Mohon tunggu...
Rudy Santoso
Rudy Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Writer, Memoaris, Influencer, Property Advisor.

Rudy Akasara_Nusa Kota Malang - 1974_writer Penulis - memoaris - influencer - property advisor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aroma Melati di Rumah Cempaka #2

2 Desember 2022   21:09 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:09 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*** Sebuah Tanda Keberadaan Arwah Cewek Penasaran.


Setelah berinteraksi dengan arwah cewek yang meninggal dunia penasaran di rumah Bagus malam itu, keberadaan arwah cewek yang bernama Mbak Asih selalu mengikuti kemana Raka pergi. Saat Raka berada di rumah, Mbak Asih selalu mengikuti walaupun arwah cewek ini tidak berani masuk ke rumah Raka. Keberadaan Mbak Asih di manapun selalu di tandai dengan aroma bunga melati yang sangat harum menusuk, di sertai dengan angin yang berhembus.

Keberadaan Mbak Asih sa’at datang selalu ditandai aroma bunga melati, semua teman-teman Raka yang biasa begadang sudah di beritahu hal ini, untuk mencegah kepanikan jika suatu saat terjadi di suatu tempat ketika mereka begadang. Kadang terdengar suara di telinga Raka  yang di bisikkan oleh arwah Mbak Asih dengan tujuan memberitahukan sesuatu pada saat di luar rumah.

Pernah pada suatu malam saat Raka dan teman teman berencana begadang di rumah Edwin, ketika itu salah satu kerabat dari keluarga ayah Edwin meninggal dunia. Mendengar berita duka ini Raka, Bagus, Novian, Agung dan Heru segera berangkat ke rumah Edwin setelah waktu sholat Isyak, dan sesuai rencana mereka tepat waktu sampai di rumah Edwin. Banyaknya para tetangga yang bertakziah di rumah kerabat Edwin yang kebetulan bersebelahan dengan rumah Edwin, membuat mereka harus bergeser di teras dan halaman depan rumah Edwin terpisah dari para petakziah lainnya.


"Bro, almarhum Pak Narto rencana keluarga di makamkan jam berapa besok? Yang jelas tidak dimakamkan malam ini khan?" Raka bertanya ke Edwin.

"Iya yang jelas tidak malam ini bro. Karena ada beberapa Anaknya dan kerabat yang lain dalam perjalan pulang dari Jakarta. Lagian juga alrmarhum meninggal habis magrib, kemungkinan di makamkan esok harinya karena butuh persiapan juga di pemakaman!" jawab Edwin.

"Eh bro, omong-omong teratasi untuk perbekalan kita begadang malam ini? Hehehehe…." Heru menyeletuk sambal tersenyum.

"Iya bro, kita tidak membawa perbekalan dari rumah nih, seperti biasanya kalau kita begadang. Karena Acaranya lain kita takziah dan berduka untuk kerabat dari ayahmu bro" Sahut Bagus menambahan dan menegaskan.

"Jangan khawatir bro. Kalian sudah memahami di kampung dan di sekitar daerah sini, ketika ada acara takziah salah satu warga yang meninggal? Di lingkungan RT semua tetangga sekitar tempat tinggal keluarga yang berduka, akan memberi sumbangan dengan menyediakan konsumsi dan perlengkapan logistic lainnya. Demi menjaga kekompakan dan kerukunan warga di  lingkungan RT pasti terjamin!" Jawab Edwin.

"Iya..iya, bukan kita bermaksud takziah hanya mencari itu saja lho... bro. Tahu sendiri kebiasaan kita begadang selalu siap dengan perbekalan?" Novian ikut menambahkan sambil tersenyum malu.

"Iya tenang saja. Sebentar lagi sudah siap jadi kita tidak perlu cari logistik untuk perbekalan begadang malam ini!" Jawab Edwin menegaskan.
           

Malam semakin larut para pemuda dan tetangga semakin ramai berdatangan ke rumah duka, sebagian halaman rumah Edwin mulai ramai oleh tetangga yang datang untuk takziah. Kebiasaan di daerah kami ketika ada yang meninggal, jika belum di makamkan, malam hari para pemuda dan tetangga akan berdatangan ke rumah duka untuk ikut menjaga jenazah hingga sampai besok pagi dimakamkan.

Tak lama kemudian dari dalam rumah keluarlah beberapa hidangan makanan ringan, kopi, teh dan rokok untuk para petakziah yang ikut melekan ( jawa ) hingga besok pagi. Kekompakan para pemuda dan tetangga di lingkungan sekitar dengan memberikan sumbangan tenaga atau hidangan makanan ringan untuk membantu keluarga yang berduka, menjadi ciri khas kebiasaan di daerah kami.

Di rumah duka maupun di depan rumah Edwin terbagi beberapa kelompok petakziah yang asyik ngobrol, bermain kartu atau yang hanya sekedar duduk bergerombol sambil ngobrol yang tidak jelas apa yang dibahas. Kami berenam asyik ngobrol sambil menikmati kopi panas dan pisang goreng yang di hidangkan. Beberapa saat ketika semua orang asyik, tiba-tiba di depan rumah duka beberapa orang ribut karena suatu hal membuat heboh para petakziah.


"Ada apa pak? Seperti ada suatu hal yang terjadi membuat heboh beberapa orang di teras halaman rumah duka?" Pak RT bertanya ke salah satu tetangga disana.

""Iya pak RT. Para petakziah pada ribut mencium aroma bunga melati yang tajam di sekitar rumah duka Pak RT!" Jawab tetangga itu. Edwin dan Raka mendekati mereka yang bergerombol membicarakan kejadian baru saja terjadi.

"Iya Pak Rt. Kita semua bingung aroma bunga melati baunya berputar saja di sekitar halaman dan teras rumah. Apa ada hubungannya dengan almarhum, kita semua jadi bertanya-tanya, Pak RT!" Jawab pemuda yang duduk di pojok.

"Oh begitu. Kenapa Aroma bunga melati ini tercium hanya di sekitar rumah duka ya? Hal yang pernah terjadi sebalum ini bisa menimbulkan pertanyaan warga kita!" Pak RT menambahkan, khawatir menjadi pembicaraan warga.

Edwin dan Raka mendengar semua pembicaraan, nampaknya mereka tahu apa penyebabnya.

"Oh begini saja Pak RT. Biarkan saya dan teman-teman coba mencari apa penyebab aroma melati ini dan mencari apa solusinya " Edwin berusaha meredam pembicaraan yang telah terjadi di rumah duka kerabat ayahnya ini.

"Ok dik Edwin. Silahkan saja kalau memang bisa membantu akan lebih baik." Jawab Pak RT. Edwin dan Raka kembali ke tempat mereka duduk untuk membicarakan masalah ini.

"Bagaimana ini bro. Yang jelas penyebabnya bukan dari hal yang tidak  asing buat kita. Pasti ini arwah penasaran yang selalu ikut kemana saja kamu berada!" Edwin memastikan.

"Iya bro. Tenang, ini pasti mbak Asih yang berkeliaran di daerah sini. Rasanya tadi berada di ujung pertigaan itu. Kenapa sekarang dia datang dan ikut begadang di sini ya?" Jawab Raka.

"Iya bro. Kasihan keluarga yang berduka, coba cepat suruh pergi kemana dulu. Biar tidak ribut di sekitar sini, jadi bahan pembicaraan warga takutnya." Bagus menambahan.

"Iya tenang bro. Bentar lagi kita suruh dia balik ke pertigaan di ujung jalan sana, dan 15 menit lagi pasti pergi !" Jawab Raka.

"Ayo bro, segera masuk kamarku biar bias berkomunikasi sama Mbak Asih." Edwin berdiri mengajak masuk Raka ke kamarnya.

"Ok, bro. Biar suasana tenang dan meredam omongan negatif warga sekitar rumah duka." Jawab Raka melangkah mengikuti Edwin.


Mereka berdua masuk ke dalam kamar tidur Edwin, angin lewat berhembus dengan aroma bunga melati tercium tajam. Beberapa pemuda tetangga sekitar kembali ribut, karena aroma melati tercium di sekitaran rumah Edwin. Setelah mereka berdua memasuki kamar tidur, Raka meminta Edwin untuk menunggu di ruang tengah. Raka berada di dalam kamar Edwin sendiri untuk fokus berkomunikasi dengan Mbak Asih.

"Assalamualaikum salam, Mbak Asih." Raka memulai pembicaraan. Sekelebat Raka melihat Mbak Asih mendekat di jendela samping kamar Edwin.

"Wa alaikum salam, Raden." Jawab Mbak Asih sambil duduk bersimpuh.

"Mbak Asih barusan berada disekitar rumah duka kerabat Edwin ya? Beberapa warga jadi ribut karena keberadaan mbak Asih dengan aroma bunga melati di sekitar rumah ini." Raka bertanya.

"Iya Raden. Maaf mbak Asih mendekat cuma penasaran dan ingin tahu saja Raden." Jawab Mbak Asih.

"Iya Mbak. Raka minta tolong Mbak Asih menjauh dari rumah duka, karena jelas menimbulkan prasangka negatife dari warga daerah sini. Kasihan kerabat ayah Edwin yang berduka." Raka menegaskan ke arwah cewek ini untuk menjauh dari lingkungan rumah duka.

"Baik Raden. Kalau itu permintaan Raden, Mbak Asih akan menjauh dari rumah duka. Mbak Asih tunggu saja di pertigaan ujung jalan sana. Maafkan Mbak Asih, saya pamit pergi Raden!" jawab mbak Asih sambil menyembah Raka.

Sesaat angin berhembus dan berkelebat melewati halaman rumah Edwin, aroma bunga melati tercium mengikuti. Raka segera keluar dari kamar tidur dan menghampiri Edwin yang duduk di sofa ruang tengah rumahnya. Mereka keluar rumah kembali duduk di halaman bergambung lagi dengan teman-teman dan para tetangga yang ikut ngobrol di sana.

"Bagaimana bro. Apa sudah pergi dan bisa di negoisasi mbaknya?" Heru bertanya ke Raka.

"Iya bro, kalian apa tidak merasa ya? Waktu aroma bunga melati bersama angin keluar melewati tempat kalian duduk?" Raka bertanya balik ke Heru.

"Iya bro. Aku merinding seperti ada angin berkelebat dengan aroma melati dari kamar Edwin ke luar. Terasa banget hembusan angin yang lewat dengan bau wangi menusuk tajam, jadi merinding tengkukku!" Jawab Novian menambahkan.

"Nah itu kan, Novian saja terasa kalau mbak Asih lewat, pergi ke pertigaan jalan di ujung jalan sana!" Jawab Raka memastikan.

"Ah, jangan gitu bro. Aku jadi gak berani pulang sendiri, rumahku melewati pertigaan itu!" Bagus menambahkan.

"Tenang bro. Sudah aku bilang ke kalian kemaren, Mbak Asih tidak akan mengganggu kita semua para sahabatku.Aku jamin, kenapa mesti takut?" jawab Raka.

"Iya siapa tahu bro. Kita berjaga-jaga rasa takut itu pasti ada, yang kita hadapi ini arwah penasaran bro!" Sahut Agung yang merasa khawatir.

"Iya bro. Tenang saja ya. Aku pastikan Mbak Asih tidak akan berani mengganggu kita dan keluarga kita!" Jawab Raka meyakinkan teman-temannya.


Mereka melanjutkan ngobrol di halaman rumah Edwin, keadaan kembali normal dan aroma bunga melati sudah tidak tercium lagi. Di rumah duka tetangga dan para pemuda warga RT, asyik dengan kesibukan masing-masing. Satu kelompok asyik dengan obrolan mereka, yang lainnya asyik bermain kartu yang tujuan sebenarnya menghilangkan kantuk. Ada satu kelompok yang menyiapkan kelengkapan pemakaman untuk besok pagi, semua membantu mempermudah dan meringankan beban keluarga yang berduka.

"Nak Edwin. Sudah beres ya, yang tadi sempat bikin heboh dan ribut warga sekitar?" Pak Rt berada di dekat Edwin sambal bertanya.

"Eh Pak RT. Iya pak, alhamdulillah sudah bisa kita atasi yang mrnjadi penyebab tercium aroma bunga melati yang membuat heboh di sekitar rumah duka." Jawab Edwin.

"Nah ini kebetulan ada temen saya Raka. Raka ini pawangnya arwah penasaran yang menebarkan aroma bunga melati di sekitar rumah duka, Pak RT!" Edwin menambahkan sambil menyenggol Raka.

"Oh iya nak. Wah jadi menarik ini ceritanya, tidak ada sama sekali hubungannya dengan almarhum ya Nak? Terus bagaimana sih ceritanya, sampai saat ini sudah tidak lagi tercium aroma bunga melati!" Pak RT penasaran dan bertanya ke mereka.

"Iya Pak. Kita sudah coba berdialog dan bernegosiasi dengan Mbak Asih pemilik aroma bunga melati yang tercium di sekitar rumah duka. Sebuah pertanda bahwa aroma bunga melati itu menunjukan keberadaan Mbak Asih ada sekitar sini." Jawab Raka datar.

"Oh begitu ya nak. Terus Mbak Asih ini siapa, kenapa berada di sini dan tiba-tiba dia mau pergi dari sekitaran rumah duka?" Tanya Pak RT yang masih merasa panasaran akan keberadaan Mbak Asih. Sementara teman-teman lain asyik mendengarkan pembicaraan Raka dan Pak RT sambil menikmati kopi , makanan ringan dan rokok mereka.

"Sebenarnya Mbak Asih itu, arwah penasaran yang meninggal bunuh diri dan bergentayangan. Ceritanya awal mulanya saya berdialog dengan arwah ini, dan berniat saya usir perdi dari rumah Bagus seminggu yang lalu!" Raka sedikit bercerita  ke Pak Rt.

"Mbak Asih ini adalah arwah yang meninggal penasaran dan keberadaanya di sekitar sini selalu  ditandai dengan aroma bunga melati yang tercium. Sebenarnya mbak Asih hanya sekedar lewat atau melihat dari jauh, tetapi kayaknya malam ini Mbak Asih pengen tahu dan mondar-mandir di sekitaran rumah duka. Keberadaannya membuat heboh warga di sekitar rumah duka." Raka menambahkan ceritanya.

"Karena saya berjanji untuk mencarikan tempat tinggal, sekarang Mbak Asih berada di pertigaan ujung jalan itu dan menunggu saya di sana!" Raka menjelaskan keberadaan Mbk Asih saat ini.

"Jadi semua tidak perlu khawatir, Mbak Asih akan menurut perintah saya dan tidak akan mengganggu orang lain sesuai saran yang pernah saya sampaikan." Raka meredam rasa khawatir mereka dan memastkan bahwa Mbak Asih tidak akan berani mengganggu.

Raka melanjutkan kembali bercerita tentang siapa Mbak Asih dan kronologis pertemuan awal di rumah Bagus satu minggu yang lalu. Mereka yang berada di halaman rumah ternganga mendengar cerita penjelasan Raka tentang arwah penasaran yang bernama Mbak Asih, rasa dendamnya ke semua orang yang tidak dia suka. Dampak perbuatan beberapa pemuda yang memperkosanya pada masa hidupnya dan mengakhiri hidupnya menggantung diri dengan membawa rasa dendam yang membuat arwahnya penasaran.

                                                                                                                ***

Bersambung…. part 2 .                           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun