Mohon tunggu...
Akram Irman
Akram Irman Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan Hubungan Internasional

Hanya lulusan muda dari Jurusan Hubungan Internasional. Sangat tertarik dengan musik progresif rock dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nelayan sebagai Garda Terdepan: Praktik Nelayan Milisi Tiongkok sebagai Bentuk Ancaman Baru di Laut Cina Selatan

31 Mei 2024   10:57 Diperbarui: 31 Mei 2024   10:59 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, kemudahan mereka beroperasi dalam jumlah besar membuat Tiongkok dapat memanfaatkan para nelayan ini untuk memasuki perairan yang lebih mendalam daerah ZEE megara lain. Terlebih, kemudahan pengoperasian ini membuat Tiongkok tidak hanya mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan ikan dan pengamatan perairan semata, malinkan juga pengucilan hingga menganggu kapal lainnya yang melintas.operasi ini semakin leluasa ketika para nelayan ini biasanya didampingi atau dibuntuti oleh kapal dari Armada Penjaga Pantai Tiongkok, bahkan Angkatan Laut Tiongkok, pada jarak tertentu.  Hal ini tercermin dari pelayaran masal di Area Terumbu Tarang Whitsun, Kepulauan Spratly, yang mengganggu, bahkan mengusir para nelayan Filipina yang mana

Dari paparan tersebut, jelas ditemukan potensi ancaman baru di LCS melalui pengerahan para nelayan ini. Hal ini didasarkan pada terdapat upaya nelayam tersebut memasuki daerah perairan EEZ negara lain dan melalukan rangkaian intimidasi, gangguan, bahkan penyitaan kapal atau kendaraan perairan milik negara lain. Rupanya, Tiongkok telah memberi dukungan sejak lama bagi para nelayan secara sistematis, mulai dari pembentukan PAFMM, menyediakan subsidi bagi para nelayan dalam beragam macam bentuk, hingga penyediaan pelatihan bagi mereka dari Armada Penjaga Pantai Tiongkok, bahkan dari Angkatan Laut Tiongkok. Dukungan ini mendorong Pihak Beijing agar mereka dioperasikan secara masif di perairan yang mereka klaim sebagai "nine - dash line" guna mengonsolidasi posisi mereka sebagai "pemilik" delapan puluh persen"area perairan LCS. Pengerahan ini memiliki keuntungan strategis, seperti posisi nelayan yang ambigu dalam praktik hukum internasional, kemudahan dalam mengoperasikan secara masif, dan kecocokan mereka untuk diimplementasikan dalam operasi terbatas secara asimetris.

Saran

Indonesia sendiri memang bukanlah salah satu negara yang mengklaim area tertentu di Laut Cina Selatan sebagai perairan teritorial layaknya negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Akan tetapi, potensi ancaman yang dihadirkan dari para nelayan "milisi" asal Tiongkok tidak bisa dinafikkan karena mampu melakukan intimidasi dan gangguan lainnya bagi kapal sipil yang hendak berlayar. Untuk mencegah agar perairan Indonesia yang berbatasan dengan LCS ini terjamin keamanannya, beberapa praktik yang dilakukan Tiongkok patut dipertimbangkan untuk diadopsi, terlebih mengingat doktrin pertahanan dan keamanan menganut sistem pertahanan dan keamanan semesta.

Pertama, Indonesia patutnya melakukan modernisasi atas kapal nelayan berikut sarana dan prasarana pendukung. Merujuk pada Tiongkok, nelayan dapat melakukan pelayaran yang lebih optimal berkat dukungan pemerintah Beijing yang masif bagi para nelayan melalui modernisasi dari segala aspek, dari kapal, perangkat komunikasi, hingga kapasitas penyimpanan hasil tangkapan yang dilengkapi dengan mesin pendingin. Hal serupa juga patut dilakukan oleh Indonesia, tetapi secara terbatas dan bertahap. Modernisasi nelayan ini diinisiasi pada kelompok nelayan yang berlayar di daerah – daerah strategis dengan memulainya dari menyediakan perangkat komunikasi yang lebih baik terlebih dahulu. Perangkat tersebut lebih diutamakan agar memudahkan para nelayan untuk saling berkomunikasi ataupun menghubungi pihak angkatan laut untuk memberi perlindungan ketika menjumpai kapal – kapal yang berasal dari luar negeri, baik itu kapal nelayan ataupun kapal penjaga pantai negara lain.

Kedua, Indonesia patutnya menghadirkan pelatihan yang memadai kepada para nelayan. Pelatihan ini diperlukan agar Para nelayan dapat lebih sigap dalam menghadapi aksi agresif yang dihadirkan oleh para nelayan ataupun kapal lainnya dari luar negeri. Tidak hanya itu, pelatihan ini turut memuat cara – cara para nelayan untuk melakukan kontak dengan nelayan sesama warga Indonesia lainnya ataupun Angkatan Laut guna menghindari praktik yang tidak menyenangkan, seperti pengepungan hingga penyitaan oleh pihak lain. Terlebih, pelatihan ini turut mencakup mitigasi atas bentuk ancaman lainnya yang, mulai dari kemunculan gelombang tinggi dan bandai hingga adanya pembajakan kapal dan perdagangan manusia. Dengan dua saran ini, para nelayan ini menjadi lebih siap menghadapi bentuk ancaman baru yang asimetris dan berkontribusi dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di lautan lepas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun