Mohon tunggu...
Muhammad Akmal Latang
Muhammad Akmal Latang Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Melihat hidup ini dari perspektif sendiri, bukan mata orang lain

Kebaikan dan niat baik jangan dilihat darimana sumbernya !

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Prabowo Subianto: Membangun Kembali Indonesia Raya

8 Oktober 2018   11:00 Diperbarui: 8 Oktober 2018   15:34 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
makassar.tribunnews.com

.Rakyat Indonesia mendambakan terwujudnya cita cita bangsa untuk menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sesuai dengan tujuan dan tugas dasar negara Indonesia yang tertera pada UUD 1945, di mana dinamika pemerintahan dan keadaan negeri ini tidak sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa, maka dari itu reorientasi dan penegasan kembali kapada paradigm nasional yang berlandaskan kapada undang undang dasar 1945  sudah dirasakan mendesak untuk segera ditetapkan dan dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur, tidak depat dicapai apabila pembangunan nasional tidak bisa menjamin tercapainya pemerintahan yang berdaulat, kuat dan kaya serta efektif yang didukung penuh dengan penduduk yang cerdas, sehat, kaya dan maju.

Landasan pemikiran dalam membangun Indonesia raya yaitu dengan menjadikan Pancasila sebagai landasan idiil yang dijadikan dasar dalam perumusan dan pengembangan visi, misi, strategi dan kebijakan serta program pembangunan nasional, serta sebagai hukum dasar tertulis dan konstitusi dasar maka seluruh rangkaian visi, misi, strategi, kebijakan dan program pembangunan nasional harus berpedoman pokok pada pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 sebagai landasan konstutisional. 

Wawasan nusantara sebagai landasan visional yaitu kemandirian suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan kemampuan suatu negara dalam memenuhi kecukupan dan ketersediaan pangan dan energy untuk menjamin kebutuhan rakyatnya. 

Ketahanan nasional sebagai landasan konsepsional dimaksudkan bahwa dengan menjaga ketahanan nasional maka mampu menjamin indentitas, integritas, kelansungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional. 

Serta menempatkan undang undang landasan operasional sebagai upaya dalam mewujudkan kedaulatan pangan oleh pemerintah mendapatkan tantangan yang semakin besar mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk dan tangka pertumbuhan penduduknya yang tinggi, undang undang no 25 tahun 2004 merupakan undang undang yang dapat dijadikan acuan dan dasar dalam perencanaan pembangunan baik pembangunan nasional maupun daerah.

Dari segi perekonomian, kemakmuran dan pendapatan per kapita, Indonesia belum mampu sejajar dengan negara seperti Thailand, apalagi Malaysia seperti pada tahun 2009 hanya 4.35 persen dari yang sebelumnya tahun 1985 yaitu 4.82 persen.

Indonesia adalah negara tropis terbesar kedua di dunia. Indonesia pun negara maritim kepulauan yang memiliki berbagai sumber daya hayati kelautan dan perikanan yang melimpah dan beragam. Posisi itu, jelas merupakan keunggulan kompetitif bangsa kita. Dan sejatinya, membuat kita mampu unggul dan maju. Tapi kita masih belum mampu berdaulat dan bersaing di atas keunggulan komparatif serta keunggulan kompetitif secara optimal.

Beberapa fakta dari 27 persen luas zona tropis dunia, Indonesia memiliki 11 persen wilayah tropis yang dapat ditanami dan dibudidayakan sepanjang tahun. Indonesia juga termasuk negara dengan luas wilayah terluas. 

Berdasarkan luas wilayah dan luas lahan yang dapat ditanami, posisi Indonesia berada di urutan nomer 10 di dunia. Hal ini berdasarkan pada data World Bank (2009), dapat ditunjukkan dengan cakupan luas wilayah 1,905 juta kilometer persegi, sementara menurut Badan Pusat Statistik (2008), total luas daratan Indonesia sekitar 1,91 juta kilometer persegi. 

Dari cakupan luas wilayah tersebut, luas lahan yang dapat ditanam seluas 241,88 ribu kilometer persegi. Sayangnya luas lahan yang dapat ditanami di Indonesia hanya sekitar 12 persen saja. Karena sisanya berupa pegunungan dan perbukitan dan lain-lain yang tidak mungkin untuk diusahakan.

Padahal menurut perkiraan World Bank (2009), lahan optimal Indonesia mencapai 836,106 kilometer persegi. Ini artinya, jika ditanami dua kali saja dalam setahun, maka potensi budidayanya sekitar 167,22 juta hektar. 

Apalagi bila ditanami tiga kali setahun atau dibudidayakan sepanjang tahun.  Negara China dan India yang juga memiliki lahan yang dapat ditanami dan lahan optimal jauh lebih besar dibanding Indonesia. Namun, bila dibandingkan dalam lahan dengan karakteristik tropis, potensi pertanian tropis Indonesia justru lebih besar bila dibandingkan dengan China --yang hampir sebagian besar lahannya adalah subtropis. Apalagi bila hanya dibandingkan dengan India.

Seharusnya, dengan potensi lahan yang tersedia, petani Indonesia bisa memperoleh tingkat pendapatan yang tinggi. Akan tetapi yang terjadi sebaliknya, nilai tambah yang dihasilkan dan dinikmati petani Indonesia malah termasuk yang terendah di dunia meski masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan China dan India. 

Data membuktikan bahwa dalam rentang 2003-2005, rata-rata hanya 538 dolar setahun atau hanya setara dengan Rp 5.830 juta per tahun atau Rp 486 ribu per bulannya.

Tentu saja hal ini dapat diibartkan ayam mati di lumbung padi. Kemiskinan, pengangguran, ketertinggalan dan rendahnya pendapatan masih melekat pada bangsa ini, termasuk para petaninya. Muaranya, perekonomian nasional pun dihadapkan pada kondisi penguasaan dan ketergantungan yang sangat kuat dan relatif besar kepada kekuatan dan kepentingan asing.

Kondisi ini bahkan diperkirakan telah berlangsung lama. Indikasi keterlibatan kekuatan dan kepentingan asing ini sangat jelas tergambar dalam pengusahaan dan pengelolaan sumber daya minyak dan gas serta sumber daya mineral lainnya seperti batubara, emas dan tembaga. Dalam dekade belakangan ini, penguasaan dan ketergantungan kepada kekuatan dan kepentingan asing ini telah merambat ke bidang dan sektor ekonomi utama lainnya.

Tak hanya itu, penguasaan dan kebergantungan kepada kekuatan dan kepentingan asing ini pun telah berlangsung lama dan terjadi di bidang agribisnis, seperti perusahaan benih, pestisida, obat-obatan pertanian, serta alat dan mesin pertanian. 

Di bidang perikanan pun setali tiga uang, kekuatan dan kepentingan asing telah merasuk kuat seperti pada perbenihan, pakan dan obat-obatan, bahkan pada perkapalan dan alat tangkap ikan. Hal yang sama juga terjadi di industri otomotif, elektronik, dan berbagai bisnis strategis lainnya.

Oleh karenanya, sudah sepatutnya, sistem perekonomian yang dianut bangsa ini harus diubah menjadi system ekonomi kerakyatan seperti yang tercantum pada Undang udnang dasar 1945 pada pasal 33 tentang perekonomian. Diperlukan keberpihakan efektif yang diikuti dengan reorientasi dan penajaman kembali strategi dan kebijakan pembangunan nasional.

Semestinya dengan modal kemerdekaan yang telah dicapai dan kesatuan yang utuh serta kuat yang telah diperoleh, maka Indonesia sebagai bangsa dan negara mampu berdaulat dalam seluruh bidang kehidupan. Namun nyatanya, menurut pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), kepentingan rakyat banyak sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi tereleminasi dan dikalahkan oleh kepentingan serta dominasi asing.

Memang negara-negara lain juga mengalami goncangan krisis ekonomi, tetapi dampak dan kemampuan untuk pulih Indonesia jauh lebih buruk dan lemah. 

"Hal ini terutama disebabkan fundamental perekonomian nasional yang rapuh dan tidak berpondasi kokoh pada kaki sendiri," tandasnya sebagaimana yang tertuang dalam bukunya Membangun Kembali Indonesia Raya, Haluan Baru Menuju Kemakmuran (2009).

Tak ayal, kondisi ini menunjukkan bahwa kelimpahan, keunggulan komparatif dan kompetitif sumber daya Indonesia belum sepenuhnya dimaksimalkan. "Alhasil segala upaya serta usaha untuk membangun perekonomian nasional dalam kurun waktu sekitar 10 tahun, serasa sia-sia, dan kita seakan memulai lagi dari nol," tegasnya.

Menurutnya, pertumbuhan yang telah dicapai ini pun jelas masih belum mampu membuat Indonesia mencapai tujuan pembangunan itu sendiri. Yaitu pengentasan kemiskinan dan penghapusan pengangguran. Belum lagi tujuan lainnya, yaitu memenuhi aspek pemerataan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun