Mohon tunggu...
Akram Irman
Akram Irman Mohon Tunggu... Lainnya - Lulusan Hubungan Internasional

Hanya lulusan muda dari Jurusan Hubungan Internasional. Sangat tertarik dengan musik progresif rock dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nelayan sebagai Garda Terdepan: Praktik Nelayan Milisi Tiongkok sebagai Bentuk Ancaman Baru di Laut Cina Selatan

31 Mei 2024   10:57 Diperbarui: 31 Mei 2024   10:59 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Sejumlah Kapal dari Milisi Nelayan Tiongkok Sumber: maritime-executive.com

Salah satu hal yang paling lumrah Kita temui ketika berpikir tentang pemanfaatan lautan adalah penangkapan ikan oleh para Nelayan. Hal ini karena lautan sendiri menyediakan baragam macam ikan dalam jumlah sangat besar sehingga dapat menjadi salah satu bahan pangan penting bagi manusia. Hal demikian tercermin dari Laut Cina Selatan (LCS) yang mana menaungi lebih dari 3790 - an ragam spesies ikan berikut biota laut lainnya. Pemanfaatan ini semakin kentara dimana daerah lautan ini mencerminkan 12 persen dari total penangkapan ikan secara global pada tahun 2017. Oleh karena itu, keberadaan lautan jelas tidak bisa dipisahkan dengan para nelayan yang menangkap sumber pangan besar ini dalam memenuhi kebutuhannya.

Akan tetapi, bagaimana ketika nelayan ini tidak hanya untuk mencari ikan, melainkan sebagai "garda terdepan" keamanan dan pertananan nasional? Praktik demikian banyak muncul dari kapal - kapal nelayan yang berasal dari Republik Rakyat Tiongkok. Kapal nelayan ini belayar tidak hanya di perairan teritorial Tiongkok di LCS, melainkan juga memasuki daerah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) negara tetangga dan melakukan sejumlah aksi kekerasan terhadap kapal atau unit perairan lainnya. Hal ini terjadi dari pelayaran 200 nelayan menduduki area terumbu karang Whitsun, Kepulauan Spratly. Hal serupa juga terjadi melalui blokade kapal sipil yang disewa Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) oleh 16 kapal nelayan dan 6 Kapal penjaga pantai (Coast Guard) Tiongkok pada 2016, pendudukan masif kapal nelayan Tiongkok di Laut Cina Timur mengelilingi Pulau Senkaku (diklaim sebagai Pulau Diaoyu) di Jepang pada 2016, Hingga penyitaan Kendaraan Riset Bawah Air Nirawak milik Kapal Angkatan Laut AS, USNS Bowditch, oleh Kapal Nelayan Tiongkok pada 2016. Dari temuan tersebut, banyak yang meyakini bahwa Tiongkok telah memberi peran baru para nelayan mereka sebagai "milisi" pendukung dalam kebijakan keamanan dan pertahanan nasionalnya.

Bagaimana “Milisi” Nelayan dibentuk?

Lantas, bagaimana para "milisi" nelayan ini dibentuk? Secara historis, kehadiran nelayan sebagai milisi ini ternyata sudah mengakar sejak 1956 melalui pembentukan badan bernama People's Armed Forces Maritime Militia (PAFMM). Pembentukan badan ini, yang mana kembali ditegaskan sentralitasnya melalui Buku Putih Pertahanan Tiongkok tahun 2000, didasarkan pada dua tujuan. Pertama, PAFMM ini beroperasi untuk melakukan penangkapan kolektif dan masif atas sumber daya alam yang digagas oleh Pemerintahan Mao Tse - Tung. Kedua, badan ini bertugas untuk menjadi garda depan Tiongkok dalam "menjaga" perairan nasionalnya di LCS menurut dokumen historis Mereka yang digambar sebagai "Sembilan Garis Putus" (Nine-Dash Line) Tiongkok, bukan sesuai Hukum Laut Internasional seperti yang telah diatur di dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Praktik PAFMM ini sudah dilakukan sejak Perang Vietnam di mana para kapal Nelayan ini akan memasuki perairan nasional negara lainnya, terutama Vietnam Selatan dan Taiwan, berikut dengan Kepulauan Paracel dan Spratly yang juga diperebutkan oleh Filipina dan Vietnam.

Adapun PAFMM ini semakin menjadi perhatian pada tahun 2012. Guna mendukung operasi penjagaan dan pengamanan Laut Cina Selatan yang lebih jaub lagi di dalam daerah Nine -Dash Line, Pemerintah Beijing memutuskan untuk melakukan modernisasi dan memberikan subsidi secara masif. Sebagai contoh, Tiongkok mengganti seluruh kapal nelayan menjadi kapal berbahan metal atau baja ringan, mesin yang mutakhir, dan mesin pendingin berkapasitas besar berikut memberi subsidi untuk setiap kapalnya bagi para nelayan yang mau "menjalankan operasi di laut nasional jauh". Selain itu, temuan dari Shuxian Luo dan Jonathan G. Panther menunjukkan bahwa Kapal tersebut akan didukung dengan penyediaan perangkat komunikasi dan sistem pemantauan, seprti ponsel satelit khusus maritim, ragam jenis radio, dan sistem monitor kapal dari Beidou. Tidak hanya itu, ditemukan baragam macam subsidi berbentuk finansial langsung dan tak langsung secara berjenjang dari tingkat Provinsi gingga lokal bagi setiap nelayan yang telah berlayar di daerah yang telah ditetapkan. Terakhir, para nelayan akan menerima pelatihan pelayaran dan lainnya dari pihak Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (People Liberation Forces Navy atau PLAN) maupun Armada Penjaga Pantai Tiongkok (China Coast Guard atau CCG) agar mampu beroperasi dengan sinergis antarketiganya. Beberapa laporan di luar itu juga menyoroti kemungkinan mereka dipersenjatai dengan senapan ringan, meriam air, dan alat perusak lainnya, tetapi laporan tersebut dinilai belum memiliki bukti konkret yang memadai.

Mengapa menjadi Bentuk Ancaman Baru?

Rangkaian temuan tersebut menunjukkan adanya ancaman potensial yang serius dari kehadiran nelayan "milisi" asal Tiongkok. Hal ini didasarkan pada sejumlah karakteristik dan pemanfaatan yang tidak lazim oleh Pemerintah Tiongkok dalam hukum internasional sehingga menjadi perhatian banyak pihak. Karakteristik dan pemanfaatan yang dimaksud akan dijelaskan secara berurutan.

Pertama, keberadaan nelayan "milisi" tersebut tidak memiliki posisi yang jelas apakah mereka berlayar sebagai kapal sipil atau kapal militer. Posisi yang ambigu ini dimanfaatkan karena hukum laut internasional memang tidak mencantumkan pendetilan lebih lanjut mengenai kapal milisi dan semacamnya yang notabene dimanfaatkan untuk kepentingan militer. Contoh paling sederhananya adalah para kapal nelayan ini tidak mengibarkan bendera apapun yang mencerminkan institusinya, melainkan sebatas bemdera negara saja yang mana dipraktikkan oleh beragam nelayan pada umumnya. Bisa dikatakan, posisinya yang ambigu membuat mereka bisa beroperasi untuk kepentingan militer secara terselubung.

Kedua, Kapal nelayan ini dapat beropreasi dalam jumlah yang besar. Hal demikian mudah dilakukan oleh Tiongkok karena produksi dan biaya lainnya untuk perbaikan dan bahan bakar jauh lebih murah ketimbang mengoperasikan beberapa kapal dari Angkatan Laut. Selain itu, nelayan ini juga lebih priduktif karena berlayar untuk menangkap ikan dalam jumlah besar, sejalan dengan ide penangkapan kolektif atas sumber daya perikanan. Kedua hal ini diperkuat dengan implementasi praktikbya yang cocok dengan strategi pengeroyokan (swarming) kapal - kapal di area tertentu yang dapat mengintimidasi, bahkan mengganggu, kapal lainnya dari negara yang tenga berseteru.

Ketiga, Kehadiran nelayan dapat menjadi unit yang cocok melakukan operasi terbatas secara asimetris, seperti yang telah dilakukan oleh Iran melalui Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC). Kehadiran asimetris ini hadir karena posisinya yang ambigu di mata hukum internasional berikut dengan kemudahan mereka beroperasi dalam jumlah yang besar. Posisinya yang ambigu membuat Tiongkok dapat mengoperasikan para nelayan secara sporadis dengan instensitasnya yang rendah, baik jumlah yang diterjunkan di area tertentu maupun praktik gangguan yang digunakan, sehingga negara lain memilih untuk berpikir dua kali sebelum menindak para kapal nelayan ini.  Hal ini tercermin dari keengganan Amerika Serikat dalam mengerahkan kapal militer untuk membuntuti para kapal nelayan Tiongkok ini secara cepat.

Selain itu, kemudahan mereka beroperasi dalam jumlah besar membuat Tiongkok dapat memanfaatkan para nelayan ini untuk memasuki perairan yang lebih mendalam daerah ZEE megara lain. Terlebih, kemudahan pengoperasian ini membuat Tiongkok tidak hanya mendorong nelayan untuk melakukan penangkapan ikan dan pengamatan perairan semata, malinkan juga pengucilan hingga menganggu kapal lainnya yang melintas.operasi ini semakin leluasa ketika para nelayan ini biasanya didampingi atau dibuntuti oleh kapal dari Armada Penjaga Pantai Tiongkok, bahkan Angkatan Laut Tiongkok, pada jarak tertentu.  Hal ini tercermin dari pelayaran masal di Area Terumbu Tarang Whitsun, Kepulauan Spratly, yang mengganggu, bahkan mengusir para nelayan Filipina yang mana

Dari paparan tersebut, jelas ditemukan potensi ancaman baru di LCS melalui pengerahan para nelayan ini. Hal ini didasarkan pada terdapat upaya nelayam tersebut memasuki daerah perairan EEZ negara lain dan melalukan rangkaian intimidasi, gangguan, bahkan penyitaan kapal atau kendaraan perairan milik negara lain. Rupanya, Tiongkok telah memberi dukungan sejak lama bagi para nelayan secara sistematis, mulai dari pembentukan PAFMM, menyediakan subsidi bagi para nelayan dalam beragam macam bentuk, hingga penyediaan pelatihan bagi mereka dari Armada Penjaga Pantai Tiongkok, bahkan dari Angkatan Laut Tiongkok. Dukungan ini mendorong Pihak Beijing agar mereka dioperasikan secara masif di perairan yang mereka klaim sebagai "nine - dash line" guna mengonsolidasi posisi mereka sebagai "pemilik" delapan puluh persen"area perairan LCS. Pengerahan ini memiliki keuntungan strategis, seperti posisi nelayan yang ambigu dalam praktik hukum internasional, kemudahan dalam mengoperasikan secara masif, dan kecocokan mereka untuk diimplementasikan dalam operasi terbatas secara asimetris.

Saran

Indonesia sendiri memang bukanlah salah satu negara yang mengklaim area tertentu di Laut Cina Selatan sebagai perairan teritorial layaknya negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Akan tetapi, potensi ancaman yang dihadirkan dari para nelayan "milisi" asal Tiongkok tidak bisa dinafikkan karena mampu melakukan intimidasi dan gangguan lainnya bagi kapal sipil yang hendak berlayar. Untuk mencegah agar perairan Indonesia yang berbatasan dengan LCS ini terjamin keamanannya, beberapa praktik yang dilakukan Tiongkok patut dipertimbangkan untuk diadopsi, terlebih mengingat doktrin pertahanan dan keamanan menganut sistem pertahanan dan keamanan semesta.

Pertama, Indonesia patutnya melakukan modernisasi atas kapal nelayan berikut sarana dan prasarana pendukung. Merujuk pada Tiongkok, nelayan dapat melakukan pelayaran yang lebih optimal berkat dukungan pemerintah Beijing yang masif bagi para nelayan melalui modernisasi dari segala aspek, dari kapal, perangkat komunikasi, hingga kapasitas penyimpanan hasil tangkapan yang dilengkapi dengan mesin pendingin. Hal serupa juga patut dilakukan oleh Indonesia, tetapi secara terbatas dan bertahap. Modernisasi nelayan ini diinisiasi pada kelompok nelayan yang berlayar di daerah – daerah strategis dengan memulainya dari menyediakan perangkat komunikasi yang lebih baik terlebih dahulu. Perangkat tersebut lebih diutamakan agar memudahkan para nelayan untuk saling berkomunikasi ataupun menghubungi pihak angkatan laut untuk memberi perlindungan ketika menjumpai kapal – kapal yang berasal dari luar negeri, baik itu kapal nelayan ataupun kapal penjaga pantai negara lain.

Kedua, Indonesia patutnya menghadirkan pelatihan yang memadai kepada para nelayan. Pelatihan ini diperlukan agar Para nelayan dapat lebih sigap dalam menghadapi aksi agresif yang dihadirkan oleh para nelayan ataupun kapal lainnya dari luar negeri. Tidak hanya itu, pelatihan ini turut memuat cara – cara para nelayan untuk melakukan kontak dengan nelayan sesama warga Indonesia lainnya ataupun Angkatan Laut guna menghindari praktik yang tidak menyenangkan, seperti pengepungan hingga penyitaan oleh pihak lain. Terlebih, pelatihan ini turut mencakup mitigasi atas bentuk ancaman lainnya yang, mulai dari kemunculan gelombang tinggi dan bandai hingga adanya pembajakan kapal dan perdagangan manusia. Dengan dua saran ini, para nelayan ini menjadi lebih siap menghadapi bentuk ancaman baru yang asimetris dan berkontribusi dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di lautan lepas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun