Pimpinan mengambil keputusan untuk menginap di masjid dibanding terus berjalan, berspekulasi menemukan penjual lain saat tangki mobil hampir kering.
Tapi cuaca sangat dingin menusuk. Sebagian tak punya jaket apalagi selimut.
Tak ada yang berani tidur hanya berlapiskan baju tipis melawan dingin.
Beliau menelepon kerabat yang tinggal di Alla', Gowa. Terpaksa.
Telepon dijawab, kami diberi tumpangan nginap di rumahnya.
Alhamdulillah, jarak rumahnya hanya berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi kami.
Rumah panggung berbahan kayu mahal. Terlihat eksotis. Besar. Dan yang paling penting kami bertujuh bisa tidur berbantal dan berselimut tebal. Nikmat sekali. Alhamdulillah.
Pagi hari dingin berkurang. Sempurna untuk menghirup suasana segar pegunungan. Di sini bahkan jauh lebih segar dibanding Malino yang sudah terkotori oleh asap kendaraan wisatawan.
Mungkin pemerintah Gowa atau provinsi bisa melirik potensi ini.
Atau orang-orang kaya di Makassar bisa beralih ke arah timur Gowa ini.
Membeli tanah yang lebih murah, membangun villa pribadi, dibanding saling menyikut untuk membeli sebidang tanah sempit di Malino.
Rumah-rumah panggung berderet rapih di tepi jalan. Hampir semua halaman penuh dengan berbagai macam bunga indah. Ada ornamen lampu hias berbahan gelas plastik bekas tergantung di teras setiap rumah.
Di sekitar rumah ada rambatan pohon markisa yang sedang tak berbuah. Pohon kopi, pohon jeruk, pohon cengkeh, sayuran, dll.
Ada simbiosis mutualisme sini. Saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Tanaman dirawat, balas memberi hasil panen yang banyak.