Mohon tunggu...
Akmal Abudiman Maulana
Akmal Abudiman Maulana Mohon Tunggu... Administrasi - Capital Markets - Teaching - Writing

Menulis membuat anda hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Bapak, Kami Haus akan Perubahan (Surat Terbuka untuk Bupati Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan)

15 Februari 2016   18:02 Diperbarui: 15 Februari 2016   18:08 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yth. Bapak Bupati Kabupaten Bulukumba

 Semoga tulisan ini menjumpai Bapak dalam keadaan sehat.

Sebelumnya saya menyampaikan selamat atas terpilihya Bapak sebagai Bupati Kabupaten Bulukumba. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Bupati Bulukumba periode sebelumnya. Pencapaian yang telah disuguhkan patut diapresiasi, meskipun dibalik pencapaian itu mungkin masih terselip beberapa pekerjaan rumah yang mesti dirampungkan.

Perkenalkan saya Akmal, salah seorang warga Bapak yang percaya bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tak pernah menutup ruang untuk mendengar aspirasi warganya. Atas nama demokrasi, izinkan saya sedikit bercerita tentang hal yang amat sangat vital bagi saya dan mungkin bisa jadi salah satu highlight point bagi Bapak dalam memulai bekerja, berinovasi, dan melayani warga.

Bagi saya pelayanan kesehatan adalah kebutuh primer. Hal ini mendasari mengapa pelayanan kesehatan harusnya mendapat perhatian paling serius. Apalagi pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar warga yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945.

Jika boleh menilai, pelayanan kesehatan di kabupaten kita masih di luar harapan saya. Masalah-masalah yang terbilang dasar cenderung jalan di tempat, baik itu sarana komunikasi atau telepon, penyediaan mobil ambulans hingga pelayanan rumah sakit.

Keberadaan telepon sebagai sarana komunikasi di era sekarang harusnya disadari sebagai kebutuhan yang mendesak, terlebih konteksnya sebagai penyedia layanan masyarakat. Dengan telepon, segala sesuatu menjadi mudah tanpa sekat jarak dan waktu. Sayangnya, rumah sakit kita mungkin belum mengoptimalkan fungsi tersebut. Padahal rumah sakit ini merupakan satu-satunya tumpuan warga dalam memenuhi layanan kesehatan di tingkat kabupaten.

Keberadaan telepon harusnya bisa berfungsi dengan baik sebagai penghubung warga dengan rumah sakit untuk mendapatkan akses dan informasi layanan. Hal ini diperlukan karena kedudukan rumah sakit sebagai objek vital dalam pemenuhan kesehatan di tengah-tengah warga. Sungguh lucu ketika era dimana sarana komunikasi harusnya bisa menciptakan efektifitas, tapi kita memilih jalur primitif. Sungguh menggelitik, ketika anak-anak SD sudah lihai menghubungi temannya lintah wilayah, tapi untuk mendapat informasi tentang pelayanan kesehatan rumah sakit saja masih menjadi sesuatu hal yang ‘mahal’.

Selain telepon, penyediaan mobil ambulans juga perlu mendapat perhatian. Jika ambulans rumah sakit memang hanya diperuntukkan untuk memobilisasi pasien dari rumah sakit ke rumah, ataupun dari rumah sakit ke rumah sakit lain (rujukan), lalu bagaimana cara warga yang sedang kritis di rumah dan tidak memiliki kendaraan ? Saya yakin tidak semua warga Bapak memiliki kendaraan. Tidak semua pula warga memiliki kerabat atau tetangga yang bisa dipinjam kendaraannya untuk mobilisasi orang sakit ke rumah sakit. Angkutan umum pun belum bisa diharapkan karena terkait jam operasional.  Lalu, mereka harus bagaimana ?

Lebih lanjut, pelayanan di rumah sakit juga harusnya menjadi prioritas. Pelayanan yang ramah sepaket dengan hak yang harusnya diperoleh oleh pengguna layanan kesehatan. Saya yakin rumah sakit memiliki standar pelayanan yang dijadikan pedoman oleh petugasnya, tidak sekedar bertindak semaunya. Lingkungan kerja berbeda dengan lingkugan tempat tinggal dimana seseorang bebas untuk melakukan apapun. Ketika di lingkungan kerja, petugas atau staf medis seharusnya terikat dengan standar pelayanan yang berorientasi pada pelayanan yang menjunjung tinggi etika, kesopanan dan keramahan. Sisi kemanusiaan dan pelayanan tentunya juga harusnya dikedepankan.

Terkadang saya berpikir bahwa keenggangan warga desa untuk berobat di rumah sakit bukan semata-mata karena faktor materi, tapi lebih kepada pelayanan yang masih belum sesuai dengan apa yang terbesik dibenak mereka. Untuk apa ke rumah sakit jika pelayanan yang diulurkan hanya setengah hati ? Untuk apa ke rumah sakit jika ujung-ujungnya hanya melahirkan kekecewaan atas apa yang mereka harapkan berbeda dengan apa yang dirasakan ?

Tak perlulah memandang sebelah mata warga desa yang datang berobat ke rumah sakit. Mereka mungkin akan banyak bertanya dari A sampai Z, dari pertanyaan yang mungkin kita anggap ‘bego’ ke pertanyaan yang ‘agak ngeselin’. Itu karena ketidaktahuan dan kebingungan mereka tentang dunia medis. Mereka hanya butuh sedikit penjelasan yang mungkin akan membuat mereka lega dan mengerti kenapa mereka harus begini dan begitu. Saya yakin staf medis yang ada merupakan orang-orang pilihan.

Bapak, parameter pembangunan tak mesti bermula dari perbaikan yang besar yang bisa dilihat dengan kasat mata, cukup mulai dari hal-hal kecil yang terkadang disepelekan. Jika hal-hal kecil bisa mendatangkan manfaat yang besar bagi warga, akan jauh lebih berharga dibanding hal-hal yang besar tapi hanya dirasakan oleh segelitintir kalangan. Hal-hal yang kecil inilah yang harus dibenahi dan itu tidak akan Bapak temui ketika Bapak berorientasi kepada pembangunan yang mengejar fisik semata.

Warga tidak perlu dulu dibuatkan rumah sakit yang gedungnya menjulang tinggi. Warga juga tidak perlu dulu dibuatkan rumah sakit lengkap dengan sarana dan prasarana yang berstandar internasional karena semua itu hanya akan sia-sia jika pada akhirnya mereka hanya dilayani setengah hati. Hadirnya fasilitas dasar untuk menunjang pelayananan kesehatan yang bisa mempermudah warga  lebih dari cukup. Tinggal Bapak memastikan bahwa sarana dan prasarana kesehatan yang ada bisa dijangkau oleh semua kalangan dengan pelayanan yang ramah. Jika tidak (saya benci mengatakan ini), lebih baik tidak ada rumah sakit di kabupaten saya daripada dibuat ada tapi hanya didirikan sebatas “penghias” dan tidak bisa menduduki fungsi sesungguhnya dalam melayani warganya.

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan harusnya sudah menjadi harga mati yang diperuntukkan bagi warga. Mutu pelayanan kesehatan tidak sekedar dilihat dari kuantitas puskesmas dan rumah sakit, tapi kualitas dari pelayanan yang diberikan. Tidak serta merta harus memperbanyak rumah sakit atapun pelayanan-pelayanan kesehatan lainnya, minimal yang sudah ada dievaluasi dan direnovasi. Apakah semuanya sudah menjalanan fungsi yang sebenarnya ? Apakah rumah sakit dan pelayanan kesehatan yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan warga ?

Jika belum, apa saja kendala yang dihadapi ? Adakah kekurangan yang perlu dibenahi ? Adakah sarana dan prasarana yang perlu diperbarui ataupun ditambah ? Apakah sumber daya manusianya sudah mencukupi baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya ? Apakah warga sudah merasakan manfaatnya ? Lalu apa yang perlu dikaji kembali untuk terus meningkatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan warga yang dinamis ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dijadikan dasar untuk merevitalisasi pelayanan kesehatan demi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. 

Bapak, jujur, saya iri dengan tetangga kabupaten kita. Mereka memiliki call center darurat pelayanan kesehatan yang siap siaga selama 24 jam untuk warganya. Hadirnya call centerini tentuya memberikan kemudahan warga dalam mengakses pelayanan kesehatan, sehingga tidak ada lagi ambulans yang tak diperuntukkan untuk menjemput warga yang kritis dan tak memiliki kendaraan. Inovasi yang mungkin bisa kita kembangkan.

Di lain sisi, puskesmas yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan dasar untuk jenjang pertama harus turut serta mengambil bagian dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Jika memungkinkan terdapat satu puskesmas kecamatan yang beroperasi di hari sabtu dan minggu, karena jika tidak ada kesan bahwa kami dilarang sakit di hari libur. Andaikan penyakit bisa kami ajak berkompromi, kami akan meminta untuk sakit di hari kerja (weekdays) sehingga tidak terlalu membebani Bapak, tapi tidak.

Saya sadar, peningkatan pelayanan kesehatan tentunya tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pihak tertentu, tidak juga hanya akan menjadi tanggung jawab Bapak, tetapi peran serta semua pihak termasuk warga untuk turut serta dalam mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan. Sinergi ini yang harus diperkuat dengan mengedepankan kesadaran akan fungsi dan peran masing-masing.

Warga berperan sebagai pengguna jasa pelayanan yang ‘cerdas’, bukan hanya menginginkan pelayanan yang cepat, tetapi juga pelayanan yang sesuai standar pelayanan kesehatan. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan juga harus mengubah pola pikir dari sekedar memberi obat menjadi melayani pasien, dari pelayanan yang tidak ramah menjadi pelayanan yang ramah dan penuh senyum.

Melayani tidak hanya seenak perut atau karena tuntutan kerjaan, tapi dari hati. Begitupula dengan Bapak, serta pihak tekait untuk terus melakukan pembinaan, pendampingan dan evaluasi berkelanjutan demi memastikan bahwa fungsi pelayanan publik yang diberikan ke warga sesuai dengan kebutuhan warga. Monitoring secara berkala di rumah sakit dan pelayanan kesehatan perlu dilakukan. Jangan sungkan untuk memberikan reward and punishment bagi penyedia layanan kesehatan. Hal ini semata-mata agar menjadi pemacu untuk terus meningkatkan perannya dalam melayani warga.

Jika ternyata proses perbaikan yang dilakukan terkendala pada ruang gerak karena anggaran di bidang kesehatan masih minim, saya berharap Bapak bisa menambah jumlah anggaran tersebut. Beban fasilitas rumah sakit, tenaga medis dan lainnya tak lepas dari dukungan anggaran kesehatan. Selama anggaran diserap optimal untuk kepentingan peningkatan layanan kesehatan dan manfaatnya dirasakan oleh warga, saya rasa jauh lebih baik dibanding pengalokasian anggaran di bidang lain tapi manfaatnya hanya sebatas fatamorgana.

Kontrol dan pengawasan berkesinambungan untuk tetap dilakukan demi memastikan bahwa daya serap anggaran tersebut betul-betul dialokasikan secara optimal untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Suatu saat pasti akan tetap ada kritik dan complain, tapi semua itu mestinya tidak diartikan sebagai hal yang destruktif, tidak pula dimaknai sebagai serangan buat Bapak, tetapi diterima sebagai koreksi terhadap cara berpikir dan cara melayani karena sudah seharusnya warga menjadi objek pelayanan pemerintah.

***

Bapak, kami titip Bulukumba, kabupaten yang haus akan perubahan, kabupaten yang haus inovasi-inovasi dari para pemimpinnya. Kami tidak akan menuntut kesempurnaan dari apa yang Bapak akan lakukan, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Tapi saya berharap Bapak terus bekerja, terus berkarya, terus melayani dan mengobarkan perjuangan, perjuangan dalam mengoptimalkan pelayanan kesehatan, dan menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya.

Saya tidak bermaksud menggurui Bapak, karena saya yakin pengalaman dan pengetahuan Bapak sangat jauh dan mumpuni di atas saya. Saya hanya bocah yang bisa mengeja aksara, meluruhkan kata-kata, mengepulnya dalam tulisan buat pemimpinnya.

Mohon maaf jika ada luapan ‘kekecewaan’ atau kata-kata yang kurang berkenan terajut erat bersama kepingan kata di tulisan ini, Tapi ketahuilah jauh dari relung hati, tulisan ini tak berakhir sebatas untaian kata buat Bapak. Ada celah kerinduan yang amat dalam berpijak di sekat-sekat di setiap jeda huruf akan sebuah harapan yang begitu besar untuk sebuah perubahan, perbaikan, yang dinantikan oleh warga Bapak seperti saya.

Semoga Tuhan senantiasa menyertai dan melindungi setiap pijakan langkah Bapak, menuntun, membimbing dan mendekap  setiap kepenatan dan keceriaan Bapak akan  hari esok kelak.

Salam
Akmal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun