Restu membuka pintu dengan gegabah. Matanya melototi seekor kucing yang duduk santai di teras rumahnya. Kucing itu terlihat biasa saja. Corak tubuhnya belang (putih-hitam), bola matanya hitam seram. Belakangan ini kucing tersebut memang sering nongkrong di teras rumah Restu. Entah darimana asalnya, Restu sendiri pun tidak tahu. Tak lama kemudian kucing itu mengeong lantang. Restu mengucek kuping, lalu garuk-garuk kepala.
"Hey kucing !."
"Aku butuh ketenangan, tolong jangan berisik." ucapnya kesal lalu menutup pintu dengan keras.
Esok paginya. Restu duduk di depan pintu sambil mengikat tali sepatu. Dilihatnya kucing itu masih saja menetap di teras. Kucing itu membalas tatapan Restu dan beberapa kali mengedipkan matanya. Restu acuh, ia pun berdiri dan melakukan pemanasan sebelum jogging. Tiba-tiba kucing itu mendekati Restu dan mengendus-ngendus sepatu Restu, kemudian kembali mengeong.
"Hey cing, kenapa mengeong terus ?."
"Aku bukan tuanmu. Pulanglah, disini juga bukan rumahmu."Restu mengambil langkah dan mulai berlari. Tak lama kemudian kucing itu pun berlari, mengikuti jejak langkah Restu. Dari kejauhan mereka seperti sedang kejar-kejaran. Sesampai di taman, Restu kaget bukan main, ternyata si kucing berada di belakangnya. Ia pun membungkuk, mengelus badan dan kepala si kucing, melihat bagian ekor, mendeteksi jenis kelaminnya.
"Emh, betina !."
Restu menggendongnya. Kucing itu tampak nyaman di pelukan Restu. Lalu, dibawanya kucing itu ke tepian taman, dekat semak-semak di antara beberapa jenis tumbuhan.
"Nah, sekarang carilah jalan pulang, oke !." ujar Restu sambil melepaskannya. Kucing itu menurut dan perlahan-lahan melenggak memasuki semak-semak. Restu senang, ia melanjutkan jogging.
Wajahnya merah dan dipenuhi keringat. Dengan lelahnya Restu balik kerumah. Ketika memegang ganggang pintu, tiba-tiba terdengar suara kucing mengeong. Restu menoleh belakang. "Ah, kau lagi, kau lagi" katanya lalu masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian, Restu keluar sambil menggenggam secuil nasi. Ia letakkan di lantai teras, dekat kucing itu berdiri.
"Nah, cuma ada ini cing, kami keluarga vegetarian." katanya lalu masuk ke dalam rumah.
Dibalik tirai jendela depan Restu mengintip gelagat si kucing. Ia benar-benar heran, dalam hitungan detik, nasi itu sudah habis dilahap si kucing.
Esoknya lagi, sore hari. Restu mengeluarkan motor dari garasi. Kemudian mendorongnya hingga ke teras. Kepalanya melenggak, melihat langit kuning yang menawan. Ia berniat jalan-jalan menikmati suasana kota. Sekaligus menghibur hatinya yang sedang galau. Ia pun menyalakan mesin motor dan sejenak melihat ke sekeliling, terutama bagian teras.
"Mana ada kucing yang betah makan nasi tiap hari." ujarnya nyengir lalu tancap gas.
Restu melamun di lampu merah. Fikirannya melayang pada sikap kekasihnya yang belakangan ini tiba-tiba berubah cuek dan hubungan mereka yang kian lama kian memburuk akibat sering bertengkar. Ia terus melamun, hingga kondisi lampu sudah hijau pun ia tetap melamun. Akibatnya ia dihujani klakson dan ocehan oleh pengendara lainnya. Bersamaan dengan itu, kucing yang tempo hari ngangkring di teras rumahnya berlari melintasi kerumunan motor di jalanan.
"Belang !." teriak Restu reflek.
Restu was-was. Namun gerak si kucing luar biasa gesit. Ia berhasil lepas dari maut. Restu langsung melaju dan membelok ke arah dimana kucing tadi berlari. Aksi kejar-kejaran itu berakhir di sebuah caf. Restu mematikan mesin motor. Kucing tersebut masuk ke cafe dan langsung di sambut oleh seorang anak kecil.
"Hai pussy, darimana saja kau ?," ujar anak itu girang.
Restu mengembuskan nafas panjang sambil tersenyum. Seketika pandangannya beralih pada seorang wanita yang sedang duduk bersama seorang pria di sudut bagian depan cafe. Parasnya cantik, rambutnya hitam lurus. Tutur bahasanya lembut, tawanya terlihat hangat. Hati Restu berdebar. Ia turun dari motor dan dengan gagah berani mengampiri wanita tersebut.
"Hallo, maaf mengganggu. Boleh saya kenalan ?."
Wanita itu diam.
"Restu...." kata Restu sambil mengajak salaman.
Wanita itu tetap diam.
"Hey bro, dia pacarku, jangan di ganggu." sahut pria yang ada di situ.
"Oh, oke bro, santai, aku hanya ingin berkenalan."
"Tapi dia pacarku."
"Oh ya, dia cantik, anda beruntung mendapatkannya."
"Sekali lagi maaf. Silahkan dilanjutkan" kata Restu tersenyum, lalu berpaling.
Sesampai di rumah ia memarkirkan motor di teras. Ketika mendorong pintu, terdengar suara kucing mengeong. "Belaaaaaang" teriak Restu gembira. Ia merangkul, menggendong kemudian menciumnya, dan langsung membawanya masuk ke kamar. Restu mengambil HP, kemudian duduk di atas kasur sambil bersandar di dinding. Belang di letakkan di atas paha. Tangan kanannya mengetik pesan untuk pacarnya.
"Terima kasih. Semoga kau bahagia bersama lelaki tadi".
Restu memeluk si belang sambil bergelinangan air mata.
SELESAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H