Waktunya memilih nomor untuk tampil di atas panggung. Mata Keti tercengang saat mengetahui tampil lebih awal. Meskipun dia sudah berlatih dua minggu bersama dengan Bu Rosi, tetap saja rasa gugup selalu menyelimuti.
"Suketi!" Ujar panitia ketika memanggil namanya dengan intonasi yang tinggi.
Keti menaiki tangga panggung dengan pelan, dag-dig-dug- der suara jantungnya berdetak hebat. Semakin membuat gugup di atas panggung, helaan napas panjang mencairkan suasana. Keti memulai membacakan puisi.
Semua berjalan lancar tetapi menurut Keti masih ada yang kurang. Penampilannya belum totalitas. Apapun hasilnya dia sudah berjuang, membuang rasa takut dan tetap percaya diri untuk tampil di panggung perlombaan.
Selama menunggu hasil mereka beristirahat sebentar di sebuah kantin sekolah. Mereka sempat berkenalan dengan peserta lain perwakilan dari SMA yang terkenal dengan sebutan Kota batik. Bernama Meme dan Rasit.
Pengumuman berlangsung hasilnya pun keluar, mereka bergegas menuju panggung. Nama Kak Panji dengan Keti tak tercantum. Artinya mereka gagal mengikuti tahap selanjutnya. Sedangkan Meme pun sama dengan mereka kecuali Rasit.
Dia berhasil mengikuti tahap selanjutnya, Keti berlapang hati mengucapkan selamat untuknya. Radit memberinya sobekan kertas, mereka berdua bertukar nomor ponsel agar bisa saling memberi kabar.
**
"Ket, tolong titip surat ini untuk Mila."
Demikian Putra teman satu kelasnya membuka percakapan. Dalam posisi saling berhadapan, kedua mata berbinar-binar. Putra memang sudah sejak lama menyukai Mila. Hanya kepada Keti dia mau jujur dengan perasaannya. Ini adalah surat ketiga yang dia berikan kepada Mila. Namun, Mila tak pernah memberikan balasan suratnya.
"Kenapa bukan kamu saja yang ngasih ke dia?"
"Kan kamu teman baiknya."