Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Sungguh, naskah Sumpah yang menggetarkan, cerminan jiwa pemuda yang penuh ghiroh, semangat juang. Dirapalkan, 88 tahun lalu, dan karenanya kita terus terjaga dalam satu bangsa. Namun seiring rentang waktu yang kian panjang, energi gelora Sumpah Pemuda bisa saja mengalami penurunan kadar rekatnya.
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) baru-baru ini merilis hasil jajak pendapatnya pada 464 responden di 12 kota besar di Indonesia. Hasilnya, hanya 17,9 persen yang hafal naskah Sumpah Pemuda.
Ada hubungannya atau tidak, rendahnya pemuda kekinian yang hapal Sumpah Pemuda, berbanding sejajar dengan kecenderungan naiknya sikap individualisme kaum muda. Lemhanas mencatat 65% responden, pemuda kini, kian jauh dari aktivitas sosial di tengah masyarakat. Cenderung apatis terhadap kehidupan sosial dan politik.
Zaman berubah. Kaum muda kini hidup di era digital, dengan mudah saling terhubung melalui jaringan internet. Lebih akrab dengan media sosial.
Situasi berubah, kondisi berubah, strategi dan taktik selayaknya juga diubah, tapi tujuan, harus tetap. Menjaga kesatuan dan mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Hari ini, 28 Oktober 2016, berjarak rentang 88 tahun lalu, saatnya kumandangkan kembali semangat pemuda Indonesia. Optimisme kaum pemuda, harus terus dijaga. Skill ditingkatkan. Sambil terus menjaga akal sehat, semangat persatuan, bukan persatean.
Pemuda, teruslah bangkit, jangan pernah lelah mencintai Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H