Mohon tunggu...
Nature Pilihan

Sampah dan Perilaku Hidup Konsumtif

13 November 2018   18:57 Diperbarui: 13 November 2018   19:21 1532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theyawningchasm.com

Indonesia merupakan salah satu Negara timur yang memiliki banyak ciri khas tersendiri seperti bersalaman dengan mencium tangan orang yang lebih dituakan yang mungkin di negara-negara barat sana kita tidak menemukannya atau membungkuk di saat berjalan melewati orang yang lebih tua, bergotong royong membantu sesama, bermusyawarah mufakat dan berbagai ciri khas lainnya.

Meskipun begitu, Indonesia masih relatif mudah mendapat dampak globalisasi, baik dampak positif maupun dampak negatif. Budaya yang masuk ke Indonesia seringkali menetap lama dan pada akhirnya bercampur menjadi bagian dari budaya dari Negara itu sendiri. Hal ini dikarenakan filter dari masing-masing individu masyarakat Indonesia belum terlalu maksimal, sehingga masyarakat seolah menerima budaya-budaya tersebut secara mentah.

Salah satu budaya yang secara tak sadar bertahan di Indonesia adalah Budaya Konsumtif. Memang, budaya ini tidak setiap semua dimiliki oleh masyarakat Indonesia, akan tetapi setidaknya mayoritas yang tergolong madani dan bermukim di kawasan perkotaan berprilaku demikian. Pola konsumsi yang terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat, meskipun dengan 'kadar' yang berbeda-beda. Remaja merupakan salah satu contoh yang paling mudah terpengaruh dengan pola yang berlebihan (Loudon & Bitta, 1993).

Menurut Sumartono (dalam Fransisca, 2005: 176), perilaku konsumtif adalah suatu prilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi. Prilaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu di luar kebutuhan (trend) tetapi sudah kepada faktor keinginan (want).

Di antara kebutuhan dan keinginan terdapat suatu perbedaan. Kebutuhan bersifat naluriah, sedangkan keinginan merupakan kebutuhan buatan, yaitu kebutuhan yang dibentuk oleh lingkungan hidupnya seperti lingkungan keluarga atau lingkungan sosial lainnya. 

Dahulu sebuah mobil hanya dibeli konsumen karena kemampuannya memenuhi kebutuhan akan kendaraan angkutan, namun saat ini konsumen tidak lagi membeli mobil semata-mata karena kebutuhan angkutan lagi tetapi juga untuk menunjang statusnya di masyarakat (Ferrinadewi, 2008: 3)

Sejak berkembangnya industri-industri di Indonesia, seperti makanan, minuman, model pakaian dan lain sebagainya yang membuat ketersediaan barang- barang kebutuhan meningkat pesat. Bukan rahasia umum lagi jika masyarakat sekarang kebanyakan mengonsumsi sesuatu bukan lagi dari segi fungsionalnya melainkan dari trend yang saat ini berkembang.

Budaya konsumtif secara kasat mata jelas sekali sudah menggelayuti masyarakat dari berbagai kalangan. Ini tidak lain juga disebabkan karena prilaku masyarakat sendiri yang lebih senang menghabiskan waktunya untuk berbelanja, bahkan saat barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan. Lebih parahnya lagi dengan banyaknya produk di pasaran yang menggunakan kemasan yang tak ramah lingkungan yang kemudian menjadi salah satu faktor meningkatnya volume sampah di Indonesia.

Ketika tingkat konsumtif masyarakat menjadi tinggi, maka akan banyak barang yang dibeli. Barang-barang yang dibeli ini sudah barang tentu memiliki bungkus minimal kantong plastik. Dampak langsungnya adalah volume sampah pun akan meningkat sebagai dampak dari bungkus-bukus tersebut. Hal ini diperparah lagi dari masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pengelolaan sampah, setidaknya memilah terlebih dahulu.

Prilaku konsumtif menjadi suatu masalah serius yang perlu diperhatikan oleh kita semua, mengingat hal ini tidak bisa lagi dihindarkan karena konsumsi manusia juga tidak dapat dihentikan. 

Di tiap kota di Indonesia, akibat prilaku konsumtif ini sampah yang ditimbulkan juga kian menambah persoalan menjadi rumit. Meskipun sudah beragam solusi dan inovasi yang ditawarkan, namun sampai saat ini belum ada yang betul-betul efektif untuk menangani permasalahan ini.

Perlu diketahui, Indonesia adalah salah satu Negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Sampah yang dihasilkan dari wilayah daratan terutama kota-kota besar. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, produksi sampah per hari tertinggi berada di Pulau Jawa, khususnya Surabaya. 

Pada 2015, produksi sampah di Surabaya sebesar 9.475,21 meter kubik dan meningkat 9.710,61 meter kubik di 2016. Wilayah lain di luar Pulau Jawa yang angka produksi tinggi sampah adalah Kota Mamuju, yakni 7.383 meter kubik dan Kota Makassar sebesar 5.931,4 meter kubik pada 2016.

Selain menggunungnya sampah di Indonesia, rupanya sampah juga menyimpan masalah yang cukup serius bagi kesehatan. Perlu diketahui, penggunaan plastik dalam industri makanan adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Sebagai contoh adalah penggunaan kantong plastik (kresek) untuk membungkus makanan seperti gorengan dan lain sebagainya.

Menurut Made Arcana, ahli Kimia Institut Teknologi Bandung yang dikutip Gatra Edisi Juli 2003, zat pewarna hitam kalau terkena panas (misalnya berasal dari gorengan), bisa terturai dan terdegradasi menjadi bentuk radikal. Zat racun itu bisa bereaksi dengan cepat, seperti oksigen dan makanan. 

Kalaupun tak beracun, senyawa tadi bisa berubah jadi racun bila terkena panas. Bentuk radikal ini karena memilki satu electron tak berpasangan menjadi sangat reaktif dan tidak stabil sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh berkembang tidak terkontrol seperti pada penyakit kanker.

Melihat fenomena yang ditumbulkan oleh budaya konsumtif yang kian hari makin menjadi-jadi, maka sudah sepatutnyalah kita sadar dan menyikapi budaya konsumtif agar tak lagi menjadi salah satu supplier sampah. Tentunya, selain dari berbagai terobosan dan inovasi baru yang diciptakan, maka itu harus dibarengi pulalah dari dalam diri. 

Mengutamakan kebutuhan daripada keinginan dan menanamkan sikap tanggung jawab terhadap keberadaan sampah adalah salah satu langkah konkrit untuk mengurangi lajur angka sampah yang kian hari menjadi tumpukan dan 'pemandangan' yang seolah tak bisa dilepaskan dari kota- kota besar di Indonesia.

Salah satu cara untuk menekan lajur angka sampah di Indonesia adalah penerapan larangan bagi toko modern dan ritel untuk menyediakan kantong plastik. Terobosan ini diterapkan di Kota Seribu Sungai atau Banjarmasin melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Larangan Penggunaan Kantong Plastik bagi Ritel dan Toko Modern yang disahkan pada 1 Juni 2016.

Contoh konrit diatas adalah salah satu terobosan dan inovasi yang bisa diterapkan di beberapa bahkan semua kota di Indonesia yang angka sampahnya sangat membengkak. Dengan melibatkan semua pihak terlebih lagi pemerintah, maka bukan tidak mungkin angka sampah di Indonesia bisa ditekan.

Namun, bukan berarti dengan diterapkannya larangan penggunaan kantong plastik bagi ritel dan toko modern maka masyarakat sudah bisa seenaknya untuk berprilaku konsumtif. Tentu jawabnya tidak, perubahan akan prilaku konsumtif haruslah dimulai dari diri sendiri lebih dahulu. 

Mulai memahami bahwa kebutuhan dan keinginan adalah suatu hal yang sangat jauh berbeda. Kebutuhan memiliki derajat yang lebih tinggi daripada keinginan. Selain itu, mengubah pola pikir dengan tidak menjadikan barang sebagai suatu hal untuk menambah gengsi.

Dengan memulai diri untuk tidak terbiasa berprilaku konsumtif , adalah suatu tindakan yang nyata untuk menekan angka sampah di Indonesia karena salah satu dampak dari prilaku konsumtif itu sendiri adalah menciptakan tumpukan sampah di Indonesia.

Perubahan besar selalu dimulai dari tindakan sederhana. Pengendalian sampah bukan hanya melalui kegiatan daur ulang atau pembuatan produk hukum tapi lebih pada menyikapi budaya konsumtif agar tak lagi menjadi salah satu supplier sampah. Mengurangi timbulan sampah plastik juga menjadi salah satu cara untuk mengatasinya. Sudah sepatutnya kita untuk memikirkan keberlanjutan lingkungan dengan memperhatikan dan mengendalikan sampah yang kita hasilkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun