Selembar sajadahnya menjadi tempat penumpu beban. Dengan suatu harapan dalam doa. Ia yakin rencana Tuhan lebih indah dari segalanya. Meski harus melewati beberapa ujian berat. Ia tetap bersabar.
Sesudah menemui Tuhan dalam doa, Mak Yah menuju kamar kedua anaknya. Mengusap lengan Keti dan Kira cara lembut untuk membangunkan mereka.
"Keti, Kira. Ayo bangun, Nduk. Waktunya sholat subuh."
Keti memeluk sang Ibu dan menurut. Kak Kira menuntun adiknya ke kamar mandi.
...
Cahaya mentari pagi mulai terbentang memasuki ruangan tamu kediaman rumah Mak Yah. Ada Mak Yah tengah merenung. Beribu sesal telah menolak pemberian sang suami. Tabungannya dibawa kabur. Ditambah lagi jualannya semalam rugi karena dibuang Para preman.
Kira dan Keti meminta sarapan. Beruntung ada kecap dan telur masih tersisa begitu pun dengan beras jatah pemberian Bu RT.Â
Mak Yah mulai memasak nasi dengan tungku, kompor buatan sendiri dari batu bata yang menggunung, di tengahnya diberi kayu bakar. Api menyala, memanaskan pantat panci.Â
Dinding menghitam hasil karya uap api. Sedang suara gaduh terdengar dari atap yang menggeser. Hasil karya kucing dan si tikus tengah berebut sisa makanan.
Mak Yah mengayunkan gayung berisi air ke atap langit kemudian menghujani dirinya sendiri.Â
"Dasar kucing!"Â