Aku ingat sekali siang itu, tak sengaja berpapasan dengan Nenek yang tengah duduk di emperan Toko. Menjajakan dagangannya satu macam saja, hanya kerupuk. Kerupuk jari yang biasa disantap dengan mi instan.
Wajah nenek itu terlihat murung, sepertinya dagangan nenek nyaris tidak ada satu pun yang terjual.
Aku memang tidak sedang ingin makan kerupuk, hanya sekadar membantu meringankan beban. Nenek itu tak mau menerima uang cuma-cuma. Oleh karena itu, hanya dengan sebungkus kerupuk akan membuat wanita tua itu tersenyum bahagia. Sebelum masuk ke dalam toko terlebih dahulu singgah di tempatnya.
"Dua bungkus, Nek. Jadi, berapa?"
"Dua puluh ribu, Neng."
Mataku terbelalak, aku kira harga satu bungkusnya hanya lima ribu saja. Aku memang hafal harga pasaran kerupuk. Ini tak wajar, Nenek terlalu banyak mengambil keuntungan.
Yang awalnya kasihan, jadi, sedikit enggan. Dua puluh ribu selain di sini di tempat lain dapat empat bungkus, bahkan isi perbungkusnya lebih besar dari jualan Nenek.Â
"Sebungkusnya tidak lima ribu saja, Nek," tawarku dengan hati-hati.
"Segitu, Neng. Kalau mau," ujarnya dengan nada tinggi dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Aku mengambil satu bungkus saja. Setelah membayar, aku langsung bergegas masuk ke dalam toko. Sebenarnya kasihan, yang dikasihani terlalu kaku. Apa karena hal itu dagangannya jadi tak laku. Entahlah.
Deretan plastik tertata sesuai ukurannya di rak masing-masing, sebuah catatan dalam daftar belanjaan sudah kucoret satu per satu, kini beberapa masuk ke dalam keranjang. 200 Stok plastik, 2 tali rafia berukuran besar berwarna hitam, 2 plaster yang berukuran sedang. Pesanan dari Bapak Kepala Sekolah untuk membungkus Buku LKS, buku pendamping Guru bagi seluruh Siswa.