Mohon tunggu...
Muhammad Fachri Akmal
Muhammad Fachri Akmal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka ngomongin bola meski gak ngerti-ngerti amat.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Peluru Jitu Sniper Jerman

22 Mei 2024   15:36 Diperbarui: 22 Mei 2024   17:21 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pada momen itu, saya berteriak seperti orang kesetanan. Saya masih ingat jelas, momen itu terjadi pada hari terakhir libur Ramadhan, yang mana, saya yang masih duduk di bangku SMP harus berangkat sekolah begitu fajar menyambut. Namun, siapa pula yang menyangka, saya yang masih bocah dan baru mengikuti industri sepak bola sejak musim 2008/2009, bisa turut berbagi suka cita kala menyaksikan orang-orang asing—yang bahkan tidak ada ikatan batin sama sekali—mengangkat trofi emas berbentuk bola dunia.

Toni Kroos dengan medali juara Piala Dunia 2014. (Sumber: x.com/ESPN FC)
Toni Kroos dengan medali juara Piala Dunia 2014. (Sumber: x.com/ESPN FC)
***


Pasca gelaran agung tersebut, saya menasbihkan diri saya sendiri sebagai penggemar Toni Kroos.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tak lama setelah itu, banyak rumor berseliweran tentang kepergian Toni dari tanah "Weltstadt mit Herz" yang saat itu sudah berpindahtangan ke Pep Guardiola.

Manchester United yang juga ditinggal Sir Alex Ferguson santer dikaitkan dengan gelandang asal Jerman tersebut. Sebagai pengabdi Setan Merah, masih tergambar jelas, bagaimana bahagianya saya saat itu.

Pelatih Baru United, David Moyes, konon katanya sudah sedekat ujung kuku untuk merekrutnya.

Sayang, takdir berkata lain. Sosok yang begitu saya idolakan itu lebih memilih untuk merantau ke kota Madrid yang jauh berada di Negeri Matador. Namun, kita semua tahu seperti apa ending-nya. The rest is history.


Nasib kami pun akhirnya berbanding terbalik 180°. Toni menjadi penguasa Eropa dan dunia, sedangkan saya dan barisan pendukung Setan Merah lainnya, masih terjerembab dalam lumbung kegagalan dan putus yang entah akan bertahan sempai kapan.


Dalam lamunan, saya sering kali merenungi tragedi tersebut. Kalau saja Toni Kroos berlabuh ke Old Trafford, mungkin nasib kami tidak akan seburuk ini. Namun di sisi lain, saya juga teringat: kalau saja dia datang, barangkali seluruh dunia tidak akan pernah menyaksikan kecemerlangan Toni Kroos yang kita kenal sekarang.


Yahh, begitulah takdir dan hidup. Apa yang terdengar seperti bencana bagi kita, justru bisa jadi maslahat bagi orang lain.

Sudah cukup kisah 'cinta tak sampai' ini. Saya sebagai penggemar United dan Toni Kroos, mengibaratkannya sebagai karakter Tom Hansen dan Summer dalam film "500 Days of Summer". Meskipun pernah sedekat ujung kuku dengan berbagai ekspektasi, pada akhirnya Tom hanya bisa mendewasakan diri dan melanjutkan hidup tanpa kehadiran Summer di sisinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun