Selama di sini, mahasiswa Kingston University di London ini memilih fokus menghafal mutqin lima juz dibandingkan menamatkan hafalan 30 juz sebulan. Sebab ia bermimpi menjadi imam sepulangnya ke Amerika. Alhamdulillah, ia sukses menghafal lima juz lancar.
Â
Ershal sebenarnya masih mau tinggal lebih lama, untuk menghafal lebih banyak lagi, tapi ibunya mau naik haji Juni bulan depan, jadi ia harus pulang melihat ibunya.
Sesaat sebelum ia masuk dalam ruang tunggu bandara, saya menyalaminya. Saya sedikit berbicara dengannya dengan bahasa Inggris yang agak kacau. Sebab Ershall juga kacau dalam berbahasa Indonesia. Aksennya mirip bule. Untungnya ia paham saat orang berbicara dengannya.
Ketika tubuhnya menghilang dari pandangan, saya tiba-tiba merasa tertampar oleh anak muda ini. Ia datang jauh-jauh dari Amerika Serikat. Negeri non muslim lagi. Membutuhkan effort dan perjuangan yang besar. Mengeluarkan biaya tak sedikit. Meninggalkan waktu belajar di kampus. Demi menghafal Al-Qur'an.
Padahal saya sendiri meski tinggal di Indonesia, bahkan mengajar di pondok tahfidz, tapi hafalan Al-Qur'an saya masih berantakan. Tekad untuk menambahnya juga kurang.
Ershall pula dengan membawa oleh-oleh lima juz yang kelak akan dibacanya di Amerika Serikat. Saya pulang ke rumah membawa inspirasi darinya.
Ah, anak muda ini keren. Saya patut bangga dan berterima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI