Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Terlambat Ditolong

28 September 2021   13:38 Diperbarui: 28 September 2021   13:41 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Aksara Sulastri

.....

Sebelum nafas terakhir Bakri jatuh sakit semua keluarga yang tinggal bersamanya pun mengalami demam. Aku yang belum tahu kondisi itu berniat ingin menginap.

"Fat, selepas isya aku akan ke sana."

"Jangan Lasmi!" Sergah Fatma.

"Loh, kenapa? Bukankah besok hari Minggu kamu libur kerja."

"Tapi, semua keluargaku sedang jatuh sakit. Berawal dari Bakri sakit, semua jadi ikut tertular. Nanti kamu ikut kena juga."

Telepon dari Fatma terputus. Seketika itu pula aku merasa ada yang janggal. Aku bertanya-tanya dalam hati, "Parahkah penyakitnya?Sampai-sampai aku tak bisa tidur nyenyak memikirkan hal itu."

Suamiku yang memperhatikan lalu membuyarkan lamunanku.

"Gimana, Dik. Jadi menginap?" 

"Nggak, Mas. Kata Fatma sekeluarga sedang sakit. Tapi, belum sempat adik bertanya mengenai sakit yang diderita. Teleponnya lekas dimatikan."

Untuk menggantikan rencana, suami mengajak menginap di rumah mertua. Pagi-pagi bisa menghirup udara di tengah sawah. Memandang arus sungai yang bening. Dengan kendaraan bermotor kami bisa mengelilingi perkampungan.

Setidaknya tidak akan membosankan jika seharian hanya di rumah. Dengan kegiatan yang itu-itu saja seperti makan, tidur dan menonton televisi. Hanya saja masih tetap sama keadaannya di Kota maupun di Desa sama-sama wajib mengenakan masker.

Tiba-tiba saja wajah Bakri, keponakanku membayang di pikiran.

"Mas, bagaimana kalau Bakri kena virus?"

"Husstt, jangan ngomong sembarangan!"

"Lah iya, Fatma bilang yang menularkan penyakit dia duluan." 

Aku cuma berharap Bakri lekas sembuh. Jika benar penyakitnya karena virus kenapa nggak langsung dibawa ke rumah sakit? Hmm... Pikiran ini berkecamuk.

Selang seminggu ada kabar tak terduga dari keluarga Fatma. Katanya Bakri telah menghembuskan nafas terakhir. Ia dikatakan positif Corona dan memiliki riwayat penyakit paru-paru. Sayangnya terlambat dibawa ke rumah sakit akibat persediaan selang oksigen tiada. Nyawanya tidak bisa tertolong. Malam ini juga mayat Bakri segera dikuburkan dengan pemakaman tertutup. Keluarganya tak bisa ikut.

Isak tangis Fatma di panggilan telepon semakin kencang. Aku ikut berbelasungkawa. Tak menyangka akan secepat ini Bakri meninggal di usia muda. Sembari menenangkan, ia berkata lagi.

Malam ini Fatma bersama kedua adiknya berencana menginap. Tapi, aku belum memutuskan. Dan, bertanya pada suamiku terlebih dahulu.

"Mas, Bakri meninggal."

Aku menyeka air mata. Suamiku bertanya, "Inalilahi wainalilahi rojiun, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah Subhanawataala."

"Mas, Fatma sama kedua adiknya mau menginap. Tapi, adik takut terinfeksi virus jadi belum bilang iya. Menurut Mas gimana?"

"Ya, Dik. Untuk jaga diri mending gak usah. Bukannya gak mau nolong. Tapi, nunggu 14 hari harusnya keluarga Fatma Rapid Test dulu."

Aku mengirim pesan singkat kepada Fatma berasalan kalau malam ini aku tidur di rumah mertua. Tapi, memang awalnya itu alasan kami untuk menghindar. Namun setelah ini Suamiku mengajak menginap di sana. 

Lekas bersiap-siap membawa keperluan mendadak dari mulai selimut, baju ganti dan peralatan mandi. 

Masku hari sudah sangat larut kami memutuskan pergi dari rumah. Barangkali Fatma sudah di jalan menuju ke rumahku. Jadi, rumahku sudah sepi.

***

PML, 28 SEP 2021

@AksaraSulastri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun