Hal ini bukanlah kebetulan. Di desa penghasil kopi dan salak ini, tarbiyah Islam lewat pesantren Darul Istiqamah sudah masuk sejak puluhan tahun silam. Bahkan sejak tahun 60-an sudah menjadi basis perjuangan Islam.
Saya teringat saat nyantri  di pesantren Darul Istiqamah Maros dulu, teman-teman saya banyak dari Enrekang khususnya Duri. Jumlah mereka puluhan hingga ratusan orang. Bahkan kami bisa sedikit berbahasa Duri karena sering mendengarkan sesama mereka bercakap.
Saya pribadi mengenal mereka memiliki loyalitas yang tinggi terhadap dakwah Islam baik yang terafiliasi dengan pesantren Darul Istiqamah atau lainnya.
Di sini, ada sebuah masjid dan asrama pesantren Darul Istiqamah cabang Gura tiga lantai yang sedang dibangun. Saat pengecoran lantai, menurut info warga, ada kurang lebih 1.200 orang dari berbagai desa sekitar yang terlibat dalam pengecoran. Ketika kerja bakti di kota sudah tergerus oleh kesibukan, di sini warga masih menjaganya.
Kami sempat diundang mengunjungi lokasi pembangunan masjid. Pemandangan dari lokasi sangat indah. Letaknya nyaris di puncak. Deretan gunung, lembah yang membelah gunung, hamparan kebun bawang, areal persawahan, dan perkampungan warga terlihat jelas. Ustadz Muthahhir mendeskripsikannya sebagai pemandangan alam yang hanya bisa dilihat di Swiss.
Sekitar jam delapan kami pindah ke Bone-Bone. Desa kedua tujuan safari kami. Desa ini terkenal hingga seantero Indonesia sebagai kawasan bebas rokok dan ayam broiler. Anda akan dihukum ketika ketahuan mengonsumsinya.
Perjalanan ke sini juga memacu adrenalin. Jalur yang sempit, tanjakan ekstrim, dan jurang kanan kiri. Mewajibkan supir untuk selalu fokus jika tak mau berakhir di dalam jurang. Untungnya dalam satu jam perjalanan kami hanya sekali berpapasan dengan mobil. Itu pun ia mengalah mundur mencari ruang agar kami bisa lewat.
Sama dengan Gura, Bone-Bone juga merupakan basis perjuangan Islam. Meski terletak jauh di pelosok. Namun, nilai-nilai keislaman warga sangat kental.
Sesuai jadwal, ustadz Muthahhir menyampaikan tausiyah di masjid pesantren yang terletak di puncak gunung sebelum dhuhur. Lalu setelah dhuhur giliran di masjid desa.