jurnal karya Rizal Irvan AminÂ
Isu permasalahan regulasi menjadi diskursus yang sering mencuat beberapa tahun terakhir. Peraturan perundang-undangan yang esensinya merupakan sekumpulan sistem aturan untuk menghadirkan tatanan hukum dan masyarakat yang tertib, justru realitanya sering kali memunculkan konflik, baik konflik internal antar peraturan maupun konflik eksternal yang melibatkan lembaga pemerintahan dan masyarakat. Kajian ilmu hukum dalam perspektif sosiologi hukum menjadi instrumen keilmuan yang masuk akal untuk membedah fenomena permasalahan peraturan perundang-undangan yang terjadi, hal ini dikarenakan hulu dan hilir suatu regulasi adalah masyarakat.Â
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik regulasi terjadi dikarenakan di dalam praktik pembentukan peraturan perundang-undangan masih sering kali mengabaikan procedural due process of law dan substantive due process of law yang salah satu poin utamanya adalah dibutuhkan partisipasi publik yang seluas-luasnya di dalam proses pembentukan peraturan. Alhasil beberapa regulasi yang dihasilkan kerap menimbulkan konflik dikarenkan ketidaksesuaian antara substansi peraturan dengan keadaan dan kebutuhan di masyarakat.Â
sosiologi peraturan perundang-Undanganan
Peraturan perundang-undangan dalam segala aspek dan sisinya mencirikan asas legalitas dimana harus dipatuhi dan tak boleh disimpangi. Menurut Jalaludin, peranan peraturan perundang-undangan adalah untuk menata dan mengatur kehidupan, mendiseminasikan kepastian hukum, kebermanfaatan, dan keadilan, serta menindak dan memberantas tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran).Â
Dalam keberlangsungannya di negara hukum modern, hukum bukan hanya berkedudukan sebagai instrumen pengendalian sosial (law is a social control), namun juga berfungsi sebagai alat untuk mengarahkan masyarakat secara luas kepada perubahan yang diinginkan (law is a social enginering).Artinya hukum menjadi instrumen yang menentukan kemajuan, keadaban serta kesejahteraan negara.
 Peraturan perundang-undangan dalam pembuatan dan penerapannya merupakan suatu hal yang bersifat multidimensional. Dalam hal ini, yang berperan di dalamnya bukan hanya ilmu hukum murni (perancangan peraturan perundang-undangan) saja, tetapi juga melibatkan pandangan-pandangan turunan ilmu hukum lainnya ataupun juga ilmu dan teori dari rumpun ilmu selain hukum yang harus diperhatikkan, antara lain yaitu antropologi hukum, sosiologi hukum, dan lain sebagainnya. Hal tersebut dikarenakan ilmu hukum, khususnya perancangan peraturan perundang-undangan, hanya berfokus kepada aspek bagaimana cara-cara membentuk suatu regulasi yang baik dan benar sesuai dengan aspek-apek yuridis-normatif pembentukan hukum. Ilmu hukum belum meng-cover aspek-aspek sosial lainnya yang juga perlu diakomodir di dalam pembentukan dan penerapan regulasi. Padahal menurut Bagir Manan, supaya dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dapat menghasilkan output regulasi yang baik dan berkualitas, maka haruslah mendasarkan kepada 3 (tiga) aspek, yaitu aspek yuridis (juridische gelding), aspek sosiologis (sociologische gelding), dan aspek filosofis (philosophical gelding).Â
sosiologi hukum dan konflik peraturan perundang-Undangan
Esensinya dalam sebuah negara, utamanya negara hukum yang demokratis, pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah merujuk kepada pedomanpedoman pembentukan peraturan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Konteks Indonesia, pedoman pembentukan tersebut diatur melalui UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang di dalamnya diatur berbagai hal berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat undang-undang hingga peraturan daerah. Pada Pasal 5 dan Pasal 6, diatur mengenai asas pembentukan peraturan perundang-undangan.Â
Dengan ketentuan ini, mewajibkan para pembentuk peraturan untuk merujuk dan sekaligus menyematkan asas-asas itu dalam setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat. Tujuannya ialah supaya hukum yang dihasilkan ialah hukum yang baik dan berkualitas sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat serta menghadirkan perlindungan dan pengayoman kepada rakyat sebagai objek yang diatur. Adapun asas-asas yang dimaksud terdiri dari :
a. Asas kejelasan tujuan, bahwa pada tiap-tiap pembentukan peraturan perundangundangan didalamnya harus memuat tujuan apa yang ingin dituju secara jelas. Tujuan tersebut haruslah sudah dimunculkan secara jelas dari proses awal yaitu perencanaan dan penyusunan. Dalam hal tersebut, penyusunan naskah akademik menjadi sarana untuk menjelaskan tujuan pembentukan pada tahapan perencanaan, sedangkan pada proses penyusunan, aspek tujuan yang jelas harus dituangkan dalam konsideran penimbang yang terdiri dari landasar filosofis, yuridis, dan sosiologis;Â