Mohon tunggu...
Akla Limbong
Akla Limbong Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah

Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Samudera.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pro dan Kontra Penobatan RA Kartini sebagai Pelopor Kebangkitan Perempuan

21 April 2022   07:01 Diperbarui: 21 April 2022   07:08 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah beberapa tokoh pejuang perempuan Indonesia yang dengan nyata melakukan perjuangannya untuk mengusir penjajah serta tentu untuk melihat kedaulatan Indonesia dari cengkraman belenggu Belanda, kendatipun masih banyak banyak tokoh-tokoh pejuang perempuan lainnya yang patut untuk dihormati dan dijadikan sebagai icon kebangkitan perempuan Indonesia.  

Tidak berhenti disitu saja, Selain ketujuh tersebut, ada penolakan yang lebih radikal lagi yakni penolakan terhadap gelar kepahlawanan kepada Kartini. Penolakan tersebut muncul pada tahun 1970 oleh Guru Besar Universitas Indonesia , Prof. Dr. Harsja Bachtiar. 

Harsja mengkritik dengan mengatakan "Kenapa harus Kartini yang menjadi simbol kemajuan wanita Indonesia?", beliau juga mengatakan "mengapa kita harus memperingati hari Kartini tiap tanggal 21 April?, Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?"

Guru Besar UI tersebut beranggapan Kartini tidak layak dijadikan simbol kebangkitan perempuan Indonesia, tepapi ia lebih menunjuk dua tokoh perempuan yang hebat dalam sejarah Indonesia. 

Pertama , Sultanah Seri Ratu Tajul Alam yang dikenal sebagai sosok wanita yang pintar dan cerdas serta menguasai banyak bahasa (Poliglot) selain bahasa daerah sendiri yakni bahasa Aceh, seperti bahasa Arab, Persia dan melayu . 

Ia juga merupakan pimpinan Kesultanan Aceh Daerah setelah menggatikan Suaminya, Sultan Iskandar Tsani. Di masa pemerintahannya perkembangan pesat dari segi ilmu dan kesusastraan sehingga melahirkan karya-karya besar seperti dari Nuruddin Ar-Raniry, Hamzah Fansuri dan Syekh Abdur-rauf As-Singkily. Sultanah Safiatuddin juga dikenal sebagai pemimpin yang berhasil menampik Belanda untuk menduduki daerah Aceh.

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja adalah Siti Aisyah We Tenriolle, sosok wanita yang tidak hanya ahli dalam pemerintahan, tapi juga ahli dalam kesusastraan. 

Ahli sejarah Sulawesi yang berasal dari Belanda bernama B.F Matthes mengaku mendapat banyak manfaat dari sebuah ikhtisar epos La-Galigo, yang mencakup hampir 7000 halaman Folio yang dibuat sendiri oleh Siti Aisyah We Tenriolle. 

Siti Aisyah We Tenriolle mendirikan sekolah pertama di Tanette yang merupakan tempat pendidikan modern untuk pria dan wanita. Ia juga merupakan pimpinan Kerajaan Tanette atau sekarang yang dikenal dengan Kerajaan Bone bahkan ia juga pernah menguasai kerajaan Bugis. 

Itulah kontroversi dari pemberian gelar Pelopor Kebangkitan Perempuan Pribumi Se-Nusantara kepada R.A Kartini yang sampai hari ini masih banyak masyarakat mengkritik dan menggugat hal tersebut. Ada yang pro dalam pemberian gelar tersebut dan tidak sedikit juga orang yang kontra (menggugat/menolak)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun