Saat masuk gerbang Cagar Alam Purbakala Sumpang Bita, sejauh mata saya memandang, hamparan rerumputan hijau seperti tak memiliki pengunjung orang di atasnya. Nyaris kosong. Padahal hari itu Sabtu, penghujung pekan.
Sunyi. Sepi. Tenang. Suara alam lebih mendominasi. Hanya sesekali terdengar suara manusia yang terbawa semilir angin.
Bagi beberapa orang dengan kondisi bawaan introvert, ini sepertinya tempat yang sangat baik untuk berdua dengan diri sendiri.
Ini kali kedua saya ke sini. Tapi kali ini di pagi hari. Yang pertama sore hari. Dan sama kondisinya. Sepi pengunjung. Beberapa ekor anjing liar lebih mendominasi.
Ketika berjalan masuk semakin ke dalam, barulah terlihat beberapa pengunjung muda-mudi berpasang-pasangan. Juga beberapa anak muda dalam satu kelompok. Menggelar tikar di bawah pohon rindang, di atas permadani rumput. Sambil bercengkrama.
"Oh, mereka orang Jawa. Logat mereka Medhok."Bisik teman kepada saya.
Saya pun mendengar mereka berbincang. Dan tadi di loket, saya juga bertemu seorang pengunjung wanita mengaku berasal dari Jawa. Di list nama pengunjung juga rata-rata berasal dari luar Sul-Sel.
Rombongan kami yang berjumlah 40 orang cukup menghidupkan suasana yang sepi. Anak-anak yang kami antar ke sini berpencar untuk kegiatan mewawancara pengunjung sebagai kegiatan belajar. Sambil sesekali mengambil  foto-foto dan juga berlari menikmati alam bebas.
Kami berada di sana sekitar dua jam. Anak-anak santri merasa sudah cukup mengeksplor alam dan mengirterview pengunjung.
Lalu kami bergeser meninggalkan taman Sumpang Bita, menuju kawasan taman alam lain di sekitaran Balocci Pangkep.
Barulah saat keluar, belasan anak berusia SMP-SMA kami jumpai sedang mengantri di loket.
Pesona keindahan alami Sumpang Bita kini telah memudar di mata warga lokal. Mungkin mereka sudah beralih menghabiskan liburan di wahana rekreasi buatan.
Para pengunjung yang tak banyak itu didominasi oleh para wisatawan luar yang penasaran pada cagar alam pegunungan karst terbesar kedua di dunia ini. Dan peserta didik yang ingin memanfaatkan alam untuk kegiatan pembelajaran yang menyenangkan.
Bagi saya pribadi. Sumpang Bita haruslah tetap seperti itu. Alami. Tak perlu dipoles dengan riasan buatan yang berlebihan demi menarik kembali kedatangan banyak pengunjung lokal.
Oh iya, kecuali toiletnya. Sepertinya balon lampu kamar kecilnya harus diganti baru agar dapat menyala kembali.
Sumpang Bita mungkin tak menawarkan keseruan, kesenangan, dan kepuasan bermain. Tapi menawarkan wawasan keilmuan, ketenangan, kedamaian, dan healing.
Jika Anda menyukai alam pegunungan karst sambil belajar prasejarah, maka datanglah cahar alam prasejarah Sumpang Bita yang terletak di kecamatan Balocci, kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan ini.
Taman ini tak hanya menawarkan pesona keindahan dan keasrian alam, tapi juga menyimpan peninggalan prasejarah dan arkeologi yang terdapat dalam gua Bulu Sumi seperti lukisan dinding, artefak batu, cangkang molusca, fragmen gerabah serta fragmen tulang dan gigi.
Jika belum puas, Anda juga bisa berkunjung ke beberapa taman alam sekitarnya yang bisa Anda nikmati dalam sehari. Jaraknya pun hanya sejam dari bandara Sultan Hasanuddin Makassar menggunakan kendaraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H