab Rangga membulatkan kedua mata yang hampir copot.