Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesalehan Individual dan Kesalehan Sosial

14 Juli 2022   19:31 Diperbarui: 14 Juli 2022   20:04 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Saya mencoba membuka tulisan ini dengan sebuah pertanyaan sebagai bahan komparasi. Mana yang lebih baik dari kedua contoh kasus di bawah ini?

1. Istri yang bangun untuk shalat lail lalu setelah itu shalat shubuh kemudian tidur karena mengantuk. Sehingga anak-anaknya yang ingin pergi ke sekolah dan suaminya yang mau pergi kerja tak terurus sarapannya.

2. Istri yang tidak bangun shalat lail, tapi bangun shalat shubuh lalu setelahnya ia mengurus makanan dan persiapan anak dan suaminya di pagi hari.

Kasus pertama adalah contoh dari keshalihan Individual. Sementara kasus kedua adalah contoh dari keshalihan sosial. Jawaban yang paling tepat adalah keshalihan sosial jauh lebih baik dibanding keshalihan Individual dengan alasan keshalihan sosial memiliki manfaat lebih luas. Semakin luas manfaat yang kita berikan pada orang lain, semakin baik pula.

Itulah pengejawantahan dari hadis Nabi Muhammad saw "Sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia."

Khalifah Umar bin Khattab pernah memarahi seorang pria yang hanya menghabiskan waktu di masjid untuk beribadah, sementara untuk urusan makan anak istrinya ia mengandalkan saudaranya. Khalifah Umar bin Khattab mengatakan padanya "saudaramu jauh lebih dekat kepada Allah dibanding dirimu."

Meski sebenarnya jauh lebih baik jika ada yang mampu melakukan keduanya. Misalnya dalam dua contoh kasus di atas, istri yang ideal adalah ia yang bangun melakukan shalat malam dan juga tidak menelantarkan anak dan suaminya di pagi hari karena mengantuk. Atau pria yang dimarahi oleh Khalifah itu tak hanya menghabiskan waktu untuk urusan ibadah vertikalnya kepada Allah, namun juga bekerja untuk menghidupi keluarganya.

Karena pada dasarnya, keshalihan Individual harusnya membawa dampak pada keshalihan sosial. Bukan malah bertentangan. Dalam ajaran Islam, ibadah-ibadah ritual (hablum minallah) yang bersifat personal harusnya melahirkan nilai-nilai sosial (hablum minannas).

Misalnya ibadah shalat. Selain merupakan penghapus doa seseorang secara personal, juga menghapus segala bentuk keburukan dan kemungkaran dari pribadinya. Jika shalatnya benar, maka ia tak akan menyakiti atau mendzhalimi orang lain baik lewat lisan maupun tangannya. Karena Allah telah menjamin hal itu dalam  surah Al-Ankabut, ayat : 45
"Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar."

Seorang yang melakukan puasa dengan jujur, ia akan meninggalkan perkataan dusta, memprovokasi orang lain, menggosip, memfitnah, dan sebagainya.
"Bukanlah puasa sekedar menahan dari makan dan minum, sesungguhnya puasa adalah menahan diri dari yang sia-sia dan yang keji (haram), apabila seseorang mencelamu atau bersikap jahil kepadamu, katakan kepadanya : Sesungguhnya saya berpuasa (HR. Ibnu Khuzaimah No. 1996, Syaikh Al-A'dzami mengatakan : sanadnya shahih)

Salah satu bukti sederhana dari ajaran Islam mengedepankan keshalihan sosial bisa terlihat dalam contoh kasus berikut : suatu ketika barisan paling depan untuk shalat sedang kosong hanya untuk satu orang saja. Karena punya keutamaan yang mulia, boleh kita berlomba untuk mengisinya. Tapi jangan sampai kita mendorong orang lain hanya karena ingin mendapatkan kemuliaan berada di barisan depan. Kita melakukan hal yang bersifat haram untuk mendapatkan kemuliaan yang bersifat Sunnah.

Namun perlu diingat bahwa ibadah sosial meski lebih baik dibanding ibadah individual, namun jangan sampai kebablasan sehingga mengabaikan ibadah individual. Misalnya seseorang abai dari melaksanakan shalat lima waktu karena sibuk membantu orang lain.

Pada kesimpulannya, ibadah-ibadah yang bersifat individual dan sosial harusnya tetap mengedepankan keseimbangan. Memprioritaskan mana yang lebih mendesak untuk dilakukan. Jangan sampai cenderung berlebihan pada salah satu dari keduanya sehingga mengabaikan yang lain. Atau tak mengenal mana yang  lebih utama untuk dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun