Dalam konteks korupsi, prinsip kesederhanaan ini sangat penting. Korupsi seringkali terjadi karena individu ingin menunjukkan kekuasaan atau status sosial mereka, dan mereka seringkali melakukan ini dengan cara yang tidak etis atau ilegal. Dengan menerapkan prinsip kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menghindari perilaku ini dan menciptakan masyarakat yang lebih egaliter dan bebas korupsi. Selain itu, prinsip kesederhanaan juga mengajarkan kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal atau godaan untuk melakukan korupsi, yang dapat membantu kita menjaga integritas kita.
Sistem, budaya, dan perilaku yang tidak mendukung korupsi yang diciptakan oleh Ki Ageng Suryomentaram antara lain adalah:
- Sistem yang berdasarkan pada hati nurani rakyat: Ki Ageng Suryomentaram mengkritik sistem pemerintahan yang tidak berdasarkan pada hati nurani rakyat, tetapi hanya berdasarkan pada kekuasaan dan kepentingan pribadi. Ia menginginkan sistem pemerintahan yang berdasarkan pada hati nurani rakyat, yang mengutamakan kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat. Ia menginginkan sistem pemerintahan yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
- Budaya yang berdasarkan pada kearifan Jawa: Ki Ageng Suryomentaram menulis banyak buku dan karangan tentang alam kejiwaan dan filsafat Jawa yang mengandung nilai-nilai moral dan etika yang dapat mencegah korupsi. Ia mengajarkan bagaimana cara manusia untuk mengenal diri sendiri, mengembangkan potensi diri, mengatasi hambatan diri, dan menyelaraskan diri dengan alam semesta. Ia mengajarkan bagaimana cara manusia untuk berhubungan dengan sesama manusia, dengan Tuhan, dan dengan lingkungan. Ia menekankan pentingnya sikap saling menghormati, menghargai, dan membantu antara sesama manusia, tanpa membedakan status, pangkat, atau golongan. Ia menekankan pentingnya sikap tawakal, sabar, dan syukur kepada Tuhan, serta sikap menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan.
- Perilaku yang berdasarkan pada keteladanan pemimpin: Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya keteladanan pemimpin yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab dalam memberantas korupsi. Ia mengajarkan agar pemimpin tidak hanya mengucapkan, tetapi juga menunjukkan dengan perbuatan. Ia mengajarkan agar pemimpin tidak hanya menuntut, tetapi juga memberi. Ia mengajarkan agar pemimpin tidak hanya memimpin, tetapi juga melayani.
Dengan cara-cara ini, gaya kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram dapat menanamkan kesadaran dan tanggung jawab kepada orang lain untuk tidak melakukan korupsi. Ia dapat membuat orang lain merasa terinspirasi dan termotivasi untuk mengikuti nilai-nilai anti korupsi yang ia ajarkan dan teladani.
Bagaimana gaya kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram dapat mencegah korupsi?
Gaya kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram dapat mencegah korupsi dengan cara-cara berikut:
- Ia mengajarkan prinsip enam "sa" versi Ki Ageng Suryomentaram, yaitu sakepenake (seenaknya/senyamannya): Prinsip ini mengajarkan kita untuk bertindak sesuai dengan apa yang membuat nyaman, tidak memaksakan diri. Ini berarti kita harus selalu berusaha untuk melakukan apa yang membuat kita nyaman dan tidak memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak nyaman bagi kita. , sabutuhe (sebutuhnya/sesuai kebutuhan): Prinsip ini mengajarkan kita untuk bertindak sesuai dengan apa yang dibutuhkan, tidak berlebihan dan tidak kurang. Ini berarti kita harus memahami apa yang benar-benar kita butuhkan dan tidak terjebak dalam keinginan yang berlebihan. saperlune (seperlunya): Prinsip ini mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keperluannya, tidak lebih dan tidak kurang. Ini berarti kita harus memahami apa yang benar-benar perlu kita lakukan dan tidak melakukan sesuatu yang tidak perlu. sacukupe (sacukupnya): Prinsip ini mengajarkan kita untuk mengambil atau menggunakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan tidak kurang. Ini berarti kita harus memahami apa yang cukup bagi kita dan tidak berlebihan dalam mengambil atau menggunakan sesuatu. , samesthine (semestinya): rinsip ini mengajarkan kita untuk bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya, tidak melanggar aturan atau norma yang berlaku. Ini berarti kita harus selalu berusaha untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak melanggar aturan atau norma yang berlaku. dan sabenere (sebenarnya): Prinsip ini mengajarkan kita untuk bertindak sesuai dengan kebenaran, tidak menyimpang dari kebenaran. Ini berarti kita harus selalu berusaha untuk berbuat yang benar dan tidak menyimpang dari kebenaran. Prinsip ini dapat membantu orang untuk mengendalikan keinginan dan kebutuhan dirinya sendiri, tidak berlebihan atau kurang, tidak serakah atau iri, tidak menyombongkan diri atau mengecilkan orang lain, tidak berbohong atau berpura-pura. Prinsip ini dapat membuat orang merasa cukup, puas, dan bahagia dengan apa yang dimiliki dan diperoleh. Prinsip ini dapat mengurangi peluang dan motivasi untuk melakukan korupsi, karena orang tidak merasa kurang atau kekurangan, tidak merasa iri atau dengki, tidak merasa sombong atau rendah diri, tidak merasa perlu berbohong atau berpura-pura.
- Ia menggunakan konsep kawruh jiwa atau ilmu jiwa untuk menjelaskan fenomena korupsi. Kawruh jiwa adalah ilmu yang mempelajari rasa atau perasaan manusia yang terdiri dari karep (keinginan), ati (hati), budi (akal), dan rasa (perasaan). Karep adalah keinginan yang bersifat mulur (berkembang) dan mungkret (menciut) sesuai dengan situasi dan kondisi. Ati adalah hati yang merupakan pusat pengendali karep dan budi. Budi adalah akal yang berfungsi sebagai alat untuk memahami dan menilai sesuatu. Rasa adalah perasaan yang timbul sebagai akibat dari karep, ati, dan budi. Menurut Ki Ageng Suryomentaram, korupsi terjadi karena karep yang tidak terkendali oleh ati dan budi. Karep yang tidak terkendali akan menimbulkan rasa yang negatif, seperti serakah, iri, sombong, dan lain-lain. Rasa yang negatif ini akan mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, Ki Ageng Suryomentaram menyarankan agar manusia dapat mengendalikan karepnya dengan mengikuti prinsip enam "sa". Dengan demikian, manusia dapat mengubah rasa yang negatif menjadi rasa yang positif, seperti puas, syukur, rendah hati, dan lain-lain. Rasa yang positif ini akan mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
- Ki Ageng Suryomentaram adalah seorang filsuf dan penulis yang produktif. Buku-buku dan karangan-karangannya mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk alam kejiwaan dan filsafat Jawa. Karya-karyanya mengandung nilai-nilai moral dan etika yang dapat mencegah korupsi. Beberapa karya beliau yang terkenal adalah Kawruh Jiwa, Kawruh Begja, Kawruh Rasa, Kawruh Budi, Kawruh Ati, dan Kawruh Karep.
Dalam karya-karya ini, Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bagaimana cara manusia untuk mengenal diri sendiri, mengembangkan potensi diri, mengatasi hambatan diri, dan menyelaraskan diri dengan alam semesta. Dia juga mengajarkan bagaimana cara manusia untuk berhubungan dengan sesama manusia, dengan Tuhan, dan dengan lingkungan. Dia menekankan pentingnya sikap saling menghormati, menghargai, dan membantu antara sesama manusia, tanpa membedakan status, pangkat, atau golongan. Dia juga menekankan pentingnya sikap tawakal, sabar, dan syukur kepada Tuhan, serta sikap menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan.
Membaca dan mempelajari karya-karya Ki Ageng Suryomentaram dapat memperkaya pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran kita tentang nilai-nilai moral dan etika yang dapat mencegah korupsi. Kita dapat meniru dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita dapat membantu mencegah korupsi dan menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Selain itu, karya-karya Ki Ageng Suryomentaram juga memberikan kita panduan untuk hidup yang lebih baik dan lebih bahagia. Dia mengajarkan kita untuk merasa cukup dengan apa yang kita miliki, untuk bersikap jujur dan tulus, dan untuk hidup sederhana. Dia mengajarkan kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal atau godaan untuk melakukan korupsi. Dia mengajarkan kita untuk selalu bertindak dengan integritas dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, ajaran Ki Ageng Suryomentaram tidak hanya memberikan kita panduan untuk mencegah korupsi, tetapi juga memberikan kita panduan untuk hidup yang lebih baik dan lebih bahagia. Dengan menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.
Jadi, karya-karya Ki Ageng Suryomentaram bukan hanya berharga dari segi filosofis dan etis, tetapi juga sangat relevan dan bermanfaat dalam konteks modern. Nilai-nilai yang diajarkan dalam karya-karya ini dapat membantu kita menghadapi tantangan dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk masalah korupsi. Dengan demikian, karya-karya Ki Ageng Suryomentaram layak untuk dibaca dan dipelajari oleh semua orang, terlepas dari latar belakang atau kepercayaan mereka.
- Ia menjadi guru dari suatu aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang berarti ilmu bahagia dan bertujuan untuk merenungkan hakikat hidup manusia agar memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya.Dalam pengajaran ini, Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya kesadaran dan pemahaman terhadap diri sendiri. Dia mengajarkan bahwa dalam hidup, setiap orang akan mengalami masa-masa senang dan susah2. Oleh karena itu, orang yang paham akan irama senang dan susah, dan bisa tabah dalam menghadapi kedua kondisi tersebut, adalah orang yang akan mencapai kebahagiaan.Ilmu ini juga mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak terletak di luar diri kita, melainkan berasal dari dalam diri kita sendiri. Banyak orang yang mengira bahwa kebahagiaan terletak di luar dirinya dan sibuk memperhatikan aspek luar dari dirinya sendiri. Namun, menurut Ki Ageng Suryomentaram, kebahagiaan sejati ditemukan ketika seseorang bisa berdamai dengan dirinya sendiri dan menerima apa adanya. Aliran ini memiliki banyak penganut yang tersebar di seluruh Jawa, meskipun tanpa ada organisasi atau propaganda seperti yang dilakukan oleh aliran-aliran yang lain. Aliran ini mengajarkan ajaran moral yang sederhana namun mendalam, seperti Aja Dumeh yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, jangan mengecilkan orang lain, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah sama. Aliran ini juga mengajarkan bagaimana cara manusia untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, yaitu dengan mengikuti alur hidup yang telah ditentukan oleh Tuhan, tanpa memaksakan kehendak sendiri. Aliran ini juga mengajarkan bagaimana cara manusia untuk menghadapi dan menyikapi penderitaan yang pasti dialami oleh manusia, yaitu dengan menerima, mengerti, dan mengubahnya menjadi pelajaran berharga. Dengan bergabung dan belajar dari aliran ini, orang dapat merasakan kebahagiaan, ketentraman, dan keseimbangan dalam hidup. Orang dapat menghindari korupsi, karena mereka tidak merasa perlu untuk mencari kebahagiaan dari hal-hal yang bersifat materi, duniawi, atau sementara.