*Tulisan ini dipersembahkan kepada Spidi sebagai sekolah mewadahi pengembangan bakat guru. Namun konteksnya tentu luas, tetap relevan dengan sekolah lain.
Saya menulis beberapa hari lalu tentang figur ustadz Mubasysyir sebagai sosok guru yang tak menua dimakan zaman.
Ternyata tak hanya wajahnya yang awet muda, tapi juga pekerjaanya yang ia lakoni sudah puluhan tahun. Apa rahasianya? Yah, semua orang tahu jika ustadz Mubasysyir adalah guru yang memliki segudang talenta di luar urusan mengajar sehingga tak hanya diandalkan pada urusan mengajar, tapi juga banyak hal lain.
Coba tanyakan kepada orang-orang sudah berapa ratus pasangan nikah yang beliau menjadi MC dalam walimah mereka.
Coba tanyakan pada orang-orang sudah beberapa ribu baliho, spanduk, flyer, dan sejenisnya yang beliau desain?
Coba tanyakan pada orang-orang sudah berapa nama yang beliau tulis tangan dengan indah dalam piagam dan ijazah?
Satu orang yang senilai 10, atau seratus, atau bahkan seribu orang. Lihat surah Al-Anfal ayat 65.
Saya teringat dengan kisah Amru bin Ash yang meminta tambahan pasukan sebanyak empat ribu orang pada Khalifah Umar bin Khattab. Ternyata Khalifah mengirim empat orang yang dalam suratnya kepada Amru bin Ash, ia menjelaskan kepada Amru bin Ash bahwa ke empat orang itu senilai empat ribu pasukan.
Mereka adalah Zubair bin Awwam, Miqdad ibn Amr, Ubadah bin Shamit, dan Maslamah bin Mukhallad. Dengan bantuan ke empat orang tersebut, atas izin Allah pasukan Amru bin Ash berhasil menaklukkan Mesir.
Yah, multi talenta atau multitasking. Satu orang dengan berbagai jenis skill dan kecakapan yang ia miliki. Anda butuh ini, ia bisa. Anda butuh itu, ia ada.
Guru yang serba bisa pada era revolusi industri 4.0 ini sangat dibutuhkan. Ia tak hanya sekadar bisa mengajar, tapi juga bisa mendidik. Ia tak hanya bisa menambah ilmu akademik, namun juga menanamkan nilai-nilai adab pada peserta didik.
Satu guru menghadapi puluhan anak dengan kemampuan, kecenderungan, dan karakter yang berbeda. Semua itu membutuhkan kemampuan untuk memainkan seribu peran sekalipun agar tak menjadi kaku dalam menghadapi peserta didik yang berbeda.
Tidak hanya bisa serius, ia juga bisa bercanda. Ia tak hanya bisa bicara soal matematika, tapi juga bisa berbicara tentang agama. Ia tak hanya bisa berceramah, tapi juga bisa bermain.
Tak hanya urusan dengan peserta didik, tapi juga bersinggungan dengan urusan sekolah, di mana sering kali sekolah membutuhkan guru yang bisa melakukan banyak tugas selain mengajar.
Oleh karena kebutuhan itulah, Spidi sebagai wadah pendidikan modern hendaknya menumbuhkan guru yang punya multi talenta, pembelajar, kompetitor (berani bersaing), motivator, kebapakan/keibuan bagi peserta didik, dan juga sebagai teman/saudara.
Di Spidi misalnya, selain ustadz Mubasysyir banyak guru yang punya banyak kemampuan dalam dirinya. Ustadz Muhajir misalnya selain bisa  sebagai guru, ia bisa menjadi sosok bapak sekaligus teman bagi anak-anak. Bukan hanya itu, ia punya kemahiran fotografi dan editing video.
Ada ustadz Sabar yang jago dalam komunikasi, pandai mengurus anak-anak, berceramah, humoris, dan sebagainya.
Ada Sir Indra yang selain jago bahasa Inggris, ia punya kemampuan IT, manajerial pendidikan, dan sebagainya.
Ada ustadz Abdussalam yang selain jago berbahasa Arab, ia juga punya kompetensi dalam bahasa Inggris. Hebat dalam berceramah di kelas juga di masjid.
Masih banyak contoh guru Spidi yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu yang punya segudang kemampuan. Spidi tentu bersyukur punya banyak guru yang bisa melakukan banyak tugas. Tak ada maksud saya di atas membanding-bandingkan, namun hanya bermaksud memunculkan teladan sebagai motivasi.
Program upgrading kemampuan guru-guru yang Spidi telah lakukan selama ini betul-betul harus dimaksimalkan oleh para guru yang di Spidi agar impian menjadi guru yang senilai sepuluh orang bisa terwujudkan.
Namun saya berharap bukan hanya pada pengembangan kemampuan bersifat akademis, tapi juga non akademis seperti pengembangan karakter, kepemimpinan, dan juga kecerdasan berkomunikasi.
Juga berharap agar kita tidak hanya mengandalkan program upgrading dari sekolah, tapi juga mengandalkan diri sendiri sebagai sosok pembelajar untuk terus menerus belajar mengembangkan diri secara luas. Banyak media untuk meng-upgrade- kemampuan diri, misalnya menonton YouTube, FB, membaca buku atau google, dan semisalnya.
Pada akhirnya kita berdoa kelak Spidi akan melahirkan Mubasysyir-Mubasysyir baru. Amin ya Rabb
*Tulisan ini bukan menunjukkan bahwa penulis adalah multitalenta. Namun bagian daripada upaya pembelajaran baik mengasah kemampuan menulis mau pun memotivasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H