Mohon tunggu...
Akke Syafruddin Prawira
Akke Syafruddin Prawira Mohon Tunggu... Freelancer - Lawyer

Verba nectere, sensum provocare—quia omnis scriptura scintilla mutationis est.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puasa, Ekologi dan Derrida dalam Menggugat Konsumerisme Religius

16 Agustus 2024   18:39 Diperbarui: 16 Agustus 2024   18:41 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAGOAyzonSc/P7gOByxoW5c8vBvwJ1k3Sg/edit?ui=eyJFIjp7IkE_IjoiViIsIkIiOiJCIn0sIkciOnsiQiI6dHJ1ZX19

Dekontruksi Konsep -- (berlebihan / Kelebihan)

Dalam konteks berbuka puasa, "kelebihan" sering kali dipahami sebagai simbol dari kemakmuran dan berbagi. Namun, Derrida akan mengkritik bagaimana simbol ini bisa menjadi tautologi yang menyembunyikan ketidakadilan dan pemborosan di balik nilai-nilai spiritual. Tradisi berbuka puasa yang berlebihan menciptakan hierarki dalam konsumsi makanan, di mana makanan yang melimpah dapat dianggap sebagai tanda status dan kekayaan. Derrida akan mempertanyakan hierarki ini dan bagaimana ia mendukung pemborosan yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip kesederhanaan dan pengendalian diri. Derrida dapat melihat konsumsi makanan dalam konteks berbuka puasa sebagai penanda yang menggantikan makna asli puasa dengan praktik materialistis, di mana kelebihan makanan menjadi simbol yang mendominasi makna spiritual.

Dari perspektif Derrida, tradisi berbuka puasa yang berlebihan dapat dilihat sebagai penghianatan terhadap nilai-nilai inti puasa, yaitu pengendalian diri dan kesederhanaan. Pemborosan makanan menunjukkan ketidaksesuaian antara makna spiritual dan praktik sehari-hari.

Struktur Biner dan Hierarki Sosial

Dekonstruksi Derrida akan menyoroti bagaimana tradisi berbuka puasa yang berlebihan memperkuat struktur biner antara konsumsi dan pengendalian. Penggunaan makanan dalam jumlah besar sebagai bentuk perayaan menciptakan hierarki nilai yang bertentangan dengan prinsip pengendalian diri. Analisis ini akan menunjukkan bagaimana simbolisme makanan dalam tradisi berbuka puasa yang berlebihan berfungsi untuk mendukung hierarki sosial dan budaya, yang sering kali mengabaikan prinsip-prinsip spiritual yang mendasarinya.

Menerapkan pemikiran Derrida untuk mengkritik tradisi berbuka puasa yang berlebihan mengundang kesadaran baru tentang dampak lingkungan dan sosial dari praktik ini. Kesadaran ini mendorong refleksi tentang bagaimana tradisi dapat diperbarui untuk lebih selaras dengan nilai-nilai spiritual.

Dengan menggugat tradisi yang berlebihan, masyarakat dapat mencari cara baru untuk merayakan bulan Ramadan yang lebih sesuai dengan prinsip kesederhanaan dan pengendalian diri, menghindari pemborosan dan mempromosikan keberlanjutan.

Puasa bukan hanya sebuah ritual spiritual, tetapi juga dapat dipahami sebagai praktik yang menumbuhkan penghargaan terhadap alam. Dengan menahan diri dari konsumsi, umat Muslim dapat merenungkan keterbatasan sumber daya dan pentingnya menjaga lingkungan. Puasa menawarkan kesempatan untuk memperkuat hubungan dengan alam, mendorong kesederhanaan, dan mempromosikan keberlanjutan lingkungan. Melalui puasa, penghargaan terhadap alam tidak hanya menjadi sebuah prinsip teologis tetapi juga diterjemahkan ke dalam tindakan konkret yang melindungi dan melestarikan lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun