*Sebuah Cerpen Penggugah JiwaÂ
"Ibu... Ibu... Ibu.. " Daffa berteriak dalam tidurnya. Ia sedang bermimpi melihat ibunya.Â
Aku mendekapnya sambil terisak pelan.Â
"Nak, ibu sudah pergi ke syurga. Nanti ibu akan jemput kita. "Bisikku di telinga Daffa untuk menenangkannya. Entah kenapa setiap kali membisikkan ucapan itu, ia melanjutkan tidurnya. Aku tak yakin ia paham ucapanku seutuhnya. Tapi aku yakin potongan kalimat "ibu akan jemput kita" bisa sedikit menghiburnya.Â
Ini malam ke tujuh sejak ibu Daffa, istriku meninggalkan kami untuk selamanya. Daffa, anak semata wayang kami yang baru berusia tujuh tahun itu kerap kali mencari ibunya bahkan dalam tidurnya. Menandakan rindunya pada sosok ibunya tiba pada puncaknya.Â
Mungkin Daffa tahu orang meninggal itu artinya tak lagi hidup. Ibunya yang meninggal akan ke syurga. Tapi aku tak yakin ia paham bahwa orang meninggal itu artinya meninggalkankan kamu selamanya. Bahwa syurga adalah kehidupan abadi yang tak akan mengembalikan penghuninya ke dunia. Makanya ia masih selalu menanyakan kapan ibu pulang ke rumah. Atau kapan ibu datang menjemput kami sesuai janjiku.Â
Dua hari sepulang dari shalat dhuhur di masjid aku mencarinya ke rumah tetangga, rumah teman-temannya, hingga keliling kompleks perumahan. Beberapa orang kerabat aku telepon. Dua jam usaha pencarian tanpa hasil.Â
Aku sangat menyesal tak mengikutkannya ke masjid untuk shalat dhuhur tadi. Perasaanku tak karuan. Tapi tak kehilangan keyakinan kalau Daffa ada di sekitar kompleks perumahan kami.Â
"Kamu dari mana saja, Nak? Tanyaku sembari memeluk dan menciumnya tak henti.Â
Hatiku sangat lega. Aku bertemu dengannya di depan rumah pak RT saat berjalan menuju rumah ibu Ratna, sahabat almarhumah istriku. Ia diantar oleh pak Yanto, suami sahabat almarhumah istriku itu.Â
" Tadi aku lihat ibu di depan rumah. Aku kejar dia. Tapi ibu jalannya cepat. Aku kira ibu ke rumah tante Ratna. Ibu biasa ke sana. Jadi Daffa ke sana mencarinya. Tapi ibu tak ada." Raut wajahnya sedih dan kecewa.Â