Mohon tunggu...
Akmal Ibad
Akmal Ibad Mohon Tunggu... Guru - guru

hobi membuat opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Horog-Horog, Kuliner Khas Kota Ukir Yang Wajib Di Coba

14 Desember 2024   20:57 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:57 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengunjungi Desa Penghasil Horog-Horog

Proses pembuatan video membawa saya ke Desa Menganti, salah satu desa di Jepara yang masih memproduksi horog-horog secara tradisional. Di sini, saya melihat langsung bagaimana horog-horog dibuat. Tepung sagu, bahan utamanya, ternyata didatangkan dari luar daerah, mengingat sagu tidak tumbuh di Jepara. Namun, masyarakat setempat, yang mayoritas adalah perempuan, dengan kreatifnya mengolah sagu ini menjadi horog-horog.

Ibu Siti, salah satu pekerja yang saya temui, menjelaskan bahwa proses pembuatan horog-horog melibatkan pengukusan tepung sagu hingga menggumpal menjadi butiran kecil. Saat saya menemui Ibu Siti, seorang pekerja di desa Menganti, Jepara, beliau dengan antusias menjelaskan proses pembuatan horog-horog. Beliau menambahkan "Makanan khas ini terbuat dari tepung sagu yang didatangkan dari luar Jepara, seperti wilayah Jawa Barat atau Tanjung, karena daerah ini tidak menghasilkan sagu sendiri."

Beliau pun melanjutkan menjelaskan proses pembeuatannnya dari awal. Dimana dari informasi yang saya dapatkan, Proses pembuatan dimulai dengan merendam tepung sagu semalaman untuk menghilangkan rasa pahit dan melunakkan teksturnya. Setelah itu, tepung sagu diayak dan dimasak dengan teknik khusus yang memerlukan kesabaran. Dengan api kecil, sagu dikukus sambil diaduk hingga mengembang dan menggumpal seperti butiran kecil. Dalam proses ini, tangan harus bersih dan tidak berbau wangi dari produk kimia, karena bisa membuat hasil akhir horog-horog cepat basi. Prosesnya memakan waktu sehari penuh, dan hasil akhirnya adalah butiran sagu kenyal yang siap disantap sebagai pengganti nasi.  

Setelah saya bertanya mengenai proses pembuatan dan take video. Saya dan teman sayapun melanjutkan bertemu dengan owner usaha horog2 tersebut untuk bertanya proses distribusisi dan juga sejarahnya.

Sejarah Pelik Di Balik Horog-Horo

Saat saya bertemu dengan Pak Kardi, pemilik usaha horog-horog, beliau dengan bangga menceritakan sejarah dan proses distribusi makanan khas Jepara ini. "Horog-horog ini bukan sekadar makanan, tapi bagian dari warisan turun-temurun," ujar Pak Kardi. "Dulu, saat beras sulit didapat, masyarakat Jepara mulai mengolah sagu sebagai pengganti nasi. Sagu yang didatangkan dari luar daerah, seperti Jawa Barat dan Tanjung, diolah dengan tangan terampil menjadi horog-horog yang kini jadi ciri khas kami."

Beliau melanjutkan, "Kreativitas nenek moyang kami luar biasa. Meski sagu bukan bahan lokal, mereka berhasil mengolahnya menjadi makanan yang tak hanya enak, tetapi juga menjadi simbol ketahanan hidup di masa sulit. Itu sebabnya kami bangga menjaga tradisi ini."

Setelah mendengar cerita tersebut, saya semakin kagum dengan ketangguhan dan kreativitas nenek moyang masyarakat Jepara. Tidak hanya berhasil bertahan di masa-masa sulit, mereka juga menciptakan sesuatu yang unik dan penuh makna.

Tak hanya itu, Pak Kardi juga menjelaskan bagaimana distribusi horog-horog dilakukan. Setiap hari, horog-horog yang sudah jadi diambil oleh para distributor untuk dipasarkan di berbagai pasar, termasuk pasar tradisional seperti Pasar Karang Randu dan Pasar Pagi Desa Semat. "Proses distribusi biasanya meningkat pada akhir pekan dan saat ada hajatan," ujar Pak Kardi. "Orang-orang Jepara seringkali menyantap horog-horog saat acara besar, dan itulah yang membuatnya semakin dikenal."  Selain ituu "Biasanya juga ada pelanggan tetap ari pedagang bakso, mereka mengambilnya dari sini karena kalua dari pasar hargnya sudah berbeda" tambahnya.

Mendengarkan penjelasan Pak Kardi, saya merasa semakin yakin bahwa horog-horog bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga sebuah karya budaya yang patut dilestarikan. Sebuah simbol kreativitas dan ketahanan, yang hingga kini terus hidup dan berkembang, memberikan makna lebih pada setiap butiran kenyal horog-horog yang disantap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun