Mohon tunggu...
Muhammad Akmal Latang
Muhammad Akmal Latang Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Melihat hidup ini dari perspektif sendiri, bukan mata orang lain

Kebaikan dan niat baik jangan dilihat darimana sumbernya !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Konfusianisme dan Pengentasan Kemiskinan: Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Membangun Kesejahteraan

29 Januari 2023   15:37 Diperbarui: 29 Januari 2023   15:40 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret permukiman kumuh di salah satu sudut kota Jakarta / Detik.com

Kemiskinan merupakan masalah yang melanda berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan, diantaranya adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Seseorang dikatakan miskin berdasarkan pada tingkat pendapatannya dan/atau aksesnya terhadap sumber daya yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi yang memadai. Ada beberapa cara untuk mengukur kemiskinan, diantaranya:

  1. Pendekatan absolut: ini berdasarkan pada tingkat pendapatan yang dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
  2. Pendekatan relatif: ini berdasarkan pada perbandingan pendapatan seseorang dengan pendapatan rata-rata penduduk di suatu wilayah atau negara.
  3. Pendekatan multi-dimensi: ini mengukur kemiskinan berdasarkan pada akses seseorang terhadap sumber daya yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap layanan umum.

Namun, perlu diingat bahwa tingkat kemiskinan berbeda-beda antar negara dan dalam satu negara pun bisa berbeda-beda antar wilayah. Oleh karena itu, standar yang digunakan untuk mengukur kemiskinan juga berbeda-beda.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial menggunakan pendekatan multi-dimensi untuk menentukan tingkat kemiskinan. Standar yang digunakan oleh BPS dan Kementerian Sosial Indonesia untuk menentukan tingkat kemiskinan meliputi:

  1. Pendapatan: tingkat pendapatan seseorang harus di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah. Garis kemiskinan ini dihitung berdasarkan biaya hidup yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
  2. Kualitas rumah: seseorang dikatakan miskin jika rumahnya tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pemerintah, seperti akses air bersih dan sanitasi yang memadai.
  3. Pendidikan: seseorang dikatakan miskin jika tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang memadai atau jika anggota keluarganya tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena alasan ekonomi.
  4. Kesehatan: seseorang dikatakan miskin jika tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang memadai atau jika anggota keluarganya memiliki masalah kesehatan yang berkepanjangan karena kekurangan sumber dana.
  5. Akses terhadap sumber daya: seseorang dikatakan miskin jika tidak memiliki akses terhadap sumber daya lain yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi, seperti akses terhadap listrik, perizinan, transportasi, dan layanan umum lainnya.

Faktor ekonomi yang mempengaruhi kemiskinan antara lain adalah tingkat pengangguran yang tinggi, rendahnya tingkat pendapatan, dan ketidakseimbangan distribusi pendapatan. Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan seseorang atau keluarga tidak memiliki sumber pendapatan yang stabil, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal. Rendahnya tingkat pendapatan juga menyebabkan seseorang atau keluarga tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Ketidakseimbangan distribusi pendapatan antara yang kaya dan yang miskin juga menyebabkan terjadinya kemiskinan, karena kekayaan yang tidak merata hanya mengalir pada sebagian kecil masyarakat saja.

Faktor sosial yang mempengaruhi kemiskinan antara lain adalah tingginya tingkat pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap sumber daya. 

Tingginya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang, tetapi jika tingkat pendidikan rendah, maka seseorang akan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan meningkatkan pendapatannya. Kesehatan yang buruk juga dapat mempengaruhi kemiskinan, karena seseorang yang sakit akan kesulitan untuk bekerja dan mencari nafkah. Akses terhadap sumber daya yang baik, seperti air bersih, listrik, dan transportasi juga penting dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang.

Faktor budaya dan politik. Budaya yang memperlakukan seseorang sebagai objek yang tidak penting atau dianggap tidak berharga dapat membuat seseorang merasa tidak berdaya dan tidak memiliki harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Politik yang korup juga dapat mempengaruhi kemiskinan, karena uang yang seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat yang miskin justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Kapasitas berpikir individu. Seseorang yang memiliki kapasitas berpikir yang baik akan lebih mampu untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya dan meningkatkan kualitas hidupnya. Namun, seseorang yang memiliki kapasitas berpikir yang rendah akan kesulitan untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya dan mungkin terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Akan tetapi, kapasitas berpikir sendiri tidak dapat dikatakan sebagai penyebab utama kemiskinan. Seseorang dengan kapasitas berpikir yang baik dapat tetap mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan atau meningkatkan pendapatannya karena faktor-faktor lain seperti kurangnya pendidikan, keterampilan, kesempatan kerja, diskriminasi, masalah kesehatan, masalah keluarga, dll.

Tingkat kemalasan juga dapat mempengaruhi kemiskinan. Seseorang yang malas akan kesulitan untuk bekerja keras dan mencari nafkah, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Namun, tingkat kemalasan ini tidak selalu menjadi penyebab utama kemiskinan, karena faktor-faktor lain juga dapat mempengaruhi.

Pengaruh politik terhadap kemiskinan juga sangat penting untuk diperhatikan. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan pada suatu negara.

Contohnya, kebijakan pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan bagi masyarakat, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Namun, jika kebijakan pemerintah hanya fokus pada pembagian bantuan sosial tanpa upaya untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan, maka dapat menjadi jalan yang sia-sia untuk menanggulangi kemiskinan.

Selain itu, korupsi juga sangat mempengaruhi, hal ini dapat menyebabkan dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pemberantasan kemiskinan dihabiskan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, sehingga secara langsung menyebabkan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.

Dalam konteks politik, partai politik yang berkuasa juga memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam mengatasi masalah kemiskinan. Apabila partai politik yang berkuasa memiliki komitmen yang kuat dalam mengatasi masalah kemiskinan, maka harusnya lebih memungkinkan untuk mencapai tujuan dalam mengurangi tingkat kemiskinan.

Beberapa faktor/penyebab kemiskinan mungkin tidak dapat diatasi dengan mudah atau sepenuhnya. Beberapa contohnya :

  • Faktor alam seperti bencana alam atau musim yang buruk yang dapat menyebabkan kehilangan sumber mata pencaharian.
  • Kondisi geografis yang terpencil atau kurang akses terhadap fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
  • Masalah struktural ekonomi yang mendasar, seperti ketidakseimbangan pasar atau ketidaksetaraan pendapatan yang dapat menyebabkan kesulitan bagi individu atau kelompok untuk meningkatkan kondisi ekonomi mereka.
  • Masalah politik dan sosial yang mendasar seperti korupsi dan ketidakadilan sosial yang dapat menyebabkan kesulitan bagi individu atau kelompok untuk meningkatkan kondisi ekonomi mereka.
  • Faktor sosial, seperti diskriminasi gender, ras, etnis, atau agama. Seseorang yang di diskriminasi dalam pasar kerja atau akses terhadap pendidikan dan pelatihan, cenderung lebih rentan terhadap pemiskinan.

Peningkatan jumlah kemiskinan juga terjadi akibat adanya suatu keadaan yang disebut pemiskinan, pemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mengalami penurunan kualitas hidup akibat kondisi ekonomi yang menurun dan akan sulit untuk meningkatkan perekonomiannya disebabkan beberapa faktor eksternal.

Beberapa solusi untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia sebenarnya telah diterapkan oleh pemerintah serta lembaga swasta lainnya diantaranya:

  1. Langkah pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan, dan meningkatkan investasi di sektor-sektor yang menghasilkan lapangan kerja.
  2. Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan dengan memberikan bantuan sosial yang cukup, seperti bantuan sosial untuk keluarga miskin, bantuan sosial untuk anak-anak miskin, bantuan sosial untuk kesehatan, bantuan sosial untuk pendidikan, dan bantuan sosial untuk perumahan.
  3. Pemerintah dan swasta mencoba meningkatkan perekonomian masyarakat melalui program-program pemberdayaan ekonomi seperti program-program usaha mikro, program-program kredit, dan program-program pemberdayaan sumber daya manusia.
  4. Usaha lain yang sedang dilakukan pemerintah seperti bantuan sosial kepada masyarakat miskin misalnya jaminan sosial bagi pekerja, jaminan sosial bagi pengangguran, jaminan sosial bagi anak-anak miskin, jaminan sosial bagi orang tua miskin, jaminan sosial bagi orang yang sakit, jaminan sosial bagi orang yang tidak mampu dan jaminan sosial bagi orang yang cacat.

Namun banyak diantara program tersebut masih belum maksimal dalam penerapannya bahkan di beberapa kasus, program yang ditawarkan pemerintah dapat disebut salah sasaran atau tidak menyentuh masyarakan miskin sama sekali.

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya praktik korupsi yang menjamur serta sebahagian masyarakat indonesia yang masih memiliki mental serakah sehingga bantuan yang seharusnya diterima oleh rakyat miskin malah diberikan kepada rakyat dengan ekonomi menengah.

Oleh karena itu, penulis mencoba merangkum beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat miskin untuk keluar dari keadaan tersebut, diantaranya:

  1. Mengikuti pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan meningkatkan peluang kerja.
  2. Mencari pekerjaan yang lebih baik dan lebih stabil.
  3. Memulai usaha kecil dengan modal yang terjangkau.
  4. Jangan mennunggu, tapi Menjemput dukungan finansial maupun pelatihan dari program-program pemerintah atau organisasi-organisasi yang peduli dengan masalah kemiskinan.
  5. Menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam mencari sumber pendapatan.
  6. Menjadi lebih disiplin dalam mengelola keuangan.
  7. Mencari jaminan sosial dari pemerintah yang tersedia.
  8. Menjadi lebih efisien dalam mengelola sumber daya yang ada.
  9. Mencari dukungan dari lingkungan sosial dan keluarga.
  10. Menjadi lebih berdaya saing dengan meningkatkan kualitas diri dan keterampilan.
  11. Mencari kesempatan untuk berinvestasi dan meningkatkan pendapatan.
  12. Mencari dukungan dari organisasi-organisasi yang peduli dengan masalah kemiskinan.
  13. Menjadi lebih aktif dalam memperjuangkan hak-hak dan kepentingan diri sendiri dan masyarakat sekitar.
  14. Menjadi lebih berdaya saing dengan meningkatkan kualitas diri dan keterampilan.
  15. Mencari dukungan dari pemerintah dan organisasi-organisasi yang peduli dengan masalah kemiskinan.

Namun, sebelumnya, masyarakat harus mengubah mindset atau pola pikir. Pola pikir yang negatif dan pesimis dapat menghambat seseorang dalam mencari peluang dan menemukan solusi untuk masalah kemiskinan. Oleh karena itu, merubah pola pikir dasar menjadi lebih positif dan optimis dapat membantu seseorang untuk lebih percaya diri dan lebih berani dalam mengambil tindakan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Selain itu, pola pikir yang berorientasi pada konsumsi dapat menghambat pengelolaan keuangan yang baik. Oleh karena itu, merubah pola pikir dasar menjadi lebih fokus pada pengelolaan keuangan dan investasi dapat membantu seseorang untuk meningkatkan pendapatan dan mengelola sumber daya yang ada dengan lebih efisien.

Tidak hanya itu, pola pikir yang lebih berorientasi pada kemandirian dan pengembangan keterampilan juga dapat membantu seseorang untuk meningkatkan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan.

Jadi, merubah pola pikir dasar dapat menjadi salah satu solusi yang efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Sebagai penutup, kemiskinan dapat dilihat sebagai hasil dari keterbatasan manusia dalam mengelola sumber daya yang ada. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keterbatasan pengetahuan, keterbatasan keterampilan, dan keterbatasan mental.

Untuk dapat keluar dari belenggu kemiskinan, manusia harus memahami bahwa keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat diatasi melalui pengembangan diri. Ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan kesadaran diri.

Aristoteles menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk mencapai kebahagiaan melalui pengembangan diri, yang dapat dicapai melalui praktik-praktik yang terus menerus dan kerja keras. Ini sama dengan keluar dari belenggu kemiskinan dengan cara meningkatkan kapasitas diri agar dapat mengelola sumber daya yang ada dengan lebih efisien dan mencapai kesejahteraan ekonomi.

Filosofi lain seperti konfusianisme juga menganggap bahwa peran pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam mengatasi masalah kemiskinan. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan masyarakat harus berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan dengan cara memberikan dukungan dan partisipasi dalam program-program yang diselenggarakan.

Singkatnya, keluar dari belenggu kemiskinan memerlukan pengembangan diri, kerja keras dan peran aktif dari individu, pemerintah dan masyarakat yang saling melengkapi dan melindungi satu sama lain.

Semoga tulisan ini dapat menyegarkan akhir pekan kita, Salam sehat.

Sumber: 

Poverty, Shame and Ethics in Contemporary China | Journal of Social Policy | Cambridge Core

The Philosophy of Happiness in Life (+ Aristotle's View)

Confucian Culture, Informal Risk-Sharing, and Vulnerability to Poverty: Evidence from China by Yongbo Ge, Hongyu Chen, Ruizhi Dong :: SSRN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun