Di sisa kebangkitan Fajar, Ia harus rela makan seadanya. Makan secukupnya karena dari pemberian warga sekitar. Terkadang harus berpuasa karena makanan datang di waktu malam. Itu pun berbagi dengan Ustad Yusuf.
Ustad Yusuf masih membaca Al-quran surat Al-Bayyinah yang berarti bukti.Â
Bukti bahwa segala kehidupan manusia sudah diatur oleh Allah Subhanawataala. Fajar harus berlapang dada, bersyukur hanya harta yang hilang bukan orang tua. Selama ini Ia menjauh dari Tuhan, meninggalkan orang tuanya di Kampung untuk menjadi kaya di Kota lain.
"Boleh ikut, Ustad."
Mereka sama-sama melantunkan bacaan Al-Qur'an hingga larut malam. Paginya berpuasa, dalam satu Minggu. Fajar kuat.
Entah, dari mana bisikan setan itu. Saat Ia tengah kelaparan. Mentari yang terik seakan membakar tenaganya, lemas.
Melihat sebuah pohon mangga, buahnya menjuntai ke halaman Mushola. Fajar berniat mengambilnya. Pria itu menaiki genteng dengan bantuan besi lampu yang kokoh. Saat itu tengah sepi.
Belum sempat makan buah mangga, hal lain membuatnya penasaran. Suara gayung dan nyanyian perempuan di kamar mandi. Nafsu Fajar bergejolak, untuk membuat lubang di sisi kiri. Mengintip walau sedikit.
Kreket..
Sekali terlihat ujung rambutnya yang basah dan panjang. Suara pijakannya membuat Sang Perempuan bertanya-tanya. Sebelum terlambat. Fajar sudah buru-buru kabur. Memasuki dapur.
Melihat isi dalam panci, terong balado menusuk hidung. Fajar meraih garpu, siap mencicipi masakan itu.Â