Selain berlari,sudah lama saya menyukai sepeda. Bahkan jauh sebelum suka lari.
Sejak usia kuliah, sepeda tak hanya saya sukai tapi bagi saya koq tampil smart ya. Keren sudah pasti.
Terkesan 'melek'Â lingkungan. Dan 'melek' kesehatan.
Saat smp adalah saat saya gunakan sepeda sebagai transportasi. Rumah- sekolah, rumah- sekolah.
Sma sudah tidak lagi.
Kuliah kembali saya bersepeda. Mobil sendiri? Saya sengaja tak buat sim agar saya tak tergoda untuk membelinya. Yang termurah, terbutut sekalipun.
Beruntung, ternyata memang uang sayapun tak pernah cukup untuk itu :P .
7, ya tujuh buah sepeda pernah saya miliki ditahun- tahun awal kuliah.
Tunggu dulu, tujuh sepeda saya ini bukan sepeda- sepeda kinclong berharga setara belas, puluh juta sekarang.
Tapi setara seratus- duaratus ribu rupiah masa kini.
Itupun bukan beli tapi hasil memulung di beberapa tempat buangan barang- barang rumah- tangga.
Harga barunya tak lebih dari 1 jutaan nilai sekarang.
Sepeda- sepeda biasa.
Saya sampai punya daftar jadwal 'buangan' area/ lokasi mana saja sekota tempat saya tinggal.
Tak sombong sayapun suka 'membuang'.
Bedanya, seringkali buangan mereka- mereka rusaknya tak banyak. . Oprek- oprek sedikit, kembali lagi berfungsi.
Sementara buangan saya, lebih banyak rusaknya daripada masih baiknya.
Terkadang dalam hitungan belas menit,barang buangan tetangga sebelah. ya persis sebelah saya sudah menjadi penghuni baru rumah sewaan saya.
Sedikit ganti kabel rem atau sambung rantai yang putus sepeda- sepeda banyak tadi sudah siap saya jual ke teman- teman kuliah atau tetangga seharga senilai tadi. Apalagi jika mau sedikit repot, semprot warna- warna pastel atau mat, setara 50an ribu rupiah lagi siap saya kantongi.
Bernilai ekonomis dan menghibur ;-)
Setelah dengan tak terlalu serius tahunan menabung saya berhasil memiliki sepeda idaman. Walau belum seutuhnya. Maksudnya memiliki sebagian dari sepeda idaman saya. Framenya saja. Asli buatan Itali. Dengan ukuran yang sesuai dengan tinggi badan, selangkangan, jangkauan tangan dan ukuran- ukuran lainnya saya.
Road bike. Berwarna merah. Merah sekali. Dengan Seat Tube( batangan vertical persis dibawah sadel) yang tergunting, karena jarak roda( kelak jika sudah bertambah lagi pangkatnya) yang lebih dekat. Peruntukan Time Trial. Triathlon. Kereen.
Lamunan saya naik pangkat. Dari yang semula hanya pandangan yang berulang- ulang pada katalog, kini pada sebuah sep eh frame. Frame sepeda yang sebenarnya.
Frame yang bisa saya sentuh. Bahkan dibawa tidur.
Tak lagi saya harus menanggung malu karena keseringan melihat- melihat tanpa beli.
Beruntung penjaga- penjaga toko sepedanya ramah( atau mungkin kasihan kepada saya?).
Beruntung juga mereka tak kenal ungkapan dari trayek angkot di Bandung, " Sukajadi - Kiaracondong, liat- liat dari tadi, beli dong!"
Lebih ramah lagi tentunya setelah akhirnya ada sesuatu yang saya beli.
Saya yakin mereka bernafas lega. Akhirnyaaaa
Cukup lama sampai terbeli lagi bagian- bagian lainnya. Groupset. Shimano 105 adalah juga groupset idaman saya.
Hub depan belakang( as roda), jari- jari, rim(velg), ban, sadel, stang dan bagian- bagian kecil lainnya pun menyusul.
Alhamdullillah.
Semua saya beli di toko sepeda yang sama, tempat saya melihat- lihat dalam keabadian. Tempat dimana saya akhirnya membeli bagian pertama sepeda idaman saya.
Tak selalu lebih murah dari toko- toko lain. Tapi tak etis melihat- lihatnya disini, belinya koq disana. Ya kan?
Setiap hari, dari berangkat pagi sampai pulang sore. Terkadang malam. Tak terputus saya bersepeda.
Tak tercampur dengan transportasi lain. Kecuali darurat, yang sepeda bisa saya masukan kedalamnya.
Banyak tahun berselang. Bersepeda lagi saat saya banyak di Bsd dan Bintaro. Relatif dekat. Beberapa bulan.
dari pagi puku;l 9 sampai menjelang magrib.
Sepeda pinjaman.
Bsd- Karawang adalah pengalaman bersepeda terjauh saya.
Sudah lama sekali.
Beberapa hari belakangan saya agak menginginkan bersepeda. Bukan sepedanya, tapi sebagai pengganti transportasi saya sehari- hari.
Selama ini saya nyaman- nyaman saya berangkot. Kecuali jika ada yang merokok, dan jika terburu- buru, macet- macet kotanya.
Jadi kali ini disamping penyebab pertamanya adalah sebagai transportasi hari- hari, bukan hanya digunakan diakhir minggu. Sebenarnya dari senin sampai jumat. Dan bisa jadi sabtu dan minggu juga.
Ada satu hal lagi.
Yang sudah- sudah seperti juga barangkali Anda, saya suka segala yang serba baik, indah, keren. Dan biasanya mahal.
Kali ini ada tantangan yang lebih menggoda.
Jika ya saya putuskan untuk punya sepeda. Maka akan bermerk lokal, semurah mungkin, standar, tak akan saya ganti atau tambah apa- apa kecuali karena rusak atau yang memang harus. Semisal helm, lampu jika belum ada. Pedal tetap akan saya pakai yang bukan clet misalnya. Sepatupun demikian. Harus bisa hanya pakai sepatu lari saya.
Bahkan kostum sepedanyapun akan saya pakai kostum lari saya :P
Pucuk Dicinta Sepeda Nyamperin.
Tak mimpi tak berfirasat, tiba- tiba ada yang menawari saya untuk memakai sepeda.
Road bike, Lokal. murah, standar.
Koq ya klop semua ya.
Alhamdullillah( lagi).
Jadi...yuk gowes....
Tak hanya diakhir pekan, tapi juga sebagai pengganti sebagian transportasi. Jika mungkin setiap hari.
Terimakasih tak terhingga kepada yang memakaikan saya sepeda :-)
Bandung, Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H